Minggu, 05 September 2021

Penulis Buku yang Tidak Menulis Sendiri Konten Bukunya

Judul buku        : Wonderfull You

Penulis              : Hoeda Manis

Tahun                : 2013

Penerbit             : Laksana

Gb.1 Buku Wonderfull You

Siapa yang ingin jadi penulis buku? Profesi penulis adalah profesi yang sangat keren menurut saya. Walaupun ada orang yang melecehkan bahkan menyangsikan seorang full writer bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarganya hanya dari menulis saja. 

Hai, mungkin piknikmu kurang jauh. 

Andrea Hirata, Kirana Kejora, Ari Kinoysan, dan masih banyak nama lagi - adalah orang-orang yang bekerja sebagai penulis full. Kalau masih asing dengan ketiga nama yang saya sebut, googling saja, ya?

Namun dalam tulisan kali ini saya tidak hendak membahas tentang full writer yang dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dari menulis. Saya ingin membahas profesi penulis buku dan mereka yang tidak menulis sendiri konten bukunya.

Maksudnya gimana?

Coba lihat buku "Wonderfull You" pada Gambar 1. Pasti pembaca nggak punya clue buku macam apa ini. Novel, atau non fiksi motivasi? Kalau kamu jeli dan sempat zoom lingkaran di sebelah kiri kover buku, kamu akan membaca clue berupa tulisan "Inspirasi Buat Ngirim SMS, BBM, Status, dan Twitter." Nah, sudah ada bayangan?

Betul. Buku setebal 232 halaman ini ternyata isinya adalah kumpulan quote. Quote dari si penulis buku? Oh, tidak. Quote dari banyak public figure dunia.

Gb.2 Daftar Isi

Kalau melihat daftar isinya pada Gambar 2, maka dari halaman tujuh hingga halaman 122, berisi kumpulan quote tentang teman dan persahabatan. Sedangkan dari halaman 123 sampai akhir berisi quote tentang keluarga, ayah, dan ibu.

Saya kutip dua quote di buku ya:

"Waspadalah terhadap lingkungan yang kaupilih, karena lingkungan akan membentukmu. Berhati-hatilah dengan teman yang kaupilih, karena kau akan menjadi seperti mereka" (W. Clement Stone)

W. Clement Stone adalah seorang pebisnis Amerika dan seorang penulis buku.

"Kata paling indah yang keluar dari bibir manusia adalah kata "ibu", sedangkan panggilan paling indah adalah kata "ibuku". Sebuah kata yang indah dan merdu, yang keluar dari dasar kalbu. Ibu adalah segala-galanya. Ia adalah penghibur kala ditimpa kesusahan, harapan dalam kesedihan, dan kekuatan dalam kelemahan." (Kahlil Gibran)

Kahlil Gibran, sudah tahu kan, siapa dia?

Gb.3 Isi Dalam Buku

Isi dalam bukunya seperti gambar nomor tiga. Sepanjang halaman penuh quote. Jadi paham kan kenapa tulisan ini saya beri judul "Penulis Buku yang Tidak Menulis Sendiri Konten Bukunya." Karena memang si penulis tidak menulis sendiri quote-quote di dalam buku. Ia hanya mengumpulkan quote dari berbagai sumber dan menyusunnya menjadi sebuah buku.

Salahkah? Tidak, tentu saja tidak salah. Penerbit tentu sudah lebih dari tahu tentang urusan copyright dan lain-lain yang mungkin timbul jika menerbitkan buku seperti ini. Selain itu, buku semacam ini juga bukan hanya buku ini. Saya pernah menjumpai buku sejenis, bahkan laris manis. Isinya kumpulan cerita inspiratif yang biasa kita baca di broadcast-broadcast whats app. 

Yang ingin saya tekankan di sini, kadang untuk menjadi penulis, kamu tidak perlu bingung memikirkan konten. Kamu cukup harus jeli apa yang kira-kira dibutuhkan pembaca. Dan kumpulkan itu dari berbagai sumber. Tentu saja selain jeli, yang dibutuhkan adalah ketekunan dan ketelatenan untuk menyalin ulang permasalahan yang hendak kamu bukukan itu.

Apakah layak disebut penulis? 

Menurut saya layak-layak saja. Tapi cukuplah melakukannya di awal-awal debut. Penulis pemula bolehlah menyusun buku dari memulung kisah di sana-sini. Tapi setelah satu dua buku, tentunya kamu ingin menyusun sebuah buku yang mulai dari awal hingga akhirnya berisi pemikiranmu sendiri. 

Nah, bagaimana? Apakah kamu siap untuk menyusun buku pertamamu? Kira-kira buku apa yang dicari orang sekarang-sekarang ini? Kumpulan resep masakan praktis dan resep ramuan herbal mungkin merupakan hal yang banyak dicari orang saat ini. Tapi sebaiknya jangan langsung kopas. Praktikkan dulu resepnya, sehingga saat menuliskan ulang, ada sentuhan personal yang kamu bubuhkan di bukumu.**



Selasa, 27 Juli 2021

[Resensi]: My Coach My Prince

Judul        : My Coach My Prince

Penulis     : Rintas

Tahun       : 2021 

Tebal        : 170

Penerbit    : Bhuana Ilmu Populer (Edisi digital)

ISBN        : 978-623-04-0578-5

My Coach My Prince


Setelah sekian lama tidak membaca teenlit, akhirnya selesai juga satu teenlit saya baca sekali duduk. Kali ini saya membaca via Gramedia Digital, sebuah novel teenlit berjudul "My Coach My Prince."

Novel ini menceritakan seorang gadis kuliahan bernama Renatta. Renatta ini punya dua sahabat cewek yang sangat sayang sama dia. Mereka bertiga sahabatan dari SMP dan janjian kuliah di kampus yang sama. Tapi Renatta ini ngekos, sedangkan dua sahabatnya tinggal di apartemen.

Nah, si Renatta ini punya kebiasaan laperan dan suka juga makan sampai semeledaknya perut (wuih, istilah penulisnya ini sangar juga ya, semeledaknya perut, kekgimana itu). Suatu ketika si Renatta muntah di depan cowok cool tetangga kosannya, yang lalu menolong dia masuk kamar, bahkan beliin obat segala. Si cowok ini namanya Daren.

Renatta terkesan dengan kebaikan Daren dan malah kepikiran mau olah raga supaya agak sehat. Besoknya dia pergi ke taman kota untuk olah raga, tapi karena badannya masih kurang fit, eeeh dia debuuuum! lagi alias pingsan. Yang nolongin tak lain dan tak bukan adalah Daren lagi, tetangga kosan yang kebetulan lagi di lokasi yang sama.

Aih, adegan kebetulannya ftv banget gak sehhh...

Setelah nganterin Renatta ke IGD, Daren malah kepikiran untuk menolong Renatta lebih jauh. Ia menawarkan diri untuk menjadi coach Renatta buat olah raga, agar badannya sehat. Soalnya hasil tes darah Renatta tuh, dia ada gejala pre-diabetes gitu. Bahaya kalau nggak segera diatasi. Renatta pun setuju. Mulai sejak itu ada jadwal mereka berdua tiap pagi lari ke taman kota. 

Suit ... suit ... udah berasa kan, alurnya mau belok kemana...

Suatu waktu pas mereka olah raga, eeh malah Daren yang giliran pingsan karena sakit. Renatta pun membantu membawa Daren ke tempat kos. Renatta mengurus Daren sampai demamnya turun. Di situlah Daren mulai tau bahwa Renatta walaupun nyebelin, punya rasa khawatir dan rasa kesetiakawanan yang kuat (halaman 39).

Selain olah raga bareng, mereka juga makin dekat karena saat makan bareng, Renatta curhat tentang masa lalunya sebagai korban bully (halaman 43). Daren pun menghibur Renatta dengan tulus.

"Selagi kamu bisa mempercantik hati kamu, semuanya juga bakal terpancar gimana pun bentuk fisik kamu. Big is beautiful, Ren, and I hope my big girl doesn't cry."

Gitu kata Daren ... uhuy banget, kan?

Setelah tiga bulan, berat badan Renatta turun sepuluh kilo. Badannya lebih sehat. Dia merayakan hal ini dengan makan-makan sama Daren dan dua sahabatnya. Pulang makan, Daren minta ditemani beli jam tangan buat kakaknya suami istri - jam tangan couple. Daren minta Renatta yang pilihin jam. Ada jam yang Renatta suka, tapi ndak cocok buat kakak Daren. Tanpa setahu Renatta, selain beli jam tangan buat hadiah kakakknya, Daren juga beli jam yang Renatta suka, dan menyerahkannya pada cewek itu.

Unch, manis banget kaaan, mana cara nyerahinnya tuh bikin gemes, aku pun jika dikasih kayak gitu bakalan gak bisa tidur, kelap-kelip aja mata macam lampu di kota.

Masalah muncul saat Daren mengantar Renatta ke kampus. Ternyata Fani, cewek yang paling tenar di jurusannya Renatta, pernah naksir Daren. Panas dia lihat Daren ngantar Renatta, sedangkan dulu Daren nolak dia mentah-mentah. Fani marah-marah secara terbuka ke Daren.

"Selama ini kamu selalu nolak jalan sama aku, kenapa sekarang malah asik-asikan sama cewek gedebok pisang." (halaman 60).

Jahatnya Fani, walau Renatta sedikit ndut, janganlah nyerang fisik. Gak bermartabat banget cewek yang nyerang fisik cewek lain kan. Mana woman support womannya donk ach!

Daren meminta Renatta tidak perlu mempedulikan Fani. Nadia dan Wini, dua sahabat Renatta menemani Renatta dan baru ngeh arloji couple di tangan Renatta dan Daren. Mereka curiga Daren menyimpan rasa buat Renatta. Tapi Renatta berkeras bahwa ia dan Daren hanya teman biasa.

Sepulang kuliah, Daren menjemput Renatta dan ngajak makan. Sambil makan, Daren cerita tentang mantannya yang meninggalkannya gara-gara materi. Nama mantannya itu Ilvi. Dulu Daren miskin, lalu Livi beralih ke lain hati. Daren gantian nanya apa Renatta pernah pacaran. Tapi Renatta berkelit, cewek gendut seperti dirinya siapa yang mau macarin.

Ternyata itu pertemuan mereka terakhir, esoknya Daren pamit KKN. Tapi anehnya ada orang mindahin barang-barang Daren dari kamar kosannya. Hape Daren juga nggak bisa dihubungi. Renatta bingung temannya tiba-tiba menghilang tanpa pesan, tapi lalu Daren mengirim surat kepadanya meminta maaf karena tidak sempat pamit.

Seperti suka ngilang tiba-tiba, Daren juga muncul tiba-tiba seusai KKN-nya. Waktu itu Renatta sudah agak peduli dengan penampilan dan sedikit dandan. Tapi Daren malah nggak suka Renatta dandan. Dia ingin Renatta apa adanya saja. Daren ngajak Renatta jalan tapi mereka malah ketemu Ilvi. Mantan Daren itu nangis-nangis ngajak Daren balikan.

Renatta sudah tidak kuat dengan perasaannya yang up and down terhadap Daren. Ia menyadari ia jatuh sayang sama Daren, tapi ia juga ingin sahabatnya itu bahagia. Maka dengan tekad bulat, Renatta mengikuti program pertukaran pelajar ke Singapura. Ia mau menjauh dan pergi dari Daren. Ia ingin Daren bahagia dengan Ilvi.

Tak dinyana di Singapura, Renatta ketemu lagi dengan Daren. Daren waktu itu sedang ke kafe, dan Renata sedang kerja part time sebagai waiters. Daren sedang dalam rangka ngabur dari rumah karena keluarganya memaksanya nikah sama Ilvi yang tak dicintainya lagi. Daren surprais karena Renatta sudah langsing dan cantik.

Renatta sempat ngabur lagi dari Daren tapi mereka bertemu lagi dalam kondisi Daren sakit. Renatta tak mungkin meninggalkannya. Banyak yang dibahas antara keduanya. Guyonan kasar antar sahabat karib juga masih sering mereka lontarkan satu sama lain. Tapi mereka pun tahu mereka telah saling memiliki rasa cinta satu sama lain.

Akhirnya mereka pulang ke Jakarta, dan di sebuah cafe, Daren melamar Renatta. Happy ending!

Wah, akhirnya selesai juga resensi bukunya. Lama juga ngerjainnya, padahal baca bukunya cepet. Semoga kalian suka, ya. Buku ini dapat kalian baca melalui laman Gramedia Digital. Kalau versi cetaknya sepertinya belum ada. Selamat membaca...




Sabtu, 03 Juli 2021

Camilan Sore

Hai, kali ini aku mau cerita tentang camilan sore hariku. Kalau dibilang wanita itu suka ngemil, aku setuju saja. Kalau pas mood, memang rasanya mulut ini selalu ingin mengunyah. Tapi kalau pas lagi nggak ada apa-apa di rumah ya santai aja tuh, nggak nyari-nyari (ya iyalah, masak terus mau nyemilin kursi di rumah). Sore ini sehabis pulang dari setor minyak jelantah di sesebank sampah, aku mampir di alfamidi ngambil duit, terus sekaligus nyempetin beli camilan yang langsung aku makan setiba di rumah. Aku beli kacang sangrai atau roasted peanut yang ada keterangannya panggang pasir. Mereknya ini merek internal Alfamidi. Aku juga beli susu ultra kemasan 200 ml yang rasa taro.
Kacang sangrai
Ultra milk rasa taro

Nah, kacang sangrainya itu rasanya hambar. Kalau di ingredients, memang komposisinya hanya kacang dan garam doang, tapi berasa nggak ada garamnya sama sekali. Ya, jadinya murni rasa kacang gitu, yang rada-rada gurih dikit. Tapi bagus juga sih jadi nggak nyebabin darah tinggi karena gak asin, kan. Tertulis juga kudapan ini free kolesterol. Makan kacang ini bikin aku ingat papaku di Malang. Beliau seneng banget kacang kayak gini. Belinya biasanya di pasar, beli kiloan gitu. 

Oiya buat kamu yang suka makanan yang tasty, ya kacang ini nggak saya rekomendasiin banget. Tapi buat kamu yang mau sehat, kacang ini bagus banget dimakan sebagai camilan kalau mulut lagi pengen ngunyah, tapi nggak pengen gemuk. Begitu.

Kalau susu ultranya rasanya manis gurih gitu, enak sudah kuminum sampai habis. Belum ada lawan sih susu ultra buat aku juaranya emang, hehe. Ini bukan endors, lho.**

Rabu, 31 Maret 2021

[Resensi] Siapa Memelihara Ketulusan, Akan Menuai Keberhasilan

 


Judul Buku       : Tragedi Apel & Buku Ajaib Jiko

Penulis             : Yosep Rustandi

Penerbit          : Indiva Media Kreasi

Halaman         : 157

Harga              : Rp40.000,00

 

            Buku “Tragedi apel & Buku Ajaib Jiko”, menceritakan tentang kisah Jiko dan teman-temannya. Mereka adalah anak-anak yang lahir dari keluarga miskin. Ayah Jiko adalah seorang buruh angkut di pasar, dan ibunya bekerja di laundry – mencuci dan menyeterika pakaian (halaman 86). Dengan keterbatasan hidup keluarga ini, Jiko memilih tidak sekolah di sekolah formal, melainkan belajar di Sanggar Hati. Sanggar Hati adalah sebuah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang peduli terhadap anak-anak jalanan dan anak miskin perkotaan (halaman 16). Dengan Bu Rara sebagai ketua, Sanggar Hati mengajari anak-anak keluarga miskin membaca, menulis, berhitung, dan memberikan motivasi agar mereka bersemangat dalam menjalani hidup yang keras. Selain Bu Rara dan beberapa volunteer dewasa lainnya sebagai pengajar, Sanggar Hati juga menerima remaja SMA sebagai volunteer untuk mengajar anak-anak. Yasmin, adalah salah satu remaja SMA yang menjadi pengajar anak-anak di Sanggar Hati. Yasmin memiliki sahabat bernama Dini dan Dini ini juga tertarik untuk mengikuti jejak sahabatnya. Namun, sebuah peristiwa membuat Dini merasa tidak respek pada sebagian anak yang belajar di Sanggar Hati.

            Secara tidak sengaja, dalam situasi yang tidak mengenakkan, Dini bertemu dengan Jiko dan Alin, sahabat Jiko. Waktu itu Dini sedang membeli apel dan sudah membayar. Ia kaget dan tidak sempat menyelamatkan apelnya ketika Alin dengan secepat kilat lari melewatinya sambil menyambar kantung berisi apel yang dipegangnya! Di belakang Alin, Jiko yang selalu memegang buku, ikut berlari. Dini berteriak “Maling!”, namun langkah kedua anak tersebut terlalu cepat (halaman 9).

            Saat itu, Jiko sebenarnya kaget juga. Ia tidak menyangka Alin akan menjambret apel yang dipegang Dini. Ia hanya penasaran dan mengikuti sahabatnya yang bermuka murung. Tapi karena situasi berubah menjadi rusuh, jalan satu-satunya yang dapat dilakukannya hanyalah mengikuti Alin berlari sambil membawa apel. Malangnya saat mereka sudah lepas dari kejaran orang-orang, mereka bertemu trio Atan, Sura, dan Wira. Trio ini adalah geng anak nakal yang suka usil (halaman 11). Trio yang dipimpin Atan ini ingin merebut apel yang dicuri Alin. Saat mereka bertengkar, jatuhlah apel ke sungai dan hanyut.

            Jiko sendiri sebenarnya adalah anak yang cerdas dan suka belajar. Ia merupakan murid favorit Yasmin di Sanggar Hati. Jiko cepat belajar dan suka membaca buku. Buku apapun ia baca sehingga ia banyak pengetahuan. Jiko juga sangat dekat dengan Yasmin dan mengidolakan Teh Yasmin yang baik. Jiko sering bercerita tentang Alin pada Yasmin. Alin hidup hanya berdua dengan emaknya yang sakit-sakitan dan tidak kuat lagi bekerja. Sedangkan bapak Alin sudah lama meninggal. Sebenarnya alasan Alin mencuri apel adalah untuk diberikan pada ibunya yang sedang sakit, walaupun kemudian Alin kebingungan cara memberikan apel untuk emaknya tanpa menjelaskan dari mana apel itu berasal.

            “Emakku jangan sampai tahu apel ini dapat dari nyuri,” ucap Alin pada Jiko, saat mereka menemukan kantung apel yang hanyut tersangkut.

            “Tapi kenapa? Kata buku, kita tidak boleh berbohong pada orangtua!” sentak Jiko.

            Alin berkeras, karena emaknya tidak akan mau makan apel hasil curian. Bahkan ayam goreng dan rolade daging yang ia dapat dari makan di rumah orang yang sedang punya hajat saja tidak dilirik oleh emaknya. Emak Alin yang sedang sakit, hanya mau makan makanan halal dan ia selalu bertanya dari mana Alin mendapatkan makanan. Akhirnya kedua sahabat itu malah bingung apelnya hendak diapakan. Kemudian Jiko punya ide bagaimana kalau mereka menanam bibit apel saja. Mereka bekerja membantu Pak Sanwirya yang berjualan bibit tanaman dan meminta upah berupa bibit apel. Setelah dua hari bekerja, Pak Sanwirya benar-benar memberi mereka bibit apel. Tingginya sekitar 20 cm dan mereka menanamnya di balik ilalang, tersembunyi dari mata orang lain (halaman 63).

            Dini sahabat Yasmin akhirnya benar-benar mengajar di Sanggar Hati. Pada saat ia mengajar itulah ia melihat Jiko dan memastikan bahwa salah satu anak yang mencuri apelnya adalah Jiko. Dini berusaha mengejar, tapi Jiko lari sekencangnya (halaman 76). Jiko lari menuju rumah Alin dan menemukan sahabatnya itu sedang pusing memikirkan emaknya. Jiko enggan kembali belajar di Sanggar Hati karena ada Dini. Jiko ingin pindah ke sekolah negeri saja.

            Yasmin tidak percaya Jikolah yang mencuri apel Dini. Seandainya pun Jiko yang melakukannya, Yasmin yakin ada penjelasan yang masuk akal di balik itu. Maka dengan dibantu Dini dan Doni, kakak Dini – Yasmin melakukan pengintaian terhadap Jiko (halaman 109). Mereka sengaja meletakkan kardus-kardus bekas di tempat sampah rumah Tante Dini, yang terletak di kompleks perumahan di mana Jiko sering memulung sampah. Dini jadi tahu sisi lain anak pinggiran yang miskin, yang harus mengorek-ngorek sampah untuk mengambil barang bekas yang masih bisa dijual lagi.

            Sudah terlalu lama Jiko tidak muncul untuk belajar di Sanggar Hati. Akhirnya, Yasmin mencari alamatnya dan menemui ibu Jiko. Awalnya Jiko hendak lari, namun Yasmin memastikan bahwa Dini tidak marah lagi pada Jiko. Yasmin mengajak Jiko ke Sanggar Hati dan menanyai Jiko mengapa ia mencuri apel. Jiko bercerita tentang Alin yang mencuri apel untuk ibunya yang sedang sakit. Yasmin, Dini, dan Dino akhirnya menemui Alin dan ibunya.  Alin mengembalikan apel yang masih utuh dalam kantung kepada pemilik aslinya yaitu Dini. Setelah memahami duduk permasalahannya, Yasmin, Dini, dan Doni membawa ibu Alin untuk menjalani pemeriksaan medis.

            Kisah apel belum berakhir sampai di sini. Masih ingat bibit apel kecil yang ditanam Jiko dan Alin? Kadang ia berbunga, dan esoknya gugur. Namun kedua anak yang menanamnya tidak patah semangat. Mereka berdua memang anak-anak miskin, dan mereka mungkin pernah berbuat salah. Namun mereka adalah anak-anak yang masih memiliki hati nurani, paham mana yang salah dan mana yang benar. Di akhir cerita digambarkan oleh penulis, bahwa keduanya kelak menjadi pengusaha apel yang cukup sukses. Itulah hikmah dari perjalanan secuil kisah kehidupan Jiko dan Alin bersama Yasmin dan Dini. Barang siapa yang memelihara ketulusan, akan menuai keberhasilan kelak.** 





COPYRIGHT © 2017 | THEME BY RUMAH ES