Senin, 19 September 2016

Membuat E-KTP

Pagi ini saya diantar suami pergi ke kecamatan Biringkanaya, untuk mengurus pembuatan E-KTP. Karena beberapa minggu sebelumnya suami sudah pernah mengurus, jadi saya sudah tahu persyaratan apa yang harus disiapkan. Syaratnya mudah, yaitu fotokopi kartu keluarga dan fotokopi ijazah terakhir. Kami langsung berangkat setelah absen di kantor. Belum pukul 08.00 ketika kami tiba di kecamatan, tapi yang mengantri terlihat mulai ramai.

Suami memasukkan berkas dan kemudian kami duduk berdua menunggu nama saya dipanggil. Tak sampai satu jam (kayaknya nggak sampai satu jam, tapi perasaan lama banget karena saya sampai ngantuk-ngantuk), nama saya dipanggil dan saya segera masuk. Saya mendapatkan nomor antrean foto, yaitu nomor 24. Saya keluar duduk lagi menunggu dengan sabar (lumayan sambil melakukan hal-hal geje di grup WA SD).

Kurang dari setengah jam, nomor saya dipanggil. Saya masuk dan disuruh menunggu panggilan foto bersama semua orang dengan nomor antrean 16-25. Seorang petugas menaikkan volume suara menyuruh orang-orang yang tidak berkepentingan untuk keluar dulu. Hmm, dalam ruangan tunggu yang juga berfungsi sebagai ruang macam-macam urusan itu sudah sangat penuh. Saya pun hanya bisa menunggu (backsound: lagu kumenunggu, dari Rossa)

Nomor antrean 24!
Saya masuk ke ruangan lain di mana seorang mas-mas menghadap komputer sedang meladeni seorang pemuda untuk menjalani rangkaian pembuatan E-KTP. Jadi begini, awalnya saya disuruh duduk manis menunggu giliran si pemuda. Sambil menunggu tentu saja saya cermat mengamati tahapan apa saja yang harus dilakukan.

1. Duduk tenang di depan kamera. Serahkan berkas fotokopi KK dan ijazah pada mas-mas yang bertugas. Sebenarnya kurang tepat aku memanggilnya mas-mas. Mungkin daeng-daeng lebih tepat. Si daeng akan mengetik data nomor induk dan nama di layar komputer. Memastikan bahwa namamu adalah nama yang tertera di KK. Lalu dia akan menarik layar di tembok belakangnya untuk memberi background merah sebagai latar foto, dan menyuruhmu menatap kamera.

2. "Senyum," itu pesannya sebelum merekam detil wajah dengan kamera. Wah, terus terang saya senang dengan arahan untuk tersenyum itu. Berarti foto KTP akan menjadi terlihat lebih menarik dengan senyum senyum bertebaran. Tapi kenyataannya saya tidak bisa senyum terlalu lebar. Karena saya tidak yakin apakah senyum yang dimaksud itu cukup menyunggingkan sedikit bibir agar terlihat melengkung ke atas, atau senyum lebar, atau senyum sok imut. Ah, seharusnya tadi saya tanyakan.

3. Setelah difoto, saya harus tanda-tangan elektrik, merekam sidik jari, tanda tangan sekali lagi. Terakhir keluar untuk mendapatkan resi pengambilan E-KTP yang akan jadi tanggal 27 Oktober 2016. Berarti sebulan lebih. Yah, tak apa. Menunggu saja dengan sabar.

Demikianlah tahap-tahap pembuatan E-KTP. Tidak susah dan tidak pakai lama (nunggu jadinya aja yang lama sebulan lebih). Apalagi kalau ngantrenya mulai pagi-pagi sekali.

Ini KTP lama saya yang masih dibuat secara manual.

Jumat, 02 September 2016

Jangan Menolak Tua

Semingguan ini punggungku terasa panas. Bukan, bukan karena kelamaan duduk menghadap laptop menyusun laporanku yang tertunda. Kalau karena hal itu, biasanya muncul saat aku sudah tiga jam duduk. Tapi ini … panas punggung terasa mulai dari saat aku bangun tidur sampai aku tidur lagi. Pas tidur nggak terasa lagi. Ya iyalah.

*
Aku sudah diskusi dengan bidan pribadiku, ciee, bidan pribadi. Benar, temanku, sahabatku Dyah yang jadi bidan di pelosok Tuban, sudah kutahbiskan menjadi penasihat medis pribadiku. Terserah dia keberatan atau tidak, wong konsulnya juga hanya sebatas ngobrol di WA. Hahaha. Nah, bidan manis itu sudah setengah memaksaku minum simvastatin untuk kolesterolku. Tak apa minum obat dari pada kamu selalu berkeluh kesah, katanya. Tapi yah, daku memang bandel dan bertahan hanya menjalani terapi koles dengan mengurangi makanan berlemak dan olah raga. Gaya banget ya? Hmmm.
*
Nah, berhubung panas punggung terasa makin mengganggu, akhirnya aku menyerah dan segera pergi ke dokter sekaligus konsul tentang hasil cek kolesterolku tempo hari. Dokter mendengarkan keluhanku dengan seksama, lalu bertanya. 
“Ibu umur berapa?”
Di depan dokter, untuk alasan kesehatan, Anda tidak dapat menjawab pertanyaan semacam itu dengan candaan: “Dokter mau tau aja, apa mau tau bangeeet?”
Akhirnya kusebutlah angka sakral itu. 
*
“Baiklah, Bu Indah. Semua gejala yang Ibu sebutkan itu wajar saja untuk orang seusia Ibu.”
What?
“Dengan bertambahnya usia, secara normal semua organ-organ tubuh akan mengalami penurunan fungsi. Ibu harus menerima kenyataan ini.”
What?
Apakah tampak di dahiku tulisan “Menolak Tua”, Bu Dokter yang terhormat?
Tapi aku hanya menanggapi dengan tawa dan senyum manis, … 
“Hehee, iya, Dok. Saya menolak tua.” Dokter pun tertawa … entah apa arti tawanya. Apakah karena dia juga sama sepertiku? Huehehe. 
*
Kami pun berdiskusi mengenai pengobatan yang harus kujalani. Dan aku diberinya tiga resep obat yaitu: Vitamin B kompleks untuk pegal-pegal, penahan nyeri untuk sakit punggungku, dan simvastatin untuk si koles. Plus … tetap hidup sehat banyak minum air putih, kurangi gorengan, kurangi protein hewani, perbanyak asupan buah dan sayur, serta rajin olah raga.
*
Kamu gimana, sudah hidup sehat, kan? Sudah minum air putih, belum? Makan buah dan sayur? Sudah berhenti merokok? Sudah olah raga? Keep healthy… 
*
Oh, ya ... postingan ini sebelumnya kutulis sebagai status facebook. Dan ada komentar yang bagus dari seorang sahabatku yang juga seorang dokter. Baiklah akan kusalin saja di sini. Himbauan dari Kementerian Kesehatan, kita harus CERDIK mengelola kesehatan.

C -- Cek kesehatan rutin
E -- Enyahkan asap rokok
R -- Rajin Olah Raga
D -- Diet Seimbang
I -- Istirahat cukup
K -- Kelola Stress dengan baik

Yuk, tetap sehat dan jadilah orang yang CERDIK...




Menua menjadi memesona (kupu-kupu)
COPYRIGHT © 2017 | THEME BY RUMAH ES