Rabu, 31 Maret 2021

[Resensi] Siapa Memelihara Ketulusan, Akan Menuai Keberhasilan

 


Judul Buku       : Tragedi Apel & Buku Ajaib Jiko

Penulis             : Yosep Rustandi

Penerbit          : Indiva Media Kreasi

Halaman         : 157

Harga              : Rp40.000,00

 

            Buku “Tragedi apel & Buku Ajaib Jiko”, menceritakan tentang kisah Jiko dan teman-temannya. Mereka adalah anak-anak yang lahir dari keluarga miskin. Ayah Jiko adalah seorang buruh angkut di pasar, dan ibunya bekerja di laundry – mencuci dan menyeterika pakaian (halaman 86). Dengan keterbatasan hidup keluarga ini, Jiko memilih tidak sekolah di sekolah formal, melainkan belajar di Sanggar Hati. Sanggar Hati adalah sebuah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang peduli terhadap anak-anak jalanan dan anak miskin perkotaan (halaman 16). Dengan Bu Rara sebagai ketua, Sanggar Hati mengajari anak-anak keluarga miskin membaca, menulis, berhitung, dan memberikan motivasi agar mereka bersemangat dalam menjalani hidup yang keras. Selain Bu Rara dan beberapa volunteer dewasa lainnya sebagai pengajar, Sanggar Hati juga menerima remaja SMA sebagai volunteer untuk mengajar anak-anak. Yasmin, adalah salah satu remaja SMA yang menjadi pengajar anak-anak di Sanggar Hati. Yasmin memiliki sahabat bernama Dini dan Dini ini juga tertarik untuk mengikuti jejak sahabatnya. Namun, sebuah peristiwa membuat Dini merasa tidak respek pada sebagian anak yang belajar di Sanggar Hati.

            Secara tidak sengaja, dalam situasi yang tidak mengenakkan, Dini bertemu dengan Jiko dan Alin, sahabat Jiko. Waktu itu Dini sedang membeli apel dan sudah membayar. Ia kaget dan tidak sempat menyelamatkan apelnya ketika Alin dengan secepat kilat lari melewatinya sambil menyambar kantung berisi apel yang dipegangnya! Di belakang Alin, Jiko yang selalu memegang buku, ikut berlari. Dini berteriak “Maling!”, namun langkah kedua anak tersebut terlalu cepat (halaman 9).

            Saat itu, Jiko sebenarnya kaget juga. Ia tidak menyangka Alin akan menjambret apel yang dipegang Dini. Ia hanya penasaran dan mengikuti sahabatnya yang bermuka murung. Tapi karena situasi berubah menjadi rusuh, jalan satu-satunya yang dapat dilakukannya hanyalah mengikuti Alin berlari sambil membawa apel. Malangnya saat mereka sudah lepas dari kejaran orang-orang, mereka bertemu trio Atan, Sura, dan Wira. Trio ini adalah geng anak nakal yang suka usil (halaman 11). Trio yang dipimpin Atan ini ingin merebut apel yang dicuri Alin. Saat mereka bertengkar, jatuhlah apel ke sungai dan hanyut.

            Jiko sendiri sebenarnya adalah anak yang cerdas dan suka belajar. Ia merupakan murid favorit Yasmin di Sanggar Hati. Jiko cepat belajar dan suka membaca buku. Buku apapun ia baca sehingga ia banyak pengetahuan. Jiko juga sangat dekat dengan Yasmin dan mengidolakan Teh Yasmin yang baik. Jiko sering bercerita tentang Alin pada Yasmin. Alin hidup hanya berdua dengan emaknya yang sakit-sakitan dan tidak kuat lagi bekerja. Sedangkan bapak Alin sudah lama meninggal. Sebenarnya alasan Alin mencuri apel adalah untuk diberikan pada ibunya yang sedang sakit, walaupun kemudian Alin kebingungan cara memberikan apel untuk emaknya tanpa menjelaskan dari mana apel itu berasal.

            “Emakku jangan sampai tahu apel ini dapat dari nyuri,” ucap Alin pada Jiko, saat mereka menemukan kantung apel yang hanyut tersangkut.

            “Tapi kenapa? Kata buku, kita tidak boleh berbohong pada orangtua!” sentak Jiko.

            Alin berkeras, karena emaknya tidak akan mau makan apel hasil curian. Bahkan ayam goreng dan rolade daging yang ia dapat dari makan di rumah orang yang sedang punya hajat saja tidak dilirik oleh emaknya. Emak Alin yang sedang sakit, hanya mau makan makanan halal dan ia selalu bertanya dari mana Alin mendapatkan makanan. Akhirnya kedua sahabat itu malah bingung apelnya hendak diapakan. Kemudian Jiko punya ide bagaimana kalau mereka menanam bibit apel saja. Mereka bekerja membantu Pak Sanwirya yang berjualan bibit tanaman dan meminta upah berupa bibit apel. Setelah dua hari bekerja, Pak Sanwirya benar-benar memberi mereka bibit apel. Tingginya sekitar 20 cm dan mereka menanamnya di balik ilalang, tersembunyi dari mata orang lain (halaman 63).

            Dini sahabat Yasmin akhirnya benar-benar mengajar di Sanggar Hati. Pada saat ia mengajar itulah ia melihat Jiko dan memastikan bahwa salah satu anak yang mencuri apelnya adalah Jiko. Dini berusaha mengejar, tapi Jiko lari sekencangnya (halaman 76). Jiko lari menuju rumah Alin dan menemukan sahabatnya itu sedang pusing memikirkan emaknya. Jiko enggan kembali belajar di Sanggar Hati karena ada Dini. Jiko ingin pindah ke sekolah negeri saja.

            Yasmin tidak percaya Jikolah yang mencuri apel Dini. Seandainya pun Jiko yang melakukannya, Yasmin yakin ada penjelasan yang masuk akal di balik itu. Maka dengan dibantu Dini dan Doni, kakak Dini – Yasmin melakukan pengintaian terhadap Jiko (halaman 109). Mereka sengaja meletakkan kardus-kardus bekas di tempat sampah rumah Tante Dini, yang terletak di kompleks perumahan di mana Jiko sering memulung sampah. Dini jadi tahu sisi lain anak pinggiran yang miskin, yang harus mengorek-ngorek sampah untuk mengambil barang bekas yang masih bisa dijual lagi.

            Sudah terlalu lama Jiko tidak muncul untuk belajar di Sanggar Hati. Akhirnya, Yasmin mencari alamatnya dan menemui ibu Jiko. Awalnya Jiko hendak lari, namun Yasmin memastikan bahwa Dini tidak marah lagi pada Jiko. Yasmin mengajak Jiko ke Sanggar Hati dan menanyai Jiko mengapa ia mencuri apel. Jiko bercerita tentang Alin yang mencuri apel untuk ibunya yang sedang sakit. Yasmin, Dini, dan Dino akhirnya menemui Alin dan ibunya.  Alin mengembalikan apel yang masih utuh dalam kantung kepada pemilik aslinya yaitu Dini. Setelah memahami duduk permasalahannya, Yasmin, Dini, dan Doni membawa ibu Alin untuk menjalani pemeriksaan medis.

            Kisah apel belum berakhir sampai di sini. Masih ingat bibit apel kecil yang ditanam Jiko dan Alin? Kadang ia berbunga, dan esoknya gugur. Namun kedua anak yang menanamnya tidak patah semangat. Mereka berdua memang anak-anak miskin, dan mereka mungkin pernah berbuat salah. Namun mereka adalah anak-anak yang masih memiliki hati nurani, paham mana yang salah dan mana yang benar. Di akhir cerita digambarkan oleh penulis, bahwa keduanya kelak menjadi pengusaha apel yang cukup sukses. Itulah hikmah dari perjalanan secuil kisah kehidupan Jiko dan Alin bersama Yasmin dan Dini. Barang siapa yang memelihara ketulusan, akan menuai keberhasilan kelak.** 





COPYRIGHT © 2017 | THEME BY RUMAH ES