Selasa, 05 Mei 2020

Ada CAHAYA di matamu

Hai, sobat maya yang dirahmati Allah. Alhamdulillah kita masih dapat bersua walau hanya melalui tulisan. Kali ini saya mau membahas tentang kesehatan mata. Tepatnya bukan kesehatan sih, kebalikannya justru gangguan mata yang ingin saya ceritakan.



Sobat maya biasanya kalau ada gangguan mata karena apa? Kemasukan debu alias kelilipan, kena karbol air kolam renang sehingga perih, ketularan tetangga yang belekan, atau kenapa? Nah, baru-baru ini saya mengalami gangguan mata. Gangguan mata itu terjadi di mata kiri, bentuknya adalah munculnya sinar terang di ekor mata ... seperti sinar yang menetes lambat di ujung mata satu, dua, tiga kali, lalu hilang.

Awalnya saya kira rambut saya basah dan sinar itu berasal dari pantulan cahaya yang terkena air, tapi rambut saya kering, kok. Dan sinar ini mulai rutin muncul setiap dua jam. Apakah mata saya sakit saat sinar itu muncul? Nggak sama sekali. Jadi saya nggak sakit mata, tapi ada gangguan penglihatan.

Dua sampai tiga hari gejala ini saya biarkan, lalu di hari ketiga saya cerita ke suami. Suami langsung semangat menuduh hal itu adalah lantaran saya keseringan main hape. Doweeeng ... hmmm, alamat dilarang hape-hapean niy, hihihi. Karena penasaran dan tak mau si hape disalahkan, saya mulai googling dengan kata kunci: kilatan cahaya di mata.

Dan di situs ini saya menemukan informasi:
Fenomena seperti melihat kilatan cahaya (flashes) di mata dalam istilah medis dikenal dengan photopsia (fotopsia). Fotopsia adalah kondisi yang dapat memengaruhi satu atau dua mata sekaligus. Gejalanyapun dapat menghilang dengan cepat, terjadi sesekali atau berulang dalam waktu yang lama.

Masih menurut situs ini yang dikutip dari sebuah jurnal kesehatan mata, ada 32 kondisi medis yang dapat menyebabkan gejala fotopsia. Namun yang paling sering ada lima kondisi medis yaitu:

1. Posterior Vitreous Detachement (PVD)
PVD adalah perubahan alami yang terjadi di mata, akibat gel vitreous (gel yang mengisi mata) terpisah dari retina (lapisan syaraf yang peka cahaya di bagian belakang mata). Kondisi ini sering terjadi pada orang yang berusia di atas 60 tahun (batewey usia saya belum setua itu, ya).

2. Ablasio Retina
Retina adalah bagian mata yang berfungsi melapisi bagian dalam mata yang sensitif terhadap cahaya. Ablasio retina adalah kondisi bergesernya retina dari posisi normalnya. Kondisi ini harus ditangani segera untuk mencegah ablasi permanen yang berakibat kebutaan.

3. Degenerasi Makula Terkait Usia
Istilah medisnya adalah Age-related Macular Degeneration (AMD) yang umum terjadi di usia lebih dari 50 tahun. Makula adalah bagian mata yang membantu melihat lebih tajam ke depan. Seiring bertambahnya usia, makula akan memburuk dan menimbulkan sensasi kilatan cahaya di mata.

4. Migrain
Nah, kalau migrain pasti sudah pada tahu semua, kan? Migrain adalah jenis sakit kepala berulang yang bisa berpengaruh pada penglihatan. Fotopsia juga dapat terjadi pada saat kita mengalami migrain.

5. Neuritis Optik
Neuritis Optik adalah peradangan yang menyerang saraf optik atau saraf penglihatan. Kondisi ini umum terjadi pada orang yang memiliki multiple sclerosis (kondisi yang memengaruhi sel saraf otak dan tulang belakang)

Nah, berbekal informasi dari laman google ini, saya tidak langsung ke dokter tapi tes ombak dulu. Saya bertanya di sebuah grup WA tentang gangguan saya itu selain menanyakan alamat praktik dokter mata. Ada dua orang teman yang memberikan advis berikut rekomendasi obat.

Yang pertama, mengatakan pernah mengalami hal yang sama dengan saya tapi diagnosa dokter adalah efek kolesterol tinggi. Ia memakai vitamin mata untuk mengobati gangguan tersebut. Teman kedua, mengatakan mata saya lelah - setelah meminta izin untuk melihat kondisi mata (saya kirimkan tanda mata ... eh gambar mata berkedip padanya, eh nggak berkedip ding, biasa aja). Rekomendasinya adalah vitamin B untuk merelaxkan otot mata.

Sementara saya masih menunggu informasi klinik dokter mata yang buka di era covid ... dan ternyata sebagian tutup. Saat saya berpikiran untuk membeli vitamin mata seperti yang telah dipakai oleh teman saya, timbul ide menanyakan dulu pada seorang dokter umum (biasanya langsung WA tante tapi tante sudah meninggal ... huhuhu sedih lagi). Dokter umum kenalan ternyata langsung mengatakan cepat ke dokter mata. Jangan sembarangan memakai obat. Bahkan dia tidak berani memberikan rekomendasi obat apapun.

Kewaspadaan saya jadi meroket kalau ndak boleh bilang meningkat drastis. Awalnya menghindari rumah sakit tapi karena ternyata praktik dokter mata banyak yang tutup, akhirnya saya ke klinik BPJS dan dokter umum yang bertugas tanpa ba bi bu langsung memberikan rujukan ke klinik mata di rumah sakit terdekat.

Dokter mata yang melayani keluhan saya, seorang wanita muda yang ramah. Mukanya nggak kelihatan karena pakai masker. Ia didampingi seorang perawat laki-laki. Ia mendengarkan keluhan saya lalu melakukan pengecekan standar.

Setelah mengecek, ia minta izin meneteskan obat pada mata kiri saya. Obat itu gunanya untuk membantunya melihat melalui mikroskop (bukan mikroskop dink tapi alat periksa mata yang bisa mengeluarkan sinar terang itu...namanya kalau ndak salah SLIT LAMP?), sehingga bagian mata saya yang di belakang kelihatan. Obat itu akan melebarkan pupil mata saya. Efeknya saya akan mengalami pandangan kabur dan silau selama empat jam ke depan.

Mata kiri saya pun ditetesi dan saya disuruh keluar untuk menunggu obat bekerja selama lima belas menit.

Alhamdulillah selesai memeriksa, dokter menyatakan bahwa tidak terdapat gejala ablasio retina, namun...jika ingin mengetahuinya harus memakai alat funduskopi yang tidak ada di rumah sakit itu. Jadi saya harus dirujuk ke RS lain yang lebih lengkap alatnya. Secara singkat padat, dokter menjelaskan terkait keluhan saya, hampir mirip dengan isi situs yang pernah saya baca di atas.

Begini kira-kira penjelasan dokter:

Terkait keluhan ibu, ada tiga kemungkinan yaitu:

Tiga:
1. menipisnya syaraf-syaraf mata - dan ini bisa dilihat melalui alat yang tingkat ketelitiannya lebih tinggi seperti funduskopi
2. cikal bakal ablasio retina - kemungkinan ada syaraf yang mau lepas dan solusinya sama dengan nomor satu
3. PVD yaitu gejala mencairnya gel yang ada di bola mata

Untuk pengobatan, dokter memberikan obat tetes mata untuk diteteskan sehari empat kali pada mata kiri saya. Obat itu berguna untuk mengembalikan kekentalan gel bola mata. Jadi obat itu efektif untuk mengobati diagnosis ke tiga. Kalau sembuh berarti memang masalahnya ada pada gel bola mata, sedangkan bila masih ada gangguan saya disarankan datang kembali untuk dirujuk ke RS yang lebih lengkap alat-alatnya.

Begitulah ceritanya dan sampai hari saya mengetik ini, saya masih rutin meneteskan obat mata tersebut. Efeknya lumayan. Cahaya itu masih ada, namun sudah jauh berkurang. Satu renungan setelah mengalami gangguan ini, berarti saya sudah tua...karena gejala PVD biasanya terjadi pada usia manula.

Jadi sobat maya semua, jika ada CAHAYA lewat-lewat di matamu, jangan ge-er dulu bahwa tiba-tiba kamu punya kekuatan super jadi flashman atau flashwoman ya,  tapi segera periksa ke dokter mata. Dan siap-siap kalau diagnosisnya ternyata kamu sudah tua ... minimal penuaan dini. Byuh, byuh, tanda-tanda penulis cari teman.

Baiklah, menghadapi era corona ini, tetap sehat, tetap semangat, dan tetap jaga kesehatan, ya. Karena kesehatan kita sangat bernilai, bagi kita sendiri maupun bagi orang di sekitar kita.**





Senin, 04 Mei 2020

Tiga Hal yang Perlu dilakukan jika Harus Ke Fasilitas Kesehatan di Era Covid

Tak terasa sudah satu bulan lebih kita bagai terkungkung dalam penjara. Nggak bisa kemana-mana, karena ada bahaya corona di luar sana. Salah satu tempat yang sedapat mungkin dihindari, adalah fasilitas kesehatan seperti klinik, puskesmas dan rumah sakit. Kalau nggak benar-benar darurat, sebaiknya kita nggak ke dokter dulu, deh.

Sabtu, 25 April 2020, saya terpaksa harus ke fasilitas kesehatan untuk memeriksakan mata saya karena ada gangguan penglihatan (untuk detailnya nanti saya ceritakan dalam postingan tersendiri). Saya pergi ke klinik BPJS untuk mendapatkan advis dokter sekaligus rujukan ke dokter mata, bila memang diperlukan.

Pada kondisi normal, di depan apotek tempat klinik BPJS biasanya banyak motor berjajar, namun kali itu sepi. Ada tempat mencuci tangan di depan klinik, dan saya pun mencuci tangan saya sebelum masuk. Waktu mencuci tangan, saya melihat pengumuman di kaca klinik, bahwa para dokter di klinik itu menerima konsultasi melalui whatsapp.

Pemberitahuan di depan klinik

 Karena sudah terlanjur sampai di situ, saya pun masuk dan bertanya pada petugas pendaftaran. Setelah mendapatkan buku status medis, saya ternyata bisa langsung masuk ke ruang konsul dokter karena tidak ada pasien lain selain saya! Luar biasa covid-19, padahal biasanya ruang tunggu tak pernah sepi dari antrean!

Ruang tunggu yang sepi

Saya pun menceritakan permasalahan saya pada dokter, dan seperti dugaan saya, dokter menulis rujukan untuk ke rumah sakit. Saya memilih RS Dody Sardjoto, yaitu RS Auri yang letaknya tidak jauh dari rumah. Tanggal konsul ke RS adalah Senin, 27 April 2020.

Hari Senin, 27 April 2020, saya diantar suami pergi ke RS Dody Sardjoto. Di depan pintu masuk ada tempat cuci tangan dan sabun, maka saya berhenti dulu untuk cuci tangan. Sebelum masuk, pak Satpam mengukur suhu tubuh dengan alat pengukur suhu yang mirip pistol itu. Saya masuk langsung menuju meja pendaftaran. Saya serahkan kartu BPJS dan KTP lalu duduk menunggu. Sebagian kursi di ruang tunggu itu sudah ditandai dengan tanda silang, tanda hanya boleh duduk dengan jarak minimal satu meter. Di rumah sakit ini semua orang baik pasien, pengantar, tenaga medis, maupun tenaga administrasi, semua menggunakan masker. Pernah seorang bapak melepas maskernya, lalu ia ditegur oleh satpam.

Awas, jangan duduk di sini!


Duduk berjarak sangat nyaman

Selain menggunakan masker, tenaga medis yang berhadapan langsung dengan pasien, memakai APD lainnya berupa baju hazmat, sarung tangan medis dan juga face shield. Saat saya diperiksa oleh dokter mata di dalam ruang klinik pun, asisten dokter dengan cermat mengelap alat semacam mikroskop yang baru saja digunakan untuk memeriksa mata saya. Mungkin dilap dengan menggunakan alkohol, untuk menghindari penularan covid-19.

Hal lain yang berbeda adalah beberapa pengumuman penting yang dipasang di luar rumah sakit, seperti jangan ke dokter bila tidak penting sekali, larangan menjenguk pasien, dan pembatasan untuk pengantar pasien yang rawat jalan. Hanya boleh membawa satu pengantar saja. Saya pikir setelah era covid-19 berlalu, beberapa ketentuan tersebut seharusnya dilanjutkan saja.

Seperti menjenguk pasien, kadang-kadang penjenguk itu malah bikin ribut dan pasien jadi tidak bisa istirahat. Sebaiknya kalau menjenguk pasien, setelah pasien tersebut pulang ke rumah dan dalam masa pemulihan saja. Makanan atau buah-buahan yang dibawa ketika menjenguk kan lebih bermanfaat jika bisa dimakan oleh pasien langsung. Tak jarang kalau menjenguk pasien, makanan yang kita bawa hanya habis dimakan penjaga pasien atau malah disuguhkan lagi ke tamu/pembesuk lainnya.

Pengantar pasien hanya satu, sebaiknya berlaku juga untuk yang menunggu pasien menginap. Kadang-kadang saya lihat pihak penunggu pasien opname di rumah sakit, seperti orang pindahan kampung. Segala rupa-rupa barang dibawa dan orang serumah ikut semua. Rumah sakit harus memiliki sistem di mana pasien opname dapat mengandalkan suster jaga setiap saat, sehingga kalau pun tidak ada keluarga yang menjaga, pasien aman dan terpenuhi kebutuhannya.

Duduk berjarak semeter, juga sebaiknya dilanjutkan. Pernah nggak sih nemu orang yang sok akrab, bangku masih banyak yang kosong, tapi dia langsung duduk mepeetz gitu ke kita? Aturan duduk berjarak paling tepat diberlakukan untuk menghindari orang-orang macam beginian.

Nah kembali ke topik utama, setelah saya melakukan kunjungan singkat ke fasilitas kesehatan pada era covid-19 ini, saya menyimpulkan bahwa ada tiga hal yang perlu dilakukan agar aman berkunjung ke fasilitas kesehatan, yaitu:

1. Patuhi semua aturan seperti memakai masker, cuci tangan, mengukur suhu.
2. Berhati-hati untuk tidak menyentuh permukaan benda-benda. Ingat, salah satu media penularan corona adalah karena Anda menyentuh permukaan benda yang kebetulan mengandung virus, lalu secara tak sengaja dengan tangan Anda yang telah terkontaminasi virus, Anda menyentuh mata, hidung atau mulut.
3. Bertanya sedetail mungkin tentang penyakit Anda, termasuk menanyakan kemungkinan konsultasi melalui whatsapp dengan dokter untuk tindak lanjut pemeriksaan. Ya kalau bisa konsul onlen, mengapa tidak, kan?

Sebagai tambahan, tentunya Anda tahu apa yang harus dilakukan sesampai di rumah, kan? Cuci tangan, cuci semua baju yang dipakai, dan mandi keramas. Semua disabun agar virus dan kuman lain yang kebetulan nempel wes ewes ewes bablas nyawane.

Oh ya, sepulang dari rumah sakit, saya singgah di sebuah apotek untuk menebus resep, dan di sini pun ada aturan-aturan untuk tidak sembarang menyentuh meja loket dan kasir. Patuhi saja semuanya. Jangan jadi orang songong yang melanggar semua aturan hanya karena Anda bebal ndak percaya dengan berbahayanya covid-19. Nggak percaya boleh-boleh saja, yang ndak boleh adalah jika ketidakpercayaan Anda itu membahayakan orang lain, OK?

COPYRIGHT © 2017 | THEME BY RUMAH ES