Selasa, 03 Oktober 2017

Cerita keenam di majalah Bobo (Kotak Bekal Misterius)









Kotak Bekal Misterius
Oleh: Kalya Innovie

Siroh meninggal. Gadis ramah berkepang dua itu tak dapat bertahan dari penyakit demam berdarah yang dideritanya. Teman-teman sekelasnya di SD Pucang sedih. Siroh alias Siti Rohani, memang terkenal baik hati dan tidak pelit.  
            Dua minggu berlalu dan kelas 5 A sudah berkegiatan seperti biasa. Laila, yang dulu sebangku dengan Siroh, sudah asyik duduk dengan Amina. Wajah-wajah murung  tak tampak lagi. Tapi ada yang masih sering menangis diam-diam.
**
            Pagi itu Laila masuk kelas seperti biasa. Ia terpekik melihat di meja sebelahnya tergeletak sebuah kotak bekal warna merah. Wajah Laila memucat, memerhatikan kotak bekal  bergambar pokemon itu. Di bangku belum ada tas Amina. Laila menoleh ke kiri dan ke kanan, bingung.
            “Kenapa, La?” tanya Utari yang melihat tingkah aneh Laila.
            “Ituu ...,” bisik Laila menunjuk kotak bekal.
            Utari mengernyitkan kening, berpikir, lalu membelalak.
            “Kotak bekal Siroh!” pekik Utari.
            “Iyaa … kenapa bisa ada di situ?” spontan Laila melompat mundur memeluk Utari.
            “Ada apa ini?”
            Teman-teman  berdatangan. Setelah tahu persoalannya, mereka sama-sama ketakutan melihat kotak bekal itu.
            “Aku buka, ya?” tanya Fajar mengulurkan tangan.
            “Iya, buka saja, Jar,” balas Amina berbisik. Ia ketakutan. Ia kan duduk di bangku Siroh. Mungkin sebaiknya ia kembali ke bangku lamanya.
            Pelan-pelan Fajar membuka kotak bekal itu, harum nasi goreng menguar.
            “Masih hangat,” bisik Fajar.
            Laila mengintip, air matanya mengalir.
            “Nasi goreng sosis merah, bekal favorit Siroh,” bisik Laila terduduk lemas.
**
            Bu Widi, wali kelas 5 A, sudah mendapat penjelasan dari Fajar, sang ketua kelas. Beliau duduk di depan meja guru, dengan kotak bekal Siroh terbuka di atas meja. Bu Widi menghela napas panjang, memandang satu-satu wajah muridnya.
            “Sekali lagi ibu tanya, siapa yang membawa kotak bekal ini?” Bu Widi bertanya pelan.
            Tak ada yang menyahut. Kelas hening.
            “Apa mungkin … Si … Siroh sendiri yang datang, Bu?” suara Utari memecah keheningan. Anak-anak langsung riuh seperti lebah berdengung.
            “Hantu itu nggak ada,” bantah Fajar dengan suara pelan, tapi otaknya berputar memikirkan berbagai kemungkinan.
            “Benar kata Fajar, anak-anak. Hantu itu tidak ada. Nasi goreng inipun jelas dimasak oleh manusia. Ibu beri waktu sampai jam pulang. Tolong mengaku saja yang sudah membawa kotak bekal ini. Beri penjelasan pada Ibu dan Ibu tidak akan marah.”
            “Maksud bu Widi, salah satu dari kita sengaja melakukannya?” bisik Tiara pada Fajar. Sang ketua kelas hanya mengangguk.
            “Tapi apa tujuannya?” lanjut Tiara.
            “Entahlah, nanti kita pikirkan sama-sama,” ucap Fajar.
**
            Sampai jam pulang, tidak ada yang mengaku  membawa kotak bekal itu. Dan keesokan harinya, kotak bekal yang sama ada di atas meja Laila lagi. Kali ini Laila pingsan. Keadaan jadi semakin heboh. Bu Widi kelihatan marah. Tapi beliau tidak sempat mengatakan apa-apa pada anak-anak karena sibuk mengurus Laila di ruangan kesehatan. Anak-anak ribut  bercakap-cakap membahas kejadian itu.
            “Kok bisa ada lagi? Isinya mie goreng dengan suwiran daging ayam. Aku pernah melihat Siroh bawa bekal seperti itu,” ucap Tiara.
            “Benar, aku juga pernah makan mie goreng Siroh, persis seperti yang tadi,” timpal Utari.
            “Padahal, kotak bekal yang berisi nasi goreng kemarin disimpan oleh Bu Widi,” gumam Fajar.
            “Berarti pelakunya sengaja membeli kotak bekal yang sama dengan punya Siroh,” cetus Tiara.
            “Pernah lihat toko yang jual tempat bekal seperti itu, nggak?” tanya Fajar.
            Utari menggeleng ragu. Tiara mengangkat bahu tanda tak tahu.
            Fajar berpikir keras hingga alisnya menyatu di kening.
**
            Hari ke tiga, tidak ada peristiwa kotak bekal lagi. Hari ke empat, kotak bekal itu kembali lagi membuat heboh kelas 5 A. Kali ini, Fajar berhasil menenangkan Laila. Lalu memanggil Bu Widi. Wali kelas cantik itu duduk diam di meja guru, karena Fajar sudah meminta waktu untuk bicara.
            “Bu Widi, dan teman semua. Kotak bekal Siroh kembali lagi. Kali ini isinya donat, kue kesukaan Siroh. Tapi saya, dan Tiara sudah tahu bahwa bukan Siroh yang punya kotak bekal ini. Yang punya bekal ini … adalah … Utari,” Fajar tersenyum mengulurkan telunjuk pada Utari.
            Seluruh siswa kelas 5 A terperanjat, lebih-lebih Utari.
            “Kamu … jangan menuduh sembarangan, Jar!” teriak Utari dengan wajah memucat.
            “Aku nggak menuduh sembarangan. Aku dan Tiara mengadakan penyelidikan kecil-kecilan dua hari ini. Kami bertanya pada Pak Leo, satpam sekolah tentang siapa-siapa siswa yang datang pagi-pagi sekali dua dan tiga hari yang lalu. Dan kemarin serta hari ini, aku dan Tiara sengaja  sembunyi di lemari, menunggu si pembawa kotak bekal beraksi lagi. Dan … kami bahkan berhasil memotret kamu sedang beraksi, Tari,” Fajar mengacungkan ponsel.
            Utari terbelalak tapi lalu menangis terisak-isak. Pengakuan terlontar dari bibirnya.
            “Aku rindu Siroh. Ia selalu baik. Kalian sering mengejekku bodoh, tapi Siroh nggak. Dua minggu ini, aku masih merindukan Siroh. Tapi kalian bertingkah seperti Siroh tak pernah ada. Terutama kamu, Laila. Kamu malah cepat sekali melupakan Siroh dan bermain dengan Amina,” Utari terisak-isak.
            Bu Widi  berjalan mendekati Utari, memeluknya. Teman-teman Utari juga mendekat.
            “Aku juga rindu Siroh, Tari,” isak Laila. “Aku nggak pernah melupakan Siroh.”
            “Tidak ada yang lupa pada Siroh, Tari. Siroh selalu akan ada di hati kita semua,” Bu Widi memeluk murid-muridnya yang terbawa kenangan pada Siroh yang lembut hati.
            Misteri kotak bekal Siroh terpecahkan. Perbuatan Utari juga sudah dimaafkan. Teman-temannya berjanji tak akan sering mengejeknya lagi. Tiga kotak bekal dikembalikan pada Utari.

**
            Pagi cerah. Murid-murid kelas 5 A belum ada yang datang. Tapi sebuah benda kotak berwarna merah sudah ada di atas meja Laila. Kotak bekal bergambar pokemon. Kali ini tidak berwarna merah cerah seperti tiga kotak punya Utari. Kotak ini merahnya sudah pudar, seperti milik Siroh.**

Keterangan:
**Kotak Bekal Misterius dimuat di Bobo 13 Juli 2017

Senin, 02 Oktober 2017

Surat dari Rumah Akasia


Surat dari Rumah Akasia adalah sebuah judul kumpulan cerita karya teman-temanForum Penulis Bacaan Anak (PBA). Penyusunan buku kumpulan cerita ini adalah untuk memperingati tercapainya member FPBA hingga 20.000. Jumlah yang cukup fantastis. Audisi pun digelar dengan beberapa penanggungjawab untuk menyusun lima (atau enam?) buku kumpulkan cerita.

Pada saat audisi ini digelar, saya sedang giat belajar di sebuah kelas menulis online, tepatnya menulis cerita anak. Kesempatan untuk satu buku dengan beberapa penulis anak yang sudah tenar, tentu tidak akan saya lewatkan begitu saja, jadi sayapun ikut mengirimkan naskah. Alhamdulillah, kemudian naskah saya terpilih menjadi salah satu cerita yang dimuat di salah satu buku kumpulan cerpen itu. Cerita saya berjudul "Rumah Pohon Lina", mengisahkan seorang gadis kecil yang baru saja pindah ke sebuah lingkungan baru. Di lingkungan baru itu, ia memiliki banyak teman. Meskipun begitu ia masih merindukan rumah pohon di tempat tinggalnya yang lama. Alangkah senangnya, ketika teman-teman di kampung baru Lina, mau bersama-sama membuat rumah pohon. Tempat bermain mereka menjadi lebih menyenangkan.

Selain kisah "Rumah Pohon Lina", masih banyak kisah-kisah menarik lainnya yang dapat dibaca di buku kumpulan cerpen ini. Ada kisah "Ide-ide Aneh Andit" karya kak Rh. Mandala yang bercerita tentang Andit yang suka melakukan hal-hal aneh. Nah, kenapa ya, Andit seperti itu? Di akhir cerita ada surprais dari Andit buat kita semua. Ada kisah "Main Apa, Ya?" karya kak Rubee Putri, yang bercerita tentang dua orang kakak beradik Reno dan Levi yang suka bermain bersama, sekaligus suka bertengkar bikin ibu pusing. Nah, kira-kira main apa ya, mereka hingga mereka bisa rukun kembali?

Masih banyak lagi kisah menarik lainnya. Ada dua puluh kisah dalam buku kumpulan cerpen ini, cukup banyak, bukan?
Oh ya, buku kumpulan cerpen ini bisa diperoleh dengan memesan langsung dari penerbitnya yaitu Penerbit Bitread. Kirim pesan whatsapp ke nomor 083890790002. Sampai 11 Oktober 2017, masih ada diskon 20%, lho.


COPYRIGHT © 2017 | THEME BY RUMAH ES