Sudah beberapa kali aku mendengar tentang Kraton Ratu Boko.
Sebuah peninggalan bersejarah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Aku dengarnya
bahwa lokasi Kraton Ratu Boko itu sering digunakan sebagai tempat pemotretan
pre-wedding. Beberapa kali juga teman dari komunitas penulis (IIDN Jogja),
pergi ke sana dan aplot foto-foto mereka. Tapi semua itu tak jua menarik
perhatianku untuk berniat pergi mengunjungi Kraton Ratu Boko. Alasan paling
utama sih, aku bingung bagaimana berkendara ke sana.
Lalu, di pertengahan Mei 2016, kunontonlah film yang sedang
ramai, apalagi kalau bukan Ada Apa Dengan Cinta 2. Kraton Ratu Boko adalah
salah satu lokasi yang digunakan untuk syuting film tersebut. Tempat Rangga dan
Cinta berbincang-bincang dalam acara CLBK. Usai nonton film itu, hasrat ke
Kraton Ratu Boko belum juga muncul. Yang muncul malah pengen jalan-jalan ke
Punthuk Setumbu, salah satu lokasi syuting di daerah Magelang.
Tak dinyana, akhir Mei, temanku meminta aku untuk
menemaninya ke Borobudur. Maklum temanku itu walaupun sudah berumur (kayak
aku), tapi belum pernah menginjakkan kaki di salah satu keajaiban dunia
tersebut. Ya, bisa dimaklumi sih, karena temenku itu lahir dan besar di Jawa
Barat. Aku memaklumi, namun anehnya anaknya ibu kosku takjub…
“Laaah mosok ke Borobudur saja belum pernah to mbaaak?”
Caranya mengatakan itu seolah-olah Borobudur adalah pasar
tradisional yang mudah dijangkau dan setiap orang se-Indonesia pasti sudah
pernah mengunjunginya. Atau seolah-olah Borobudur itu Monas yang setiap orang
Indonesia pasti pernah mengunjunginya. Gila, Monas? Aku aja belum pernah ke
Monas. Oke, oke … aku tahu bahwa Borobudur is miracle dan sesuatu banget. Tapi
kalau orang belum pernah mengunjunginya (walaupun sudah tua), itu ya nggak papa
toh?
Kembali ke laptop. Nah, lalu berembuglah aku dengan temanku
itu. Bagaimana kalau tidak hanya Borobudur yang kita kunjungi? Bagaimana kalau
kita mengadakan wisata tour de Candi? Misalnya Borobudur – Prambanan – Boko?
Temanku setuju, walau dia sudah pernah ke Boko dan Prambanan. Kalau aku, sudah
pernah ke Borobudur dan Prambanan juga sebenarnya (zaman masih mulus dan sexi –
masih remaja unyu maksudnya, haha). Yang akhirnya terealisasi, karena
singkatnya waktu, kami dari Borobudur langsung ke Boko.
Sampai di Boko sudah waktu ashar, maka sholatlah aku dulu
sebelum memasuki areal kraton. Tempat wisata Kraton Ratu Boko ini sudah
dibangun sedemikian rupa sehingga ada bangunan modern di bagian luarnya. Ada
restoran dengan view yang cantik, menghadap pemandangan seluruh kota Jogja.
Bahkan kita juga dapat melihat dari kejauhan bangunan Candi Prambanan nan
gagah. Ada juga penginapan dan beberapa bangunan yang belum sempat kucek apa saja (mau nggugling kok males…hehe).
Masuk ke areal kraton, kita melewati tangga yang amat
landai, jelas sekali bedanya dengan saat menaiki tangga ke Borobudur yang
tangganya curam-curam dan bikin ngos-ngosan aku yang juaraaaang buanget olah
raga. Tangga menuju kraton Ratu Boko ini didesain romantis, dengan kursi-kursi
berukir di setiap sisinya.
Setelah melewati tangga, kita sampai di areal datar. Dari
kejauhan sudah tampak gerbang kraton, tapi aku malah terpesona pada hamparan
rumput hijau nan menggoda, dan tawaran seorang ibu-ibu untuk mencicipi es
degan. Masalahnya tadi di Borobudur sudah ngiler lihat es degan, tapi ternyata
pas makan siang di restoran, gak ada menu es degan … huaa.
“Mbak, ayo kita minum es degan dulu,” ajakku.
Kamipun minum es degan sambil duduk-duduk menggelar tikar di
padang rumput di pelataran bagian luar kraton Ratu Boko. Hmmm, itu momen yang
sangat rileks buat aku. Aku juga nyempetin baring-baring memandang langit biru
plus selfie-selfie. Malu? Ah enggak … wong nggak ada yang kenal ini. Para
pengunjung yang lain juga asyik sendiri. Oya, yang kusukai dengan perjalanan ke
Kraton Ratu Boko ini, karena gak seramai waktu di Borobudur tadi. Alamak,
Borobudur full manusia. Rombongan SD, SMP dan SMA tumpah ruah di sana. Maklum
musim liburan. Dan kata sopir travel yang nganterin kita, ada 250 bus di tempat
parkir Borobudur! Entah sopirku itu gak punya kerjaan trus ngitungin bus di
areal parkir sambil nungguin kami, atau dia dapat info dari penjaga loket,
hehehe.
Setelah menghabiskan satu kelapa muda yang rasanya juara,
kami melanjutkan perjalanan. Dan aku terkesima, terpesona, takjub,
jatuh cinta pada Boko. Arealnya luas banget. Nah untuk yang satu ini
aku harus gugling. Keterangan berikut bersumber dari Wikipedia.
Kraton atau Candi Ratu Boko adalah situs purbakala yang
merupakan kompleks sejumlah sisa bangunan yang berada sekitar 3 km sebelah
selatan kompleks Candi Prambanan. Situs Ratu Boko terletak di sebuah bukit
dengan ketinggian 196 m dpl. Luas keseluruhan kompleks adalah 25 ha.
Situs Ratu Boko pertama ditemukan oleh Van Boeckholtz pada
tahun 1790, namun baru 100 tahun kemudian dilakukan penelitian yang dipimpin
oleh FDK Bosch yang dilaporkan dalam semacam manuskrip (?) Keraton van Ratoe Boko.
Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa reruntuhan purbakala tersebut adalah
sebuah istana kerajaan, berdasarkan dari pola peletakan sisa-sisa bangunan.
Kompleks tersebut bukan candi atau bangunan yang bersifat religius, melainkan
sebuah istana berbenteng dengan bukti adanya sisa dinding benteng dan parit
kering sebagai struktur pertahanan. Lalu, Ratu Boko itu sendiri siapa? Menurut
legenda masyarakat sekitar, Ratu Boko adalah ayah dari Loro Jonggrang, yang
juga menjadi nama candi utama pada kompleks Candi Prambanan.
Kompleks kraton Ratu Boko itu sangat luas dan aku mencoba
menjelajah semua bagiannya dengan diliputi perasaan takjub. Pertama takjub
dengan luasnya, takjub dengan cantiknya, takjub dengan hawa silir yang
mengembus-embusku dengan nyaman, takjub dengan kinerja para arkeolog – yang
tentunya sudah membuat situs ini layak dikunjungi. Aku bayangkan dulu awal
ditemukan tentu tak secantik itu penampakannya. Lalu rasa takjubku juga karena
saat melangkah di areal bekas kraton itu, aku diliputi perasaan bahagia seolah
berada di rumah. Aku jadi berpikir mungkin aku ini titisan salah satu putri
kraton yang dulu tinggal di istana Boko (dilarang protes lo yaaa…dilarang sirik
trus bilang: titisan mbok emban kale…wkkk).
Dan di samping rasa takjub dan bangga dengan para nenek
moyangku, aku diselipi rasa haru dan sedih. Gimana ya, supaya kraton Boko bisa
dipugar, lalu berdiri megah seperti aslinya? Bagaimana ya sebenarnya penampakan
aslinya? Bagaimana orang-orang dulu berinteraksi di dalam kraton ini? Tiba-tiba
aku ingin belajar arkeologi (sudah telat buk…sudah tua. Ih, tak ada kata
terlambat untuk belajar, bukan????). Dan tiba-tiba aku marah pada paranormal.
Lho…kok sampai ke paranormal?
Maafkan pikiranku yang suka nglantur ini. Beneran pikiranku
melayang pada paranormal yang suka tampil di televisi itu. Mereka sukanya
meramal ada kejadian apa di tahun-tahun mendatang. Ada spesialis artis,
ngeramal artis ini bakal cemerlang, artis ini bakal sakit, dan ada artis yang
bakal cerai dan meninggal. Ada juga spesialis dunia politik, tahun depan
Indonesia bakal bla bla bla. Hello paranormal, wes gak usah ngomongno masa depan, iku ngono kuosone Gusti Allah.
Ayo sini paranormal ikut ke Kraton Ratu Boko, atau ke semua
reruntuhan candi di Indonesia. Raba
dindingnya, pegang batunya, peluk patung-patungnya dan biarkan ilmumu membawamu
jauhhh ke ratusan tahun silam. Gambarkan bagaimana rupa asli bangunan-bangunan
ini. Bantu para arkeolog. Daripada berceloteh tentang masa depan yang belum
tentu benar, mending kalian meraba masa lalu yang pasti ada. Ilmu kalian jadi
lebih bermanfaat, kan?
Yah, begitulah kisahku dalam perjalanan ke kraton Ratu Boko.
I am so in love deh. Terutama oleh rasa hommy tadi. Mungkin suatu saat aku akan
kembali ke Boko. Kembali pulang ke rumah. Terima kasih sudah membaca
pengalamanku ini, byee (dada-dada ala putri kraton Boko).
Cinta dan Rangga (AADC 2) di salah satu sudut Kraton Ratu Boko
dulu aku berlarian ke ratu boko...nganter mhs asing, ketemu tentara lagi latihann...blum ada Rangga
BalasHapusdapat sensasi putri kratonnya, nggak mbak? I feel free
BalasHapus