Selasa, 27 Juli 2021

[Resensi]: My Coach My Prince

Judul        : My Coach My Prince

Penulis     : Rintas

Tahun       : 2021 

Tebal        : 170

Penerbit    : Bhuana Ilmu Populer (Edisi digital)

ISBN        : 978-623-04-0578-5

My Coach My Prince


Setelah sekian lama tidak membaca teenlit, akhirnya selesai juga satu teenlit saya baca sekali duduk. Kali ini saya membaca via Gramedia Digital, sebuah novel teenlit berjudul "My Coach My Prince."

Novel ini menceritakan seorang gadis kuliahan bernama Renatta. Renatta ini punya dua sahabat cewek yang sangat sayang sama dia. Mereka bertiga sahabatan dari SMP dan janjian kuliah di kampus yang sama. Tapi Renatta ini ngekos, sedangkan dua sahabatnya tinggal di apartemen.

Nah, si Renatta ini punya kebiasaan laperan dan suka juga makan sampai semeledaknya perut (wuih, istilah penulisnya ini sangar juga ya, semeledaknya perut, kekgimana itu). Suatu ketika si Renatta muntah di depan cowok cool tetangga kosannya, yang lalu menolong dia masuk kamar, bahkan beliin obat segala. Si cowok ini namanya Daren.

Renatta terkesan dengan kebaikan Daren dan malah kepikiran mau olah raga supaya agak sehat. Besoknya dia pergi ke taman kota untuk olah raga, tapi karena badannya masih kurang fit, eeeh dia debuuuum! lagi alias pingsan. Yang nolongin tak lain dan tak bukan adalah Daren lagi, tetangga kosan yang kebetulan lagi di lokasi yang sama.

Aih, adegan kebetulannya ftv banget gak sehhh...

Setelah nganterin Renatta ke IGD, Daren malah kepikiran untuk menolong Renatta lebih jauh. Ia menawarkan diri untuk menjadi coach Renatta buat olah raga, agar badannya sehat. Soalnya hasil tes darah Renatta tuh, dia ada gejala pre-diabetes gitu. Bahaya kalau nggak segera diatasi. Renatta pun setuju. Mulai sejak itu ada jadwal mereka berdua tiap pagi lari ke taman kota. 

Suit ... suit ... udah berasa kan, alurnya mau belok kemana...

Suatu waktu pas mereka olah raga, eeh malah Daren yang giliran pingsan karena sakit. Renatta pun membantu membawa Daren ke tempat kos. Renatta mengurus Daren sampai demamnya turun. Di situlah Daren mulai tau bahwa Renatta walaupun nyebelin, punya rasa khawatir dan rasa kesetiakawanan yang kuat (halaman 39).

Selain olah raga bareng, mereka juga makin dekat karena saat makan bareng, Renatta curhat tentang masa lalunya sebagai korban bully (halaman 43). Daren pun menghibur Renatta dengan tulus.

"Selagi kamu bisa mempercantik hati kamu, semuanya juga bakal terpancar gimana pun bentuk fisik kamu. Big is beautiful, Ren, and I hope my big girl doesn't cry."

Gitu kata Daren ... uhuy banget, kan?

Setelah tiga bulan, berat badan Renatta turun sepuluh kilo. Badannya lebih sehat. Dia merayakan hal ini dengan makan-makan sama Daren dan dua sahabatnya. Pulang makan, Daren minta ditemani beli jam tangan buat kakaknya suami istri - jam tangan couple. Daren minta Renatta yang pilihin jam. Ada jam yang Renatta suka, tapi ndak cocok buat kakak Daren. Tanpa setahu Renatta, selain beli jam tangan buat hadiah kakakknya, Daren juga beli jam yang Renatta suka, dan menyerahkannya pada cewek itu.

Unch, manis banget kaaan, mana cara nyerahinnya tuh bikin gemes, aku pun jika dikasih kayak gitu bakalan gak bisa tidur, kelap-kelip aja mata macam lampu di kota.

Masalah muncul saat Daren mengantar Renatta ke kampus. Ternyata Fani, cewek yang paling tenar di jurusannya Renatta, pernah naksir Daren. Panas dia lihat Daren ngantar Renatta, sedangkan dulu Daren nolak dia mentah-mentah. Fani marah-marah secara terbuka ke Daren.

"Selama ini kamu selalu nolak jalan sama aku, kenapa sekarang malah asik-asikan sama cewek gedebok pisang." (halaman 60).

Jahatnya Fani, walau Renatta sedikit ndut, janganlah nyerang fisik. Gak bermartabat banget cewek yang nyerang fisik cewek lain kan. Mana woman support womannya donk ach!

Daren meminta Renatta tidak perlu mempedulikan Fani. Nadia dan Wini, dua sahabat Renatta menemani Renatta dan baru ngeh arloji couple di tangan Renatta dan Daren. Mereka curiga Daren menyimpan rasa buat Renatta. Tapi Renatta berkeras bahwa ia dan Daren hanya teman biasa.

Sepulang kuliah, Daren menjemput Renatta dan ngajak makan. Sambil makan, Daren cerita tentang mantannya yang meninggalkannya gara-gara materi. Nama mantannya itu Ilvi. Dulu Daren miskin, lalu Livi beralih ke lain hati. Daren gantian nanya apa Renatta pernah pacaran. Tapi Renatta berkelit, cewek gendut seperti dirinya siapa yang mau macarin.

Ternyata itu pertemuan mereka terakhir, esoknya Daren pamit KKN. Tapi anehnya ada orang mindahin barang-barang Daren dari kamar kosannya. Hape Daren juga nggak bisa dihubungi. Renatta bingung temannya tiba-tiba menghilang tanpa pesan, tapi lalu Daren mengirim surat kepadanya meminta maaf karena tidak sempat pamit.

Seperti suka ngilang tiba-tiba, Daren juga muncul tiba-tiba seusai KKN-nya. Waktu itu Renatta sudah agak peduli dengan penampilan dan sedikit dandan. Tapi Daren malah nggak suka Renatta dandan. Dia ingin Renatta apa adanya saja. Daren ngajak Renatta jalan tapi mereka malah ketemu Ilvi. Mantan Daren itu nangis-nangis ngajak Daren balikan.

Renatta sudah tidak kuat dengan perasaannya yang up and down terhadap Daren. Ia menyadari ia jatuh sayang sama Daren, tapi ia juga ingin sahabatnya itu bahagia. Maka dengan tekad bulat, Renatta mengikuti program pertukaran pelajar ke Singapura. Ia mau menjauh dan pergi dari Daren. Ia ingin Daren bahagia dengan Ilvi.

Tak dinyana di Singapura, Renatta ketemu lagi dengan Daren. Daren waktu itu sedang ke kafe, dan Renata sedang kerja part time sebagai waiters. Daren sedang dalam rangka ngabur dari rumah karena keluarganya memaksanya nikah sama Ilvi yang tak dicintainya lagi. Daren surprais karena Renatta sudah langsing dan cantik.

Renatta sempat ngabur lagi dari Daren tapi mereka bertemu lagi dalam kondisi Daren sakit. Renatta tak mungkin meninggalkannya. Banyak yang dibahas antara keduanya. Guyonan kasar antar sahabat karib juga masih sering mereka lontarkan satu sama lain. Tapi mereka pun tahu mereka telah saling memiliki rasa cinta satu sama lain.

Akhirnya mereka pulang ke Jakarta, dan di sebuah cafe, Daren melamar Renatta. Happy ending!

Wah, akhirnya selesai juga resensi bukunya. Lama juga ngerjainnya, padahal baca bukunya cepet. Semoga kalian suka, ya. Buku ini dapat kalian baca melalui laman Gramedia Digital. Kalau versi cetaknya sepertinya belum ada. Selamat membaca...




Sabtu, 03 Juli 2021

Camilan Sore

Hai, kali ini aku mau cerita tentang camilan sore hariku. Kalau dibilang wanita itu suka ngemil, aku setuju saja. Kalau pas mood, memang rasanya mulut ini selalu ingin mengunyah. Tapi kalau pas lagi nggak ada apa-apa di rumah ya santai aja tuh, nggak nyari-nyari (ya iyalah, masak terus mau nyemilin kursi di rumah). Sore ini sehabis pulang dari setor minyak jelantah di sesebank sampah, aku mampir di alfamidi ngambil duit, terus sekaligus nyempetin beli camilan yang langsung aku makan setiba di rumah. Aku beli kacang sangrai atau roasted peanut yang ada keterangannya panggang pasir. Mereknya ini merek internal Alfamidi. Aku juga beli susu ultra kemasan 200 ml yang rasa taro.
Kacang sangrai
Ultra milk rasa taro

Nah, kacang sangrainya itu rasanya hambar. Kalau di ingredients, memang komposisinya hanya kacang dan garam doang, tapi berasa nggak ada garamnya sama sekali. Ya, jadinya murni rasa kacang gitu, yang rada-rada gurih dikit. Tapi bagus juga sih jadi nggak nyebabin darah tinggi karena gak asin, kan. Tertulis juga kudapan ini free kolesterol. Makan kacang ini bikin aku ingat papaku di Malang. Beliau seneng banget kacang kayak gini. Belinya biasanya di pasar, beli kiloan gitu. 

Oiya buat kamu yang suka makanan yang tasty, ya kacang ini nggak saya rekomendasiin banget. Tapi buat kamu yang mau sehat, kacang ini bagus banget dimakan sebagai camilan kalau mulut lagi pengen ngunyah, tapi nggak pengen gemuk. Begitu.

Kalau susu ultranya rasanya manis gurih gitu, enak sudah kuminum sampai habis. Belum ada lawan sih susu ultra buat aku juaranya emang, hehe. Ini bukan endors, lho.**
COPYRIGHT © 2017 | THEME BY RUMAH ES