Minggu, 26 Juni 2016

Masih Demam Cak Nun – Day 20 Fasting

Yaa, artikel kali ini masih bicara tentang Cak Nun yang mendadak saya kagumi. Kemarin siang saya sempat singgah Toga Mas. Begitu masuk lima langkah, menengok ke kiri, berjajar karya Cak Nun di rak tinggi (sepertinya dicetak ulang). Jelas saya singgah lihat-lihat dong. Mungkin kalau paginya saya nggak nonton kyai kanjeng, saya hanya akan melewatinya saja tanpa ada keinginan mendekat. Dan apakah saya beli bukunya? Ooh, tentu. Saya ambil yang paling tipis. Judulnya: “Kagum Kepada Orang Indonesia”. Tapi saya belum baca, jadi tak hendak bercerita tentang isi buku itu sekarang.



Malamnya saya traweh di masjid kampung. Seolah kompak dengan aura-aura Cak Nun dalam batas kesadaran saya, kultum yang disampaikan oleh sang imam ternyata nyambung dengan bahasan Cak Nun tentang doa. Imam menjelaskan secara singkat keutamaan berdoa, terutama berdoa untuk orang lain, secara diam-diam tanpa sepengetahuan orang yang kita doakan itu. Ketika kita berdoa untuk orang lain, malaikat akan mengaminkan dan menjawab doa kita. Misalnya kita berdoa:

“Ya, Allah berikanlah kekuatan untuk temanku si Fulanah dalam menghadapi segala cobaan dalam hidupnya, aamiin.”

Malaikat menjawab:

“Aamiin. Semoga demikian juga denganmu, yaa Indah.”

Nah, sangat istimewa bukan? Kita ‘hanya’ mendoakan teman kita, namun balasannya kita didoakan oleh malaikat. Oleh sebab itu janganlah berdoa untuk kejelekan orang lain, karena hanya akan memberikan keburukan kepada kita.

Dan pagi ini, walau sahurnya agak telat, saya mencari channel AdiTV untuk mencari Cak Nun. Beneran, acaranya sudah hampir berakhir. Cak Nun sedang mengakhiri jawaban pada pertanyaan terakhir dari audience. Tak apa walau cuma sepenggal, saya sampaikan di sini. Cak Nun menegaskan lagi pentingnya menekankan pada anak-anak kita kewajiban  MENGHINDARI MO LIMO : Main (judi), Maling (mencuri), Madat (narkoba dan sejenisnya), Minum (minuman yang memabukkan), Madon (main perempuan – berzinah). Bahkan Cak Nun bilang, sejak anaknya sudah bisa diajak berkomunikasi dua arah, hal itu sudah ia tekankan sebagai NO WAY … tak ada toleransi. Tak mengapa jika dalam perjalanan hidupnya anak coba-coba, misalnya main gaple suka-sukaan sama teman lalu pake duit dua ribuan. Tapi fakta bahwa main gaple itu JUDI dan HARAM hukumnya harus sudah tertanam kuat di benak anak. Jadi dia main gaple tanpa ada keinginan untuk mengulangi perbuatannya bahkan potensi yang muncul adalah rasa bersalah dan kemauan bertobat.

“Anak saya biar masih kecil sudah tahu MO LIMO. Sudah tahu bahwa lima hal itu harus dihindari.”

Hmmm, catat dengan mode bold italic dalam hati saya. Ini PR yang harus saya ajarkan pada anak-anak kalau saya kembali ke Makassar kelak.


Nah, itu saja, catatan hari ini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

COPYRIGHT © 2017 | THEME BY RUMAH ES