Rabu, 16 Desember 2015

RESENSI: Raditya Dika, Garing atau Cerdas?



Sudah beberapa tahun saya ingin sekali membaca buku karya Raditya Dika. Alasannya ya cuma pengen tahu saja. Saya ingin tahu kenapa bukunya selalu laris manis digilai para abegeh tanah air (Gilaa...gilaaa). Di sisi lain, saya sudah mendapat bocoran dari satu sahabat saya seorang mamah muda berinisial 'A' bahwa buku Raditya itu garing, lucunya nanggung. Seorang teman fesbuk, juga mamah muda berinisial 'I' memperkuat penilaian 'A'. Menurut 'I', novel Raditya garing dan jorok. Sedang menurut mamah muda cantik berinisial 'V', teman yang darinyalah saya meminjam buku ini, berkata: bukunya cuma begini doang kok laris, ya?

Hahaha, jangan heran kalau teman saya mamah-mamah muda semua. Soalnya saya sendiri juga mamah (ingin selalu) muda. Muda agak tua dikitlah. Eh, dewasa, gituh.

Penilaian negatif dari para mamah di atas tidak menurunkan rasa kepo dakuh. Justru malah tambah penasaran. Saya berprinsip, jelek untuk orang lain, belum tentu buat saya. Bagus untuk orang lain, belum tentu untuk saya. Saya harus membaca sendiri, baru bisa membuat sebuah penilaian yang objektif (cie ciee...kayaknya saya cocok jadi wakil rakyat, nih. Gak ada hubungan, ya?).

Dan...tibalah saya membuat penilaian, untuk buku Raditya yang ke tujuh ini: KOALA KUMAL

PRAKATA
Baru membaca prakata, saya sudah merasa salut pada seorang Raditya. Bagaimana tidak, di sana ia bertutur bahwa untuk menyusun KOALA KUMAL, dia menyisihkan waktu di tengah kesibukannya. SEHARI SATU PARAGRAF. Dan selesai dalam waktu TIGA TAHUN.

ADA JANGWE DI KEPALAKU
Jangwe itu adalah sejenis petasan. Walaupun Raditya sudah menjelaskan dengan rinci seperti apa petasan jangwe itu, saya tetap tak bisa menggambarkannya di kepala saya. Tapi abaikan saja karena karakteristik petasan jangwe itu bukan hal penting dalam bab ini. Yang penting adalah persahabatan di masa kecil, hubungan Raditya dengan Mama Papanya yang hangat, serta pesan yang terselip: main petasan itu berbahaya. Semua dituturkan dengan santai dan lucu. Nggak garing. Saya ngikik beberapa kali.

INGATLAH INI SEBELUM BIKIN FILM

Bab ini bercerita saat Raditya menulis skenario untuk filmnya: Cinta Brontosaurus. Settingnya sudah bukan lagi saat SMP seperti bab sebelumnya, tapi Raditya sudah dewasa dan sudah pacaran. Di bab inilah saya memahami kenapa teman saya 'I' berkata bahwa KOALA KUMAL rada-rada jorok. Karena ada adegan Papa Raditya menyarankan anaknya agar cepat menikah. Nah, saran sang Papa ini memakai kata-kata yang rada vulgar, namun justru dipakai Raditya untuk salah satu dialog dalam filmnya. Mau tahu kata-kata Papa Raditya yang fenomenal itu? Baca sendiri bukunya, ya.
Oya, menurut saya bab ini cukup lucu dan tetap menggambarkan hubungan anak-orangtua yang hangat dan sedikit absurd.

BALADA LELAKI TOMBOI

Bab ini bercerita saat Raditya pacaran dengan seorang cewek tomboi. Di bab ini saya banyak tertawa ngakak-ngakak. Banyak yang lucu, ditutup Raditya dengan sebuah pencerahan ketika ia sudah dapat menerima kenapa diputusin oleh ceweknya. Bab yang bagus: perlu dibaca para abegeh yang suka berlama-lama galau kalau habis diputusin. So, move on, guys....

PANDUAN COWOK DALAM MENGHADAPI PENOLAKAN

Di bab ini Raditya memaparkan 7 cara atau panduan untuk cowok jika ditolak cewek. Bab ini rada garing menurut saya, karena panduannya absurd. Hanya berupa lelucon konyol. Cukup bikin tersenyum agak getir gitu, hehee...

KUCING STORY

Bab ini berkisah tentang Raditya yang merasa kesepian (dia sudah tinggal sendiri, tidak serumah dengan orangtua), lalu memutuskan untuk memelihara kucing. Peristiwa dia mencari kucing yang tepat diceritakan dengan lancar dan enak dibaca. Tidak terlalu konyol, tapi cukup informatif.

LB

Ini kisah rada-rada lucu gimana ketika Raditya syuting iklan di Bangkok. Waktu itu saat break syuting, Raditya ngobrol dengan salah satu kru yang mengenalkannya dengan sebuah aplikasi di media sosial, Tinder. Yaitu aplikasi untuk nyari jodoh. Caranya download saja Tinder di hp, lalu login memakai facebook. Nanti akan muncul foto orang-orang di dekat kita yang juga memakai Tinder. Ada keterangan jarak orang tersebut dengan kita. Kalau suka, kita tinggal pencet warna hijau dan kalau tak suka pencet merah. Kalau orang yang kita like juga suka, maka kita mulai bisa ngobrol.
Nah, Raditya mencoba untuk memakai aplikasi ini. Dia menemukan satu foto gadis cantik dengan lokasi yang cukup dekat. Keterangan fotonya cuma dua huruf: LB.
Ternyata respons dari Moo, cewek itu cukup cepat, bahkan mereka langsung janjian di mall. Nah, di sebuah kafe, baru terungkap LB itu apa. Ternyata kependekan dari Lady Boy. Alias waria! Endingnya Raditya mencoba membebaskan diri dari si Moo dengan alibi sudah ada janji lain.

PEREMPUAN TANPA NAMA

Ini tentang sebuah frame peristiwa dalam hidup kita. Di mana kita melihat seorang lawan jenis, lalu merasa jatuh cinta, tapi kemudian si lawan jenis itu berlalu begitu saja. Bagian ini agak gue banget. Dan aku yakin semua pembaca pasti merasakan hal yang sama. Kalaupun enggak, pasti langsung mengaduk-ngaduk memori nginget-inget ada gak ya someone without name ini. Ini salah satu cerdasnya Raditya menurut aku. Menyentil di bagian yang semua orang akan respons: Eh iya, gue juga pernah kayak gitu.

Cerita di Raditya, tentang pas dia ketemu seorang gadis cantik lagi makan di KFC. Gak ada jalan untuk kenalan, maka si gadis itu tetap dalam kenangan sampai akhir zaman. Kedua, seorang pramugari (yang ini ada cerita lucunya bin konyol), lalu ketiga mbak cantik yang lagi milih baju di toko. Yang terakhir Raditya sempat nyapa, tapi berakhir dengan kecewa.

MENCIPTAKAN MIKO

Ini tentang awal terciptanya serial Miko di kompas TV. Lucu dan membuktikan satu lagi kecerdasan Raditya. Dari nol dia mencoba menjadi sutradara untuk serial pertamanya ini. Keren. Acung jempol.

LEBIH SERAM DARI JURIT MALAM

Ini kisah tentang ekskul SMP dan cinta yang tak pernah terkatakan. Cukup lucu.

PATAH HATI TERHEBAT

Ini sebuah kisah tentang patah hati dari temannya Raditya.


AKU KETEMU ORANG LAIN

Ini menceritakan saat Raditya lulus SMA dan melanjutkan studi ke Australia. Ceritanya tentang pisahan sama ceweknya, menjalani LDR, lalu beberapa tahun kemudian si cewek mengaku "Ketemu orang lain" dan kisah mereka selesai begitu saja.

KOALA KUMAL

Koala kumal sendiri adalah cerita bagaimana Raditya menemukan judul untuk buku ini. Isinya adalah renungan tentang hidup. Bahwa perpisahan adalah hal yang merupakan keniscayaan. Ada saat-saat bertemu kembali yang kadang membawa kita pada kondisi yang merasa asing, seperti seekor koala kumal yang menemukan habitatnya sudah tak seperti dulu lagi. Pahit dan getir selalu ada dalam hidup.

KESIMPULAN

Kesimpulan setelah membaca buku ini, Raditya memang punya 'modal' untuk menjadi penulis laris. Kekuatan humornya cukup baik. Gaya menulisnya mengalir enak dibaca. Saya angkat topi dia sudah menerbitkan tujuh buku dan sebagian difilmkan. Semoga kecerdasan Raditya menular pada semua followernya yang sebagian besar para abegeh. Hai abegeh, jangan haha hihi aje, abis bace, kejar mimpi lo. Tiru Raditya yang sukses di usia muda.
Berikutnya saya akan meresensi novel-novel Raditya yang lainnya. Dengan catatan, kalau dapet pinjeman lagee...hihihi. Bye...







Minggu, 06 Desember 2015

Menulis Opini di harian Kedaulatan Rakyat



Mengapa orang menulis opini? Ya, tentu saja untuk mengutarakan opini/pendapatnya tentang suatu hal. Biasanya orang tertarik pada suatu peristiwa atau wacana yang sedang hangat, lalu merasa wajib urun rembug dan merasa pendapatnya penting untuk diketahui orang banyak, maka ia mengirimkan opininya ke media massa. Opini juga dapat ditulis sebagai bagian dari pengalaman. Si penulis mengalami sebuah peristiwa yang sangat berkesan, merasa orang perlu mengetahuinya, lalu berbagi opininya melalui media massa.

Opini berikut saya tulis sudah lama, sekitar Maret 2015, sesaat setelah saya menemani anak saya ikut ujian tes masuk SD. Saya kirim ke redaksi Kedaulatan Rakyat (Koran lokal di Yogyakarta), dan dimuat. Selamat membaca.


Tes Masuk SD, Perlukah?


            Pendaftaran murid sekolah dasar (swasta) sudah dimulai sejak Februari - Maret, jauh sebelum tahun ajaran baru dimulai. Pendaftaran siswa baru ini kemudian diikuti oleh tes masuk yang standarnya tergantung kebijakan dari masing-masing sekolah.
            Dari tiga sekolah dasar berbasis pendidikan Islam  di wilayah Sleman, penulis mencatat materi tes hampir seragam. Pertama tes akademik, calon murid SD (baca: murid TK) diuji kemampuan calistung (baca, tulis, hitung). Mereka duduk di ruangan layaknya peserta tes CPNS, menghadap kertas ujian. Tes tahap dua adalah kemandirian dan mengaji. Calon murid dilihat kemandiriannya dalam memakai baju sendiri. Untuk mengaji, calon murid diuji membaca surat pendek yang sudah dihafalnya.
            Pemandangan saat tes sangat beragam. Beberapa anak menangis, tidak mau berpisah dengan ibunya. Sebagian yang lain, berani duduk  di ruang  ujian tanpa orang tua. Beberapa peserta ujian dapat menyelesaikan soal dengan mudah. Sebagian  yang berani, bertanya pada guru penjaga jika ada soal yang belum dipahami. Namun ada juga sebagian siswa yang berwajah tegang, memukul-mukul kepala, tidak memahami soal karena belum bisa membaca dengan baik, di satu sisi tidak berani bertanya pada guru penjaga.
            Hasil tes seminggu berikutnya di salah satu SD tersebut, lima calon murid ada di deretan bawah dengan status cadangan.  
Sekolah Sebagai Taman
            Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah, Anies Baswedan dalam salah satu pidato beliau mengatakan, sistem pendidikan di Indonesia hendaknya kembali pada ajaran bapak pendidikan kita yaitu Ki Hajar Dewantara. Beberapa inti dari makna pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah: Anak memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan berkualitas; masing-masing anak berbeda bakat dan keadaan hidupnya, sehingga sebaiknya tidak dilakukan penyeragaman; anak tumbuh berdasarkan kekuatan kodratinya yang unik, dan tidak mungkin pendidik “mengubah padi menjadi jagung”; sekolah harus berfungsi sebagai TAMAN, tempat belajar yang menyenangkan.
            Apabila dikaitan dengan tes masuk SD, rasanya sulit sebuah sekolah menjelma menjadi taman yang menyenangkan jika sebelum memasuki gerbang, anak sudah melalui tahap yang menegangkan. Belum lagi bila nantinya ada calon murid yang tidak diterima karena kemampuan akademik di bawah rata-rata. Artinya mereka tidak mendapat kesempatan yang sama untuk masuk taman yang menyenangkan. Padahal semua anak memiliki potensi dan hanya pendidik yang baik yang mampu memunculkan potensi dalam diri anak.
Antara Teori dan Kenyataan
            Standar pendidikan AUD-TK berdasarkan SK Mendiknas Nomor 58 Tahun 2009 (yang masih menjadi acuan sampai saat ini), tidak menganjurkan materi calistung sampai tingkat terampil.  Materi calistung yang disarankan adalah pengenalan angka dan huruf sampai si anak dapat menulis namanya sendiri.  Kenyataannya, materi calistung diberikan secara intensif melalui les tambahan di sekolah. Sebagian orang tua  menambah jam pelajaran calistung untuk anaknya dengan les pada guru privat atau mengajari sendiri.  Semua karena anak yang  pandai calistung punya kesempatan lulus lebih besar saat mengikuti tes masuk SD.
            Pembelajaran calistung tingkat terampil, pemberian les tambahan dan tes seleksi masuk SD adalah tiga hal yang tidak selaras dengan kurikulum pendidikan PAUD TK. Sekolah PAUD TK yang baik adalah yang memberikan kesempatan bermain pada anak. Beban akademik  yang terlalu berat untuk usianya dapat menyebabkan tekanan mental.
Tes Masuk SD
            Tes masuk SD sebaiknya dilakukan dengan tujuan mengetahui  kemampuan belajar dari calon murid, sehingga dapat direncanakan tujuan belajar dari masing-masing murid sesuai dengan tingkat kecerdasannya.

            Lalu bagaimana dengan hak SD swasta untuk mendapatkan murid terbaik agar predikat sebagai sekolah favorit tetap terjaga? Mungkin saatnya mengubah cara berpikir. Sekolah yang baik, bukanlah sekolah yang mengumpulkan anak-anak cerdas, kemudian dengan bangga menyebut dirinya sekolah unggulan. Sekolah yang hebat, adalah sekolah yang sistem belajar serta pendidiknya mampu memunculkan potensi dari anak didik, baik dari anak yang cerdas maupun yang prestasi akademiknya biasa saja. Sekolah yang baik adalah sekolah yang  menyenangkan, sehingga murid bersemangat berangkat setiap hari ke sekolah, dan enggan pulang karena belajar di sekolah sangat mengasyikkan. (Indah Novita, wali murid TK).

COPYRIGHT © 2017 | THEME BY RUMAH ES