Minggu, 27 Maret 2016

Empat Hal Yang Harus Diperhatikan Ibu/Istri Bekerja

Menjadi istri dan ibu yang juga bekerja di luar rumah, seringkali menimbulkan dilema dalam hati. Terkadang di saat anak sakit, ada keinginan untuk menemani di rumah. Dan juga setiap hari saat anak pulang sekolah, ingin menjadi yang pertama menyambutnya dan mendengarkan celotehnya. Kalau pulang kerja, kelelahan sudah demikian menguasai, belum lagi masih banyak pekerjaan domestik yang harus diselesaikan. Kalau anak rewel kadang bukan empati tapi emosi yang duluan keluar. Jadinya saat di rumah yang harusnya memperhatikan anak malah jadi saat-saat rentan melukai hati anak. Duh, gimana? Sedih jadinya.
Mau resign, langsung hitung-hitung dan berujung pada kesimpulan bahwa kondisi keuangan belum mencukupi untuk resign. Gaji suami tok nggak cukup untuk bayar kebutuhan rumah tangga, juga bayar kebutuhan sekolah anak di sekolah SDIT mahal.
Jadi bagaimana, mau meneruskan bekerja tapi dengan perasaan yang selalu merasa bersalah? Saya menyimpan nasihat Teh Ninih di fanpagenya tentang hal ini. Ada EMPAT HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN untuk para istri yang bekerja, agar bekerjanya mendapatkan kebaikan dan kemaslahatan untuk keluarga :

1.    Utamakan tugas kewajiban untuk taat dan melayani suami serta anak.
Tanyakan lagi pada suami, keridhaannya dengan status kita yang bekerja. Bila suami mengizinkan untuk terus bekerja, jangan lupakan tugas kita yang utama tetap melayani kebutuhannya. Terkait hal ini, menurut saya pembagian tugas kerja di rumah dapat didiskusikan berdua, karena kalau sebagai istri harus mengerjakan seluruh pekerjaan rumah tangga, akan kelelahan sekali.
Jangan lupa di sela-sela kesibukan, kita luangkan waktu untuk menghubungi suami dan anak, sekadar bertanya kondisi kesehatan dan sudah makan atau belum serta jenis percakapan ringan lainnya.
Pada saat-saat yang memungkinkan untuk mengajak anak ke kantor, kita bisa mengajak anak agar mengerti kesibukan bundanya yang semua dilakukan untuk mereka juga.
Untuk ibu menyusui, pelajari manajemen ASI dan pastikan bisa memerah ASI di jam-jam waktu luang di kantor, untuk stok anak di rumah.

2.   Niatkan bekerja bukan untuk mencari dunia semata, tetapi untuk mendapatkan ridho Allah
Niatkan setiap melangkah keluar rumah untuk bekerja, bahwa kita sedang beribadah membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga. Awali kegiatan dengan bersyukur kepada-Nya dan berdoa memohon keberkahan di hari itu.

3.   Jaga sekuat tenaga (maksudnya: hindari) aktivitas yang mengundang fitnah
Terkadang dalam bekerja adakalanya kita harus bekerjasama dengan lawan jenis, maka bekerjalah dengan mengerti batasan-batasan hubungan antar non muhrim.

4.   Kuatkan ibadah supaya Allah selalu menolong kita.
Selalu memohon dalam sholat kita agar diberikan kekuatan dan kelancaran pekerjaan. Mohon doa juga agar suami dan anak-anak kita senantiasa dilindungi-Nya, walau kita jauh dan tak bisa selalu memantau mereka.

Nah, itulah empat hal yang harus diperhatikan oleh istri dan ibu yang bekerja. Semoga pekerjaan kita, bukan menyeret kita ke neraka, tapi menjadi penyebab kita kelak menduduki tempat yang indah di Surga. Aamiin … yra.



Selasa, 22 Maret 2016

Resensi Buku: Kisah Hidup Seorang Penulis

Judul               : Tempat Paling Sunyi
Penulis             : Arafat Nur
Penerbit           : Gramedia
Tahun terbit     : Cetakan I, 2015
Tebal               : 328 halaman
ISBN               : 978-602-03-1742-7

Tempat Paling Sunyi, adalah novel yang menceritakan tentang seorang pria bernasib malang bernama Mustafa. Selama hidupnya, Mustafa nyaris tak pernah bahagia. Menikah dengan Salma tak memberikan kedamaian, justru pertengkaran berulang dan kegelisahan pikiran yang ia dapatkan. Istri dan mertuanya selalu merecokinya dengan berbagai hal sepele seperti baju baru, menu makanan dan jalan cerita sinetron. Sementara Mustafa mempunyai wawasan yang lebih luas. Mempunyai pemikiran-pemikiran untuk memperbaiki keadaan, yang ia tuangkan dalam konsep novelnya.
            Ya, Mustafa adalah seorang penulis. Setiap malam ia setia menulisi buku agenda dengan berbagai idenya. Sayangnya, Salma sama sekali tidak mendukung aktivitas suaminya bahkan sering mengganggu menyebabkan Mustafa macet ide. Salma merasa pekerjaan menulis yang dilakukan suaminya itu membuang-buang waktu dan tak ada gunanya. Perbedaan tingkat intelektual semakin memperlebar jurang antara keduanya. Pertengkaran yang berujung pada pemukulan tak terelakkan dan semakin sering terjadi (halaman 87).
            Dalam kegelisahannya dan kesepian hatinya, Mustafa bertemu dengan seorang gadis bernama Riana. Ia menikah lagi dengan Riana (halaman 181) dan mendapatkan kebahagiaan dalam pernikahannya yang kedua. Bersama Riana ia mendapatkan ketenangan dan memiliki ruang untuk menyelesaikan naskah novelnya. Setelah menamatkan novelnya, dengan bersemangat ia mengirimkan novelnya ke penerbit di ibukota (halaman 217). Mulailah penolakan demi penolakan ia terima yang menyebabkan semangatnya runtuh. Akhirnya ia terbitkan novelnya secara indie dengan bantuan teman-teman kerjanya (halaman 220). Sayangnya, Mustafa hidup pada lingkungan yang minim minat baca. Tak ada yang menghargai jerih payahnya. Bahkan buku yang ia berikan pada kenalan secara cuma-cuma, diterima tanpa pernah dibaca, lalu hilang entah ke mana. Takdir Mustafa berakhir setelah ia meminum segelas cairan pembasmi serangga (halaman 225).
            Nama Mustafa pasti akan hilang ditelan zaman, jika tak ada seorang penulis cukup terkenal yang kemudian sampai di desanya. Melalui bincang-bincang ringan di sebuah kedai kopi, si penulis mendengar cerita tentang sang novelis gagal. Penulis itu tertarik mendengar kisah Mustafa, lalu mencoba menggali lebih dalam lagi. Ia mengunjungi teman-teman Mustafa, mengunjungi Riana, bahkan Salma. Ia mendapatkan cerita tak biasa tentang seorang lelaki yang hobi menulis. Sayangnya ia tak bisa mendapatkan buku Tempat Paling Sunyi yang dicetak secara indie. Bahkan buku terakhir yang sempat ia lihat dalam rak buku di rumah Salma, akhirnya dimusnahkan oleh istri pertama Mustafa itu (halaman 310). Si penulis mencoba merangkai cerita dari tulisan tangan Mustafa dalam buku agenda yang masih disimpan Riana.

            Ketika novel tentang kehidupan Mustafa usai disusun, sang penulis kembali menyusuri jalan untuk bertemu Riana, mantan istri kedua Mustafa yang cantik. Ia ingin bertemu untuk menyerahkan draft novel dan juga untuk melepaskan rindu karena ia tertarik pada janda Mustafa tersebut. Namun apa daya, ia terlalu lama pergi tanpa kabar. Riana sudah menikah dengan orang lain. Penulis itupun tertunduk lesu. Merasa sepi. Merasa sendiri. Merasa berada pada tempat yang paling sunyi.


Selasa, 15 Maret 2016

Parodi Film Cinderella

Dalam sebuah event menulis, saya membuat fan fiction based kisah Cinderella, tapi jatuhnya malah jadi kayak parodi. Barusan baca ulang, lucu juga. Jadi saya pindahin aja di mari. Cekidot.



It's about Cinderella....

Ella tinggal di sebuah rumah besar. Rumah yang sudah ditinggali nenek moyangnya selama bertahun-tahun. Ia tinggal di sana bersama kedua orangtuanya, binatang peliharaan dan juga pembantu-pembantunya. Mereka semua hidup dalam kebahagiaan yang berlimpah.

Sayang sungguh sayang, kebahagiaan itu tak selamanya dapat dimiliki oleh Ella. Ibunya menderita sakit parah dan kemudian meninggal. Tak lama, ayahnya membawa seorang perempuan berwajah jutek dan dua gadisnya yang berwajah bloon datang ke rumah.

Perempuan berwajah jutek itu akan menjadi ibu tiri Ella. Kedua gadis bloon, menjadi saudara tirinya.



"Oh my God, Papa ... kok seleranya terjun bebas gini? Dulu Mama orangnya cantik, ramah, lemah lembut. Kenapa eh kenapa sekarang bisa bawa pulang mama baru yang mukanya kayak piring belon dicuci?" begitu batin Ella saat bersalaman dengan ibu tirinya.

Papa Ella berharap, Ella senang dengan kehadiran anggota keluarga yang baru tersebut. Gimana bisa senang, ibu tiri dan dua anaknya itu ribut banget. Mereka selalu ngoceh. Saudara tirinya yang bernama Kleting Merah, suka nyanyi dan suaranya asli sember. Sementara Kleting Biru suka gambar. Ia menggambar kuda seperti kambing, dan menggambar bebek seperti tikus. Dan ia menggambar ibunya seperti piring belon dicuci. Kleting Merah dan Kleting Biru juga suka sekali jejeritan tanpa ada alasan. Ih enggak banget dah pokoknya.

Musibah dalam hidup Ella ternyata tak berhenti pada meninggalnya sang ibu. Pada suatu perjalanan bisnis, ayahnya sakit dan kemudian meninggal. Kepergian sang ayah membuat muka jutek, alias ibu tirinya menjadi semena-mena.

"Elllllllaaaaaa!" panggil sang ibu tiri. "Mulai sekarang, kita pecat semua pembantu di rumah ini. Kita gak kuat bayar. Semua tugas-tugas mereka, elo yang urus. Terus, elo jangan tidur di kamar elo yang sekarang, ya. Pindah sana ke loteng yang lebih luas. Elo pasti suka di atas sana."

"Eh, nyak tiri, di loteng kan dingin. Ntar kalau gue kedinginan pegimane?"

"Itu urusan elo. Pokoknya elo harus bayar ganti rugi. Rugi gue nikah sama bapak elo. Belon juga sempet jalan-jalan ke Paris, dia sudah pergi duluan ke surga. Gih, cepet sono pindah ke loteng! Kalo enggak, ntar kuda kesayangan elo gue jual!"

Sambil bersungut-sungut, Ella pindah ke loteng. Ia nggak rela kuda kesayangannya dijual. Ia juga agak lunak karena ibu tirinya memilih kata 'surga' untuk tempat bapaknya kini berada. Coba kalo tadi die bilang nerake, sudah gue uleg mulutnya pakai sambel terasi campur pete.

Sejak saat itu, Ella tinggal di loteng. Sepi, dingin, hanya berteman dengan tikus-tikus. Tak ada pula ibu peri. Yang ada hanya sebuah peti.

Bener. Pas beres-beres loteng, Ella nemu sebuah peti. Waktu dia buka, ternyata isinya adalah buku tua peninggalan nenek moyang. Ternyata itu adalah buku mantra-mantra sihir. Yang bener ajee ... ini mau bikin ff cinderella atau harry potter?

Bener! Ella langsung semangat 45. Dia pelajari semua mantra di buku itu. Dia afalin mati deh. Pokoknya kalau ibu tiri dan duo Kleting itu macam-macam lagi, mau dia sihir biar jadi angsa dan kadal. Tapi Ella nggak sejahat itu. Dia cuma mraktekin mantra-mantra yang bermanfaat untuk pekerjaannya sebagai upik abu. Rumah sebesar itu, bisa cling! Kinclong dalam sekejap. Pake mantra "bersih dalam sekejap". Ella juga bisa ngirit pengeluaran untuk pakan ternak dengan mantra "kenyang selamanya". 



Persediaan dapur selalu lengkap karena hasil pangan dari kebun selalu dimantrai "tumbuh lebih cepat". Masakannya selalu enak dan lezat berkat mantra "dapur umami". Hanya kalau kumat isengnya, dia suka juga ngasih kejutan-kejutan untuk ibu dan saudara-saudara tirinya. "Kerikil segede kelereng" bisa tiba-tiba muncul dalam suapan Kleting Merah. "Kesandung" adalah hal sering terjadi tiba-tiba menimpa ketiga tamu tak diundang dalam hidupnya. "bahasa planet" tiba-tiba terdengar dari mulut ibu tirinya, dan membuat kedua saudaranya terbengong-bengong. Dan masih banyak kelucuan lainnya yang dilakukan Ella untuk menghibur dirinya sendiri.

Ibu dan saudara tirinya mengira mereka mengendalikan Ella, tapi mereka tak sadar kalau yang terjadi adalah sebaliknya.

Hingga Ella bosan.

Ia mau jalan-jalan ke hutan di dekat rumah bersama kudanya. Ia ingin berjalan lebih jauh lagi, mungkin meninggalkan rumahnya? Tapi ia masih ragu. 

Tiba-tiba di hutan, ia bertemu dengan sang pangeran yang terpisah dari rombongannya. Mereka sedang berburu di hutan. Pangeran mengajak Ella bercakap-cakap. Jelas dari gesture tubuhnya ia sangat tertarik pada Ella. Demikian juga Ella.



"Apakah engkau jawaban dari semua mimpi dan angan-anganku?" batin Ella bertanya. Karena hati Ella berkata, ia akan rela mengikuti pangeran tampan itu kemanapun ia pergi.

Ella membisikkan mantra "aku mau tahu". Ia ingin tahu kaitan si pangeran dalam hidupnya. Dan ia pun terbengong-bengong mendapatkan visi tentang pesta dansa, ibu peri, sepatu kaca, dan juga kelicikan ibu tirinya. Ella menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya.








"Kamu kenapa putri cantik? Kamu pusing? Pusing pala barbie, ya?" tanya sang pangeran lembut.

"Nggak. Aku nggak pusing sama sekali. Aku ada usul, Pangeran."

"Usul apa?"

"Daripada terlalu banyak scene dalam hidup kita, yuk kita potong kompas."

"Maksud kamu?"

"Ajak aku ke istana dan nikahi aku. Dan kita akan menghemat banyak hal. Budget pesta dansa bisa dialihkan untuk pendidikan rakyat. Ibu dan saudara tiriku nggak perlu berbuat jahat dan licik. Ibu peri tak usah repot-repot memotong labu di rumah kacaku. Dan yang terpenting, ayo kita beri cucu untuk Raja sebelum ia meninggal."

"Eh, kamu ngomong apa sih? Aku enggak paham."

Ella mendekat. Menggenggam tangan sang pangeran. Memasang senyumnya yang paling manis.

"Buruan, yuk. Ikut abang pulang," ucap Pangeran cepat. Rupanya dia klepek-klepek melihat senyum Ella.

Sutradara dan produser ngamuk-ngamuk.

"Hoe, Ella. Elo niat hemat tapi kita yang rugi, dong. Mana mau orang nonton kalau filmnya segini doang udah abis! Ayo balik ke skenario awal!"

Ella meringis.

"Kita tinggalin aja mereka, Pang. Yuk, kita pakai mantra andalanku "mantra menghilang"".

Cuss ... Ella dan pangeran lenyap dari pandangan. Tak ada yang tahu mereka kemana, yang jelas, cerita ini berakhir sama. Happily ever after.

TAMAT

Kamis, 10 Maret 2016

Tips Membawa Anak ke Dokter (Gigi)

Sudah beberapa hari Emir (7 tahun) mengeluh sakit gigi. Rupanya ada bagian gusinya yang agak bengkak. Maka, saya pun mengajaknya pergi ke dokter gigi. Tempatnya tidak jauh, hanya berjalan dua ratus meter, masih di kompleks perumahan yang sama dengan rumah kami.

Saya sengaja datang agak cepat dari jadwal yang tertera di papan nama dokter (17.00 - 20.00). Masih pukul 16.15 ketika kami tiba di tempat praktik dokter Maulidina Haryo. Hal ini saya lakukan karena sistem antrean di sana adalah: siapa pertama datang langsung tulis nama di sebuah buku, dan menunggu. Saya menuliskan nama Emir di urutan ke-empat.

Syukur alhamdulillah tidak sampai pukul 17.00, dokter sudah memanggil pasien pertama. Saya menunggu sambil menawari Emir untuk memainkan beberapa barang yang sengaja saya bawa dari rumah untuk mengisi waktu menunggu giliran periksa. Yang pertama adalah SLIME, jenis mainan kekinian macam playdough yang dibikin sendiri oleh Nina, kakak Emir. Emir segera main Slime, memutar-mutar dan memilin-milin benda lembek macam permen karet itu. Setelah bosan, ia memainkan barang berikutnya, tepatnya membaca. Ya, saya membawa dua edisi Bobo untuk ia baca.

Setelah bosan, ia minta air, sayang sekali saya tidak bawa. Saya janjikan ia boleh beli teh kemasan yang ada di kulkas ruang tunggu dokter. Tapi nanti, setelah selesai periksa gigi. Emir mulai bete dan bertanya terus kapan gilirannya. Saya menghibur dan mengalihkan perhatiannya dengan mengajaknya ngobrol.

Akhirnya tiba juga giliran Emir. Dokter segera memeriksanya. Membuat sumur di giginya yang lubang untuk jalan keluar 'gas' yang rupanya membuat gusinya abses. Emir harus minum dua macam obat. Satu antibiotik dan satu antibengkak. Emir sempat bertanya kenapa giginya, dan sementara dokter menyiapkan obat, aku menjelaskan tentang giginya dengan bahasa yang dipahami oleh anak-anak. Aku juga menandaskan bahwa Emir harus mengkonsumsi obat.
"Apakah obatnya pahit?"
Dokter menjawab bahwa obatnya manis, dan Emir pun tenang.

Kami pulang setelah dokter memastikan bahwa Emir harus datang lagi hari Selasa atau lima hari lagi untuk perawatan berikutnya. Biaya yang harus saya keluarkan sebesar Rp100.000,- sudah dengan dua macam obat. Cukup murah. Kami keluar dan Emir saya belikan satu buah teh kemasan yang langsung ia minum di tempat, sebelum pulang.

Nah, dari cerita saya ada beberapa butir yang harus diperhatikan bila ingin sukses membawa anak ke dokter (gigi), antara lain:
1. Pastikan sistem antrean dan datanglah awal agar tak perlu menunggu lama
2. Bawa benda-benda yang bisa mengalihkan anak dari kebosanan
3. Bawa air minum dan mungkin jajanan (tapi saya sebetulnya tidak sarankan jajanan karena membuat gigi kotor lagi).
4. Oya, sebelum berangkat, pastikan anak menggosok gigi dulu, ya. Tidak harus, sih. Tapi demi kesopanan saja. Kan mau mangap jadi jangan sampai mulut terlalu bau (walaupun dokter pasti pakai masker).
5. Siap mengajak anak ngobrol setelah semua benda yang dibawa tak lagi dapat mengalihkan kebosanannya
6. Beri penjelasan tentang perawatan yang harus dijalani anak demi kesembuhan giginya, agar ia kooperatif minum obat atau menjalani terapi lainnya

Nah, silakan mencoba tips ini. Tetap sehat, ya! Salam dari Emir.


Minggu, 06 Maret 2016

Ketika Kompas Anak Pamit

Ketika Kompas Anak pamit di edisi terakhir 28 Februari 2016, saya bersama teman-teman penulis sama bersedih. Saat itu spontan tebersit keinginan menulis surat via email ke redaksi kompas. Saya berpikir, kalau hanya sekadar mengucap keprihatinan via akun medsos tentu belum cukup. Surat kepada redaksi tentunya lebih serius.

Awalnya tidak ada pikiran bahwa surat yang saya tulis itu akan dimuat Kompas, namun ternyata benar. Saya mendapat kabar dari guru saya Mbak Nurhayati Pujiastuti bahwa ada surat saya di kompas. Juga surat itu diposting di akun facebook Kompas Anak.

Foto penampakan surat untuk redaksi Kompas, dikopas dari akun fb Kompas Anak

Berikut versi asli dari surat yang dimuat Kompas itu:

Yth Redaksi Kompas

Assalamualaikum wr wb.
Membaca pengumuman berhentinya halaman Kompas Anak di Kompas Minggu, pada edisi 28 Februari 2016, saya merasa sedih. Sebagai penulis cerita anak yang baru belajar, dan baru mengirimkan tiga naskah ke redaksi Kompas, sekarang saya merasa tak ada harapan lagi untuk dapat tampil di lembar kesayangan tersebut. Dan sebagai ibu dari tiga anak usia TK-SD, saya merasa kehilangan satu media untuk mengembangkan imajinasi dan kreativitas anak-anak saya.
Saya tahu, keputusan ini pasti sudah dipertimbangkan dengan sangat matang oleh Pimpinan dan seluruh kru Kompas. Hanya saja, sebagai pembaca dan penikmat halaman Kompas Anak, saya juga merasa berhak untuk bersuara. Melalui surat ini saya menyampaikan keprihatinan, karena hilangnya satu media bacaan anak yang bermutu. Kalaupun (menurut rumor) lembar ini akan muncul dalam bentuk digital, tentunya tak akan sama lagi. Jangkauannya, untuk saat ini, mungkin tidak seluas jika halaman Kompas Anak terbit secara konvensional seperti sebelumnya. Masih banyak kelompok masyarakat yang belum bisa mengakses internet, walaupun kenyataannya ada program internet masuk desa. Dan untuk anak-anak, menurut saya, lebih sehat jika mereka membaca langsung melalui lembaran kertas. Membaca melalui laman internet selain tidak sehat bagi perkembangan mata, juga berisiko melihat tayangan lain yang bukan untuk anak seusianya. Perlu pendampingan orangtua? Jelas. Tapi kita juga tak bisa menafikan kenyataan bahwa banyak orangtua Indonesia yang tidak punya waktu untuk selalu mendampingi putra-putrinya dalam segala situasi.
Saya tahu pendapat saya ini tentu tak banyak artinya untuk suatu keputusan yang sudah berjalan. Paling tidak, saya sudah menyuarakan pendapat yang mungkin juga mewakili beberapa pendapat di luar sana.
Terakhir saya ucapkan terima kasih, atas kiprah Kompas Anak yang telah ikut serta dalam pendidikan karakter anak-anak Indonesia melalui cerpen-cerpen yang inspiratif. Semoga segera terbit lagi entah dalam bentuk konvensional ataupun digital.

Wassalam,

Indah Novita - Makassar

*Semoga saja, Kompas Anak segera 'hidup' kembali....
COPYRIGHT © 2017 | THEME BY RUMAH ES