Kamis, 31 Desember 2020

Sungguh Sungguh Terjadi

Apa yang ada di benakmu, membaca judul postingan ini? Satu, kisah nyata. Dua, sesuatu yang nggak bo'ongan. Tiga, rubrik di harian Kedaulatan Rakyat (KR), Jogjakarta.

Nah, itu yang benar. "Sungguh Sungguh Terjadi" atau biasa disingkat SST adalah sebuah rubrik di pojok kanan bawah harian KR. Sebuah kisah singkat tak sampai 100 kata, yang kadang lucu, kadang wagu. Yang jelas sesuai clue judul rubrik, semua tulisan yang dimuat adalah kejadian yang sungguh-sungguh terjadi. 

Tak masalah jika kejadian tersebut tidak dialami sendiri oleh si penulis. Yang penting sungguh-sungguh terjadi. Bisa kejadian yang dialami temanmu, bapakmu, ibumu, adikmu, kakakmu, pamanmu, bibimu, tetanggamu ... bahkan bisa cerita yang kaucomot dari status medsos temanmu. 

Masih belum paham yang kayak gimana itu rubrik SST? Nih, kukasih contoh SST pertamaku yang dimuat di KR.

Sungguh Sungguh Terjadi

Nah, seperti itu contohnya, ya. Gimana, tertarik, nggak, untuk mencoba mengirimkan naskah? Kukasih tahu caranya mau? Mau, dong, ya? Caranya tulis saja naskah SSTmu sekitar 60-70 kata saja di badan email (bukan attachment, ya), dan kirimkan ke alamat email: joko.job@gmail.com. Subyeknya SST. Tulis nama dan alamat lengkap kamu di bawah naskah, plus nomor rekening kamu.

Gitu doang? Iya, gitu doang. Tentunya sebelum nulis naskah, pakailah salam menyapa Mas Joko di awal email layaknya orang yang tahu sopan santun persuratan.

Kok, pakai nomor rekening, memangnya ada honornya? Iya, ada, dong. Konon kabarnya honornya Rp.50.000,- dipotong pajak. 

Kok, konon? Iya, soalnya honorku belum nyampe. Nominal itu hanya info dari temanku yang naskahnya pernah dimuat di SST. Oh ya, kata kawanku juga, sabar saja, nanti juga masuk rekening honornya. Aamiin...yaa rabbal alamiin.

Kok, pakai nama dan alamat segala. Dicantumkan terpampang nyata begitu? Iya, dooong. Namanya saja rubrik Sungguh Sungguh Terjadi, so nama dan alamatmu juga harus sungguh sungguh nyata, bukan nama dan alamat abal-abal, yaaa ... hihihi.

Nah, selamat mencoba ber-SST, ria. Ssst, ada juga naskah keduaku yang dimuat. Ini dia.

Sungguh Sungguh Terjadi

Tolong dong, Mbak ... sekalian naskah ketiga dan keempat dan seterusnya diposting juga. Supaya contohnya tambah banyak.

Lhaaa, naskah yang dimuat memang baru dua biji! Sst, ga usah nanya-nanya terus. Cepat ambil pena dan mulailah menulis!**

Senin, 30 November 2020

Yuk, Bikin Odading

 Sudah beberapa bulan, Emir anak kedua saya berceloteh tentang Odading Mang Oleh. Awalnya, saya tidak terlalu menanggapi.

"Odading Mang Oleh, rasanya seperti menjadi IRONMAN!" teriak Emir ditimpali adiknya. 

Karena bising mereka teriak melulu, akhirnya saya browsing arti odading itu apa. Owalah, ternyata roti goreng alias bolang-baling alias galundeng. Odading ini bahasa sundanya gitu. Kalau itu sih gampang bikinnya, batin saya. Tapi cuma dibatin doang dan nggak dipraktikin, wkwkwk.

Hingga suatu saat, suami pulang bawa sekantung ... odading! Rupanya sekarang sudah ada yang jual di depan Indomaret. Satu gerobak dengan tahu crispy dan cireng. Hebohlah si Emir makan itu roti goreng. Dan saya menjanjikan untuk membuatkannya suatu saat nanti. Hihihi, maklumilah, Mir ... mamamu bikin camilan kalau lagi mood doang.

Dan, hari Minggu kemarin 29 November 2020, akhirnya datanglah mood itu. Saya berhasil membuat odading satu resep (tepung 250 gram), pakai resep dari cookpad, saya modif dengan topping wijen dan sedikit gula pasir. Ini dia penampakannya.


Ini Odading bikinan saya, lho.

Kalau dibanding dengan odading yang biasa dibelikan suami, odading bikinan saya ini lebih terasa manisnya. 

Biasa, kalau habis praktik, pasti pengen dengerin komentar netijen, dooong. Saya tanyalah si Emir.

"Mir, odading bikinan mama, sama odading yang biasa dijual orang, enakan mana?"

"Enakan yang dijual orang!" jawab Emir cepat, sambil makan odading bikinan saya, potongan yang kelima.

Kumenangiiiiiis ...

Hmmm, yah biarin deh, lebih enakan yang dijual. Toh, sepiring odading itu akhirnya habis juga. Apa gara-gara nggak ada camilan yang lain, ya? Hihihi, entahlah.

Tapi, buibu yang mungkin sering mengalami nasib yang sama dengan saya (atau cuma saya aja yang kekgini?), nggak usah mutung ya gerakan bikin camilannya. Selama bikinan kita selalu habis, jangan segan untuk selalu bikin camilan buat keluarga. Di mana-mana mah, bikinan sendiri selalu always lebih higienis dan sehat. Iya, nggak? Iya, dong! Yuk, bikin odading!**


Hari Bikin Camilan Sedunia

Gambar pizza dari pixabay

 Ada kalanya saya sangat malas bebikinan di rumah. Maunya glundang-glundung saja. Kalau istilah emak-emak zaman now ya, rebahan. Satu-satunya yang diinginkan hanya leyeh-leyeh sembari memejamkan mata.

Di suatu hari yang tenang, tiba-tiba 'dewi rajin bikin kue' berkenan datang menyatronin saya. Awalnya sih gara-gara 'panas' dapat kiriman gambar pizza dari teman. Kalau kiriman gambarnya dari bakul pizza sih, nggak terlalu panas. Ini kiriman gambar dari teman yang notabene baru-baru saja memakai oven untuk baking-baking camilan. Sebutlah nama teman saya itu Evita.

Persoalan pizza ini juga sesuatu buat saya. Seisi rumah suka pizza. Dulu saat saya tinggal di Jogja, saya juga pernah bikin pizza teflon, namun untuk pizza yang dipanggang di oven, belum pernah nyoba. Sementara di kantor saya ada teman yang suka open order pizza. Dia jago bikin pizzalah. Sebut saja namanya Rini. Nah, biasanya saya dan Evita suka nanya-nanya resep ke Rini. Hingga sampai nitip beli keju mozarella untuk bikin pizza sendiri. 

Nah, setelah panas dapat kiriman gambar pizza dari Evita tadi, saya teringat ada sebongkah keju mozarella di dalam kulkas, belum saya sentuh-sentuh. Akhirnya luluhlah hati ini, hingga tergerak untuk mulai mengadon adonan pizza. Resepnya memakai tepung protein tinggi 250 gram, yang nantinya setelah menjadi adonan pizza saya bagi menjadi dua loyang. Dua loyang pizza tersebut saya panggang bergantian karena oven saya kecil.

Loyang pertama saya panggang dengan api 180 dercel selama 20 menit. Saat saya potong sepertinya kurang matang di bagian tengah pizza, jadi saya masukkan lagi di oven dan saya tambah 10 menit lagi pemanggangan. Begitu matang cepat ludes. Loyang kedua saya panggang selama 30 menit, malah penampakannya kecoklatan dan kering, walau rasanya tetap enak. Panggangan kedua inipun sama cepat ludesnya.

Tiba-tiba saja saya tergerak untuk ngambil tepung lagi. Kali ini tepung serbaguna. Ceritanya saya baru saja baca-baca facebook dan mencermati sebuah resep bolu keju yang dishare teman sebagai statusnya. Eh, nggak susah bikinnya, dan semua bahan ada. Yuhuuu ... saya kembali mencampur bahan-bahan dan camilan kedua pun tak lama masuk oven. Hasil bolunya lembut dan rasa kejunya pas. Wah, senang rasanya bisa bikin bolu keju. 


Gambar bolu keju dari pixabay

Apakah hanya berhenti di dua resep camilan itu? Sebagai pelengkap, di ujung hari saya blenderkan tomat untuk anak-anak saya. Ya, juice tomat segar penuh vitamin C menutup hari bikin camilan sedunia. Apakah semua bahagia? Tentu, namun tidak semua. Komentar julid netijen berkata: wuih capek-capek bikin, bukannya lebih murah dan praktis kalau beli? Ya, santai sajalah bu Tedjo, ada masanya orang beli, ada masanya dia suka bikin sendiri. Capek? Tentu saja capek, namun aku bahagia.**


Rabu, 26 Agustus 2020

Perjalanan Panjang Menuju Roti Sisir

Hai sobat maya di manapun berada, masih ingat kisahku tentang challenge bikin kue? Untuk menyegarkan ingatan bisa baca di sini, ya. 

Challenge bulan April ini adalah membuat Roti Sisir.  Wow, padahal jam terbang bikin roti masih area rendah bingit ... bagaimana ini, Rosalinda? 

Baiklah, tidak ada kata TIDAK BISA. Pasti bisa kalau kita sudah niat. Lagipula kan waktunya panjang, ya, nggak? Satu bulan penuh. 

Dan akhirnya saya bisa membuat roti sisir pada percobaan kedua. Tapi ada perjalanan panjang menuju Roma, baca ceritaku, ya.

Gambar 1 Roti Sisir yang berhasil saya bikin pada percobaan kedua


Waktu pertama dapat tantangan bikin roti sisir, terus terang saya gundah gulana. Merasa nggak bisa bikin roti apapun apalagi roti sisir. Tapi partner challenge saya yaitu Mbak Nurhayati menyemangati saya. Baiklah, saya pun mengiyakan tantangan tersebut. Saya bermaksud menjadikan April sebagai bulan bikin roti. Saya akan melemaskan jari dengan mengadon adonan roti.

Latihan pertama, saya langsung membuat roti sisir: GAGAL

Gambar 2. Bagian dalamnya belum mateng...huhuhu

Seharusnya saya tinggal mengovennya sedikit lebih lama, namun saya sudah keburu insekyur. Akhirnya adonan roti sisir yang belum matang itu saya potong-potong, tambah susu, gula, telur dan taraaaaam ... jadilah modifikasi roti sisir in to puding roti, hahaha...

Gambar 3. Puding roti sang penyelamat


    Akhirnya saya bersiap bikin sesuatu yaitu donat. Adonannya kan, adonan roti juga. Ini dia hasilnya, kurang sempurna sih tapi laris karena anak-anak dan suamiku doyan donat walau nggak ditopping hihi. Cukup diblenderin gula untuk toppingnya. Di samping donat, setengah adonan saya bikin roti isi. Harap maklum kalau rotinya masih jauh dari sempurna karena ini yang perdana saya bikin roti isi.

Gambar 4. Bikin donat topping gula halus

Gambar 5. Roti isi

Pada latihan ketiga, saya masih penasaran bikin donat. Walau belum bisa bulat sempurna, adonan donat kali ini lebih empuk menul-menul. Pada latihan keempat barulah saya bikin roti sisir lagi dan ... berhasiiiiil. Alhamdulillah. Tantangan berhasil ditaklukkan.

Gambar 6. Donat di lain waktu, lebih maknyus.

Gambar 7. Roti sisir yang berhasil. Manisnya paaaas. Matengnya pas.

Demikianlah cerita tantangan bikin kue. Jangan bingung ya, bacanya. Ini memang tantangan bulan April, dan tulisannya sudah saya mulai dari April juga. Tapi, kemudian serbuan pasukan malas datang melanda hingga naskah ini teronggok sebagai draft selama empat bulan. Astagaaa ... #tutupmuka. Nggak papa ya, biar lambat asal nulis. Yuk, dirajinin ngeblog lagi. 

Selasa, 05 Mei 2020

Ada CAHAYA di matamu

Hai, sobat maya yang dirahmati Allah. Alhamdulillah kita masih dapat bersua walau hanya melalui tulisan. Kali ini saya mau membahas tentang kesehatan mata. Tepatnya bukan kesehatan sih, kebalikannya justru gangguan mata yang ingin saya ceritakan.



Sobat maya biasanya kalau ada gangguan mata karena apa? Kemasukan debu alias kelilipan, kena karbol air kolam renang sehingga perih, ketularan tetangga yang belekan, atau kenapa? Nah, baru-baru ini saya mengalami gangguan mata. Gangguan mata itu terjadi di mata kiri, bentuknya adalah munculnya sinar terang di ekor mata ... seperti sinar yang menetes lambat di ujung mata satu, dua, tiga kali, lalu hilang.

Awalnya saya kira rambut saya basah dan sinar itu berasal dari pantulan cahaya yang terkena air, tapi rambut saya kering, kok. Dan sinar ini mulai rutin muncul setiap dua jam. Apakah mata saya sakit saat sinar itu muncul? Nggak sama sekali. Jadi saya nggak sakit mata, tapi ada gangguan penglihatan.

Dua sampai tiga hari gejala ini saya biarkan, lalu di hari ketiga saya cerita ke suami. Suami langsung semangat menuduh hal itu adalah lantaran saya keseringan main hape. Doweeeng ... hmmm, alamat dilarang hape-hapean niy, hihihi. Karena penasaran dan tak mau si hape disalahkan, saya mulai googling dengan kata kunci: kilatan cahaya di mata.

Dan di situs ini saya menemukan informasi:
Fenomena seperti melihat kilatan cahaya (flashes) di mata dalam istilah medis dikenal dengan photopsia (fotopsia). Fotopsia adalah kondisi yang dapat memengaruhi satu atau dua mata sekaligus. Gejalanyapun dapat menghilang dengan cepat, terjadi sesekali atau berulang dalam waktu yang lama.

Masih menurut situs ini yang dikutip dari sebuah jurnal kesehatan mata, ada 32 kondisi medis yang dapat menyebabkan gejala fotopsia. Namun yang paling sering ada lima kondisi medis yaitu:

1. Posterior Vitreous Detachement (PVD)
PVD adalah perubahan alami yang terjadi di mata, akibat gel vitreous (gel yang mengisi mata) terpisah dari retina (lapisan syaraf yang peka cahaya di bagian belakang mata). Kondisi ini sering terjadi pada orang yang berusia di atas 60 tahun (batewey usia saya belum setua itu, ya).

2. Ablasio Retina
Retina adalah bagian mata yang berfungsi melapisi bagian dalam mata yang sensitif terhadap cahaya. Ablasio retina adalah kondisi bergesernya retina dari posisi normalnya. Kondisi ini harus ditangani segera untuk mencegah ablasi permanen yang berakibat kebutaan.

3. Degenerasi Makula Terkait Usia
Istilah medisnya adalah Age-related Macular Degeneration (AMD) yang umum terjadi di usia lebih dari 50 tahun. Makula adalah bagian mata yang membantu melihat lebih tajam ke depan. Seiring bertambahnya usia, makula akan memburuk dan menimbulkan sensasi kilatan cahaya di mata.

4. Migrain
Nah, kalau migrain pasti sudah pada tahu semua, kan? Migrain adalah jenis sakit kepala berulang yang bisa berpengaruh pada penglihatan. Fotopsia juga dapat terjadi pada saat kita mengalami migrain.

5. Neuritis Optik
Neuritis Optik adalah peradangan yang menyerang saraf optik atau saraf penglihatan. Kondisi ini umum terjadi pada orang yang memiliki multiple sclerosis (kondisi yang memengaruhi sel saraf otak dan tulang belakang)

Nah, berbekal informasi dari laman google ini, saya tidak langsung ke dokter tapi tes ombak dulu. Saya bertanya di sebuah grup WA tentang gangguan saya itu selain menanyakan alamat praktik dokter mata. Ada dua orang teman yang memberikan advis berikut rekomendasi obat.

Yang pertama, mengatakan pernah mengalami hal yang sama dengan saya tapi diagnosa dokter adalah efek kolesterol tinggi. Ia memakai vitamin mata untuk mengobati gangguan tersebut. Teman kedua, mengatakan mata saya lelah - setelah meminta izin untuk melihat kondisi mata (saya kirimkan tanda mata ... eh gambar mata berkedip padanya, eh nggak berkedip ding, biasa aja). Rekomendasinya adalah vitamin B untuk merelaxkan otot mata.

Sementara saya masih menunggu informasi klinik dokter mata yang buka di era covid ... dan ternyata sebagian tutup. Saat saya berpikiran untuk membeli vitamin mata seperti yang telah dipakai oleh teman saya, timbul ide menanyakan dulu pada seorang dokter umum (biasanya langsung WA tante tapi tante sudah meninggal ... huhuhu sedih lagi). Dokter umum kenalan ternyata langsung mengatakan cepat ke dokter mata. Jangan sembarangan memakai obat. Bahkan dia tidak berani memberikan rekomendasi obat apapun.

Kewaspadaan saya jadi meroket kalau ndak boleh bilang meningkat drastis. Awalnya menghindari rumah sakit tapi karena ternyata praktik dokter mata banyak yang tutup, akhirnya saya ke klinik BPJS dan dokter umum yang bertugas tanpa ba bi bu langsung memberikan rujukan ke klinik mata di rumah sakit terdekat.

Dokter mata yang melayani keluhan saya, seorang wanita muda yang ramah. Mukanya nggak kelihatan karena pakai masker. Ia didampingi seorang perawat laki-laki. Ia mendengarkan keluhan saya lalu melakukan pengecekan standar.

Setelah mengecek, ia minta izin meneteskan obat pada mata kiri saya. Obat itu gunanya untuk membantunya melihat melalui mikroskop (bukan mikroskop dink tapi alat periksa mata yang bisa mengeluarkan sinar terang itu...namanya kalau ndak salah SLIT LAMP?), sehingga bagian mata saya yang di belakang kelihatan. Obat itu akan melebarkan pupil mata saya. Efeknya saya akan mengalami pandangan kabur dan silau selama empat jam ke depan.

Mata kiri saya pun ditetesi dan saya disuruh keluar untuk menunggu obat bekerja selama lima belas menit.

Alhamdulillah selesai memeriksa, dokter menyatakan bahwa tidak terdapat gejala ablasio retina, namun...jika ingin mengetahuinya harus memakai alat funduskopi yang tidak ada di rumah sakit itu. Jadi saya harus dirujuk ke RS lain yang lebih lengkap alatnya. Secara singkat padat, dokter menjelaskan terkait keluhan saya, hampir mirip dengan isi situs yang pernah saya baca di atas.

Begini kira-kira penjelasan dokter:

Terkait keluhan ibu, ada tiga kemungkinan yaitu:

Tiga:
1. menipisnya syaraf-syaraf mata - dan ini bisa dilihat melalui alat yang tingkat ketelitiannya lebih tinggi seperti funduskopi
2. cikal bakal ablasio retina - kemungkinan ada syaraf yang mau lepas dan solusinya sama dengan nomor satu
3. PVD yaitu gejala mencairnya gel yang ada di bola mata

Untuk pengobatan, dokter memberikan obat tetes mata untuk diteteskan sehari empat kali pada mata kiri saya. Obat itu berguna untuk mengembalikan kekentalan gel bola mata. Jadi obat itu efektif untuk mengobati diagnosis ke tiga. Kalau sembuh berarti memang masalahnya ada pada gel bola mata, sedangkan bila masih ada gangguan saya disarankan datang kembali untuk dirujuk ke RS yang lebih lengkap alat-alatnya.

Begitulah ceritanya dan sampai hari saya mengetik ini, saya masih rutin meneteskan obat mata tersebut. Efeknya lumayan. Cahaya itu masih ada, namun sudah jauh berkurang. Satu renungan setelah mengalami gangguan ini, berarti saya sudah tua...karena gejala PVD biasanya terjadi pada usia manula.

Jadi sobat maya semua, jika ada CAHAYA lewat-lewat di matamu, jangan ge-er dulu bahwa tiba-tiba kamu punya kekuatan super jadi flashman atau flashwoman ya,  tapi segera periksa ke dokter mata. Dan siap-siap kalau diagnosisnya ternyata kamu sudah tua ... minimal penuaan dini. Byuh, byuh, tanda-tanda penulis cari teman.

Baiklah, menghadapi era corona ini, tetap sehat, tetap semangat, dan tetap jaga kesehatan, ya. Karena kesehatan kita sangat bernilai, bagi kita sendiri maupun bagi orang di sekitar kita.**





Senin, 04 Mei 2020

Tiga Hal yang Perlu dilakukan jika Harus Ke Fasilitas Kesehatan di Era Covid

Tak terasa sudah satu bulan lebih kita bagai terkungkung dalam penjara. Nggak bisa kemana-mana, karena ada bahaya corona di luar sana. Salah satu tempat yang sedapat mungkin dihindari, adalah fasilitas kesehatan seperti klinik, puskesmas dan rumah sakit. Kalau nggak benar-benar darurat, sebaiknya kita nggak ke dokter dulu, deh.

Sabtu, 25 April 2020, saya terpaksa harus ke fasilitas kesehatan untuk memeriksakan mata saya karena ada gangguan penglihatan (untuk detailnya nanti saya ceritakan dalam postingan tersendiri). Saya pergi ke klinik BPJS untuk mendapatkan advis dokter sekaligus rujukan ke dokter mata, bila memang diperlukan.

Pada kondisi normal, di depan apotek tempat klinik BPJS biasanya banyak motor berjajar, namun kali itu sepi. Ada tempat mencuci tangan di depan klinik, dan saya pun mencuci tangan saya sebelum masuk. Waktu mencuci tangan, saya melihat pengumuman di kaca klinik, bahwa para dokter di klinik itu menerima konsultasi melalui whatsapp.

Pemberitahuan di depan klinik

 Karena sudah terlanjur sampai di situ, saya pun masuk dan bertanya pada petugas pendaftaran. Setelah mendapatkan buku status medis, saya ternyata bisa langsung masuk ke ruang konsul dokter karena tidak ada pasien lain selain saya! Luar biasa covid-19, padahal biasanya ruang tunggu tak pernah sepi dari antrean!

Ruang tunggu yang sepi

Saya pun menceritakan permasalahan saya pada dokter, dan seperti dugaan saya, dokter menulis rujukan untuk ke rumah sakit. Saya memilih RS Dody Sardjoto, yaitu RS Auri yang letaknya tidak jauh dari rumah. Tanggal konsul ke RS adalah Senin, 27 April 2020.

Hari Senin, 27 April 2020, saya diantar suami pergi ke RS Dody Sardjoto. Di depan pintu masuk ada tempat cuci tangan dan sabun, maka saya berhenti dulu untuk cuci tangan. Sebelum masuk, pak Satpam mengukur suhu tubuh dengan alat pengukur suhu yang mirip pistol itu. Saya masuk langsung menuju meja pendaftaran. Saya serahkan kartu BPJS dan KTP lalu duduk menunggu. Sebagian kursi di ruang tunggu itu sudah ditandai dengan tanda silang, tanda hanya boleh duduk dengan jarak minimal satu meter. Di rumah sakit ini semua orang baik pasien, pengantar, tenaga medis, maupun tenaga administrasi, semua menggunakan masker. Pernah seorang bapak melepas maskernya, lalu ia ditegur oleh satpam.

Awas, jangan duduk di sini!


Duduk berjarak sangat nyaman

Selain menggunakan masker, tenaga medis yang berhadapan langsung dengan pasien, memakai APD lainnya berupa baju hazmat, sarung tangan medis dan juga face shield. Saat saya diperiksa oleh dokter mata di dalam ruang klinik pun, asisten dokter dengan cermat mengelap alat semacam mikroskop yang baru saja digunakan untuk memeriksa mata saya. Mungkin dilap dengan menggunakan alkohol, untuk menghindari penularan covid-19.

Hal lain yang berbeda adalah beberapa pengumuman penting yang dipasang di luar rumah sakit, seperti jangan ke dokter bila tidak penting sekali, larangan menjenguk pasien, dan pembatasan untuk pengantar pasien yang rawat jalan. Hanya boleh membawa satu pengantar saja. Saya pikir setelah era covid-19 berlalu, beberapa ketentuan tersebut seharusnya dilanjutkan saja.

Seperti menjenguk pasien, kadang-kadang penjenguk itu malah bikin ribut dan pasien jadi tidak bisa istirahat. Sebaiknya kalau menjenguk pasien, setelah pasien tersebut pulang ke rumah dan dalam masa pemulihan saja. Makanan atau buah-buahan yang dibawa ketika menjenguk kan lebih bermanfaat jika bisa dimakan oleh pasien langsung. Tak jarang kalau menjenguk pasien, makanan yang kita bawa hanya habis dimakan penjaga pasien atau malah disuguhkan lagi ke tamu/pembesuk lainnya.

Pengantar pasien hanya satu, sebaiknya berlaku juga untuk yang menunggu pasien menginap. Kadang-kadang saya lihat pihak penunggu pasien opname di rumah sakit, seperti orang pindahan kampung. Segala rupa-rupa barang dibawa dan orang serumah ikut semua. Rumah sakit harus memiliki sistem di mana pasien opname dapat mengandalkan suster jaga setiap saat, sehingga kalau pun tidak ada keluarga yang menjaga, pasien aman dan terpenuhi kebutuhannya.

Duduk berjarak semeter, juga sebaiknya dilanjutkan. Pernah nggak sih nemu orang yang sok akrab, bangku masih banyak yang kosong, tapi dia langsung duduk mepeetz gitu ke kita? Aturan duduk berjarak paling tepat diberlakukan untuk menghindari orang-orang macam beginian.

Nah kembali ke topik utama, setelah saya melakukan kunjungan singkat ke fasilitas kesehatan pada era covid-19 ini, saya menyimpulkan bahwa ada tiga hal yang perlu dilakukan agar aman berkunjung ke fasilitas kesehatan, yaitu:

1. Patuhi semua aturan seperti memakai masker, cuci tangan, mengukur suhu.
2. Berhati-hati untuk tidak menyentuh permukaan benda-benda. Ingat, salah satu media penularan corona adalah karena Anda menyentuh permukaan benda yang kebetulan mengandung virus, lalu secara tak sengaja dengan tangan Anda yang telah terkontaminasi virus, Anda menyentuh mata, hidung atau mulut.
3. Bertanya sedetail mungkin tentang penyakit Anda, termasuk menanyakan kemungkinan konsultasi melalui whatsapp dengan dokter untuk tindak lanjut pemeriksaan. Ya kalau bisa konsul onlen, mengapa tidak, kan?

Sebagai tambahan, tentunya Anda tahu apa yang harus dilakukan sesampai di rumah, kan? Cuci tangan, cuci semua baju yang dipakai, dan mandi keramas. Semua disabun agar virus dan kuman lain yang kebetulan nempel wes ewes ewes bablas nyawane.

Oh ya, sepulang dari rumah sakit, saya singgah di sebuah apotek untuk menebus resep, dan di sini pun ada aturan-aturan untuk tidak sembarang menyentuh meja loket dan kasir. Patuhi saja semuanya. Jangan jadi orang songong yang melanggar semua aturan hanya karena Anda bebal ndak percaya dengan berbahayanya covid-19. Nggak percaya boleh-boleh saja, yang ndak boleh adalah jika ketidakpercayaan Anda itu membahayakan orang lain, OK?

Rabu, 22 April 2020

Menu Sarapan Unik dari Sisa Nasi

Hai, selamat pagiii...

Pagi hari selalu merupakan awal yang menyenangkan untuk memulai aktivitas. Agar benar-benar menyenangkan dan mendukung mood kita untuk melanjutkan sisa hari, kita harus memulai pagi dengan membuat sarapan yang tepat!

Coba lihat nasi di pemanas Anda. Masih ada, tapi tidak cukup banyak? Mau bikin nasi goreng tapi bosan kok nasi goreng terus? Nah, mungkin Anda dapat mencoba menu "Bola-Bola Nasi". Yang menyenangkan dari menu ini adalah cara bikinnya gampang banget. Isiannya pun menyesuaikan dengan bahan di kulkas kita saja.

Pagi ini saya menemukan keju dan corned di kulkas, jadi isiannya akan memakai dua bahan itu. Ingat ya, isian ini bisa diganti dengan apa saja yang ada di kulkas Anda. Ada tempe, boleh. Ada dada ayam, bisa. Sayuran doang, nggak papa.

Nah, cara saya membuat Bola-Bola Nasi adalah sebagai berikut:

Pertama siapkan bahan, yaitu:
- Nasi (sekitar dua piring)
- Setengah kaleng corned
- 50 gram keju, parut.
- Bawang merah dan bawang putih secukupnya, iris tipis
- Sedikit garam
- Telur satu butit, kocok lepas
- Tepung panir
- Minyak untuk menggoreng
- Plastik bening bersih

Tumis bawang putih dan bawang merah sampai harum, lalu masukkan corned, aduk. Masukkan nasi, aduk hingga rata. Masukkan keju parut, aduk lagi. Koreksi rasa. Jika suka asin, tambahkan garam. Matikan api. Dengan menggunakan bantuan plastik, bentuk dua sendok nasi menjadi bulat lonjong, gulingkan di telur kocok, lalu gulingkan lagi di tepung panir sampai rata terlumuri tepung panir. Atur dalam wadah.

Gambar 1

Nah, bentuknya setelah dilumuri tepung panir, seperti pada Gambar 1. Simpan dulu di kulkas, minimal sejam agar kokoh. Setelah disimpan selama satu jam, keluarkan dan goreng dalam minyak panas. Angkat setelah kecokelatan dan tiriskan. Penyajiannya bisa dimakan dengan dicocol saus tomat dan saus sambal. Bentuknya yang sudah siap santap, seperti pada Gambar 2,

Gambar 2.

Gampang kan, saudara-saudara? Jadi menu sarapan dari nasi sisa kemaren tidak hanya jadi nasi goreng terus ya. Dibikin begini, misal mau disimpan agak lama di kulkas dan digoreng sorenya untuk camilan sore juga masih enak, kok.

Yuk, selamat berkreasi.

Sabtu, 04 April 2020

Challenge Bikin Kue: Sus Kering

Challenge bikin kue untuk bulan April adalah sus kering! Dan yang menetapkan menu adalah saya sendiri. Oya, sebelumnya, untuk mengetahui hal ihwal tentang challenge bikin kue ini, Anda dapat membacanya di sini.

Kenapa saya berani mengajukan menu sus kering? Ini karena kepedean saya. Dulu saya pernah bikin sus kering, dan saat bikin untuk pertama kalinya, sukses. Sus benar-benar kering kriyes-kriyes seperti yang dijual di toko-toko.

Namun beda cerita kali ini. Sus kering yang saya bikin, gagal total. Hal yang sama rupanya dialami Mbak Nur, partner challenge saya. Sus keringnya tidak tercetak dengan baik. Kalau saya, masalahnya adalah pada adonan yang terlalu lembek. Sepertinya kelebihan telur karena pada resep diperlukan tiga butir telur, dan saya memang memakai 3 butir telur sesuai resep, namun telur yang saya gunakan ukurannya jumbo semua. Tiga telur jadi mirip empat telur.

Sebenarnya memalukan sekali memposting kue yang gagal, ya? Tapi karena saya sudah janji, jadi tetap saya posting di blog ini. Inilah penampakan kue yang gagal total. Tapi, masih bisa dimakan, kok. Dan rasanya tetap enak, hehehe. Semoga next challenge, nasib saya lebih baik. Next challenge benar-benar challenging, karena Mbak Nur menetapkan menu: Roti Sisir. Hmm, tunggu saya mengulasnya di blog ini, ya.



Jumat, 27 Maret 2020

Dokter, Corona dan Indonesia.

Di tengah merebaknya wabah covid-19, profesi tenaga kesehatan khususnya dokter sekarang ini menjadi bahan perbincangan banyak kalangan. Tentu saja demikian, karena hanya merekalah yang dapat menyembuhkan orang-orang yang terinfeksi virus corona. Hal ini tidak seperti saat kita memperbincangkan dokter menyembuhkan kanker, menyembuhkan penyakit demam berdarah, penyakit jantung, atau penyakit lainnya yang juga berbahaya, namun tidak menular. Kita, memperbincangkan para dokter dalam berjibaku melawan virus corona karena kita tahu, saat bertugas menangani pasien yang terinfeksi covid-19, para dokter itu seperti berhadapan dengan ujung akhir hidupnya. Ya, karena kita tahu virus corona dapat menular dengan sangat mudah. Para dokter, sekarang sama saja dengan tentara yang bertugas di garis depan medan peperangan. Bedanya, perangnya bukan dengan musuh negara lain, namun para dokter berperang melawan musuh yang tidak kelihatan. Corona, si kecil yang sangat luar biasa jahat.


Virus Corona - pict pixabay

Persoalan corona pasti sudah dibahas banyak orang. Kali ini saya hanya ingin membahas masalah profesi dokter saja. Hayo siapa yang dulu cita-citanya jadi dokter, ngacung!

Setiap kita pasti pernah berhubungan dengan profesi dokter. Dokter adalah profesi yang diidam-idamkan ibu-ibu untuk dapat melekat di depan salah satu nama anaknya. Tak terkecuali mama saya. Waktu saya kecil, mama selalu mencekoki kata-kata ... rajin belajar biar pinter, kalau gede jadi dokter. Nah, siapa yang mamanya juga begitu dulu, hayo. Saat tak ada seorangpun dari anaknya yang menjadi dokter, harapan mama saya bergeser menjadi ... semoga salah satu mantunya ada yang dokter, hehe. Makanya mama saya salah satu yang antusias waktu dulu saya cerita ada dokter mau pedekate sama saya, ciyee ... curcol cerita masa lalu ni yee.


Dokter, profesi calon mantu idaman - pict from pixabay

Untungnya mama saya tidak terlalu kecewa karena salah satu adik sepupunya, tante saya yang selama SMP-SMA tinggal bersama-sama di rumah kami, berhasil menjadi dokter. Tante saya itu sudah mendahului kami semua. Semoga Allah berikan tempat terbaik buat tante tersayang di surga, aamiin. Al fatihah.

Kembali ke profesi dokter, dulu awalnya saya melihat profesi dokter dengan sepolos-polosnya pemahaman bahwa itu adalah profesi yang keren, enak, duitnya banyak. Para dokter juga cantik-cantik dan ganteng-ganteng, luar biasa. Kisah cinta mereka juga segar dan unik. Eh ... kok belok ke kisah cinta, soalnya dulu bacaan saya novel-novel Marga T dan Mira W yang berprofesi dokter dan selalu menciptakan tokoh dokter dalam novel mereka. Namun walaupun cerita itu biasanya dimulai  dari dunia mahasiswa kedokteran yang penuh kisah, saya tetap tidak tertarik untuk menjadi dokter. Saya pasti tidak tega melihat darah dan saya juga takut salah suntik. Ya, mungkin karena itu. Karena ketidakmampuan saya menjadi dokter, saya sangat menghargai dan memuji profesi dokter. Hi, doctors you are all, cool!

Semakin dewasa saya semakin memahami bahwa perjuangan seseorang hingga menjadi dokter itu sungguh luar biasa. Apalagi ketika tahu bahwa uang SPP fakultas kedokteran luar biasa mahal. Wajar juga kalau dokter tarifnya mahal, walau di satu sisi ada cerita-cerita kepahlawanan tentang satu dua dokter yang praktik kerakyatan alias dibayar semampunya pasien. Duh suka trenyuh dan terharu kalau ada dokter yang seperti itu, ya? Kalau yang tarifnya mahal? Saya juga tak terlalu menghujat. Nggak papa juga, karena mereka juga sudah punya pangsa pasien tersendiri. Semua sudah ada porsinya masing-masing.

Belakangan, ya karena marak berita corona ini, saya jadi tersentak lagi mencermati beberapa berita corona yang terkait dokter. Bagaimana dokter dan para nakes lainnya terpapar virus corona dari pasien yang mereka tangani. Beberapa wafat karena kelelahan dan penyakit yang memang sudah diderita lama. Ada dokter yang usianya sudah sepuh, namun dengan tulus terjun langsung menangani pasien covid-19. Duhai, tak terasa airmata mengalir membaca berita-berita tentang para dokter itu. Saat ini mereka benar-benar membuktikan sumpah dokter yang pernah mereka ucapkan dulu. Mereka juga membuktikan kepada masyarakat bahwa inilah sejatinya profesi dokter. Bukan profesi yang menarik hanya karena limpahan materi yang dapat diperoleh dari hasil praktik, bukan! Profesi ini juga penuh risiko. Bahkan barangkali juga bukan hanya corona, bukankah sebelumnya juga banyak penyakit yang disebabkan oleh virus yang mereka tangani? Corona hanya semacam batu yang dihantamkan ke kepala kita agar kita nyadar, weeeeh ... jadi dokter itu berat gaeees. Sudah tahu risiko tertular virus mematikan yang belum ada vaksinnya, tapi tetap hayuk ... show must go on. Sumpah, itu keren sekali dokteeeer. Aku padamuuu ... saranghaeeee.


Dokter Handoko, dokter spesialis paru usia 80 tahun yang ikut berjuang di garda terdepan menangani pasien covid-19 - pict from socmed

Jadi bagaimana membantu para dokter itu ya? Bagaimana menyemangati mereka gitu? Kita kasih hadiah, atau kita ramai-ramai ke rumah sakit gitu ya, enaknya bawain makanan? Heee, sadar gaes, sadaaar. Ini musim corona. Para dokter itu nggak minta apa-apa dari kita. Mereka cuma minta kita jaga kesehatan dan nggak sakit aja. Mereka cuma mau kita diam di rumah saja, beneran.


Love You, Docs! - pict from Serambi Indonesia

 Tapi dari kitanya ya jangan jadi bebal terus cuma diam cengo di rumah ya. Ya doain, kek. Kirim duit buat bantu-bantu, kek. Alhamdulillah sekarang banyak pos-pos kemanusiaan yang dibentuk untuk membantu para nakes ini. Bisa buat dibelikan APD (alat pelindung diri) atau asupan makanan, ye kan? Kita tinggal transfer aja dari rumah secara online. Kalau nggak punya duit? Ya elo ga punya duit tapi pasti punya Tuhan, kan? Udah doain aja cukup. Doa dengan tulus supaya dikabulin Tuhan. Doa supaya para nakes sehat-sehat dan corona segera berlalu, aamiin. Doa semoga nggak banyak yang mati, lebih banyak yang sembuh, nggak nambah lagi yang terinfeksi, vaksinnya cepat jadi. Pokoknya doa yang baik-baik saja.


Donasi untuk tenaga kesehatan dapat lewat sini - pict from socmed Asma Nadia

Semoga juga, dengan adanya wabah ini, membuat anak-anak muda nggak kemudian takut untuk jadi dokter tapi malah jadi pemantik untuk menjatuhkan pilihan pada dokter sebagai cita-cita, ya? Karena dengan kasus ini kita jadi paham bahwa kebutuhan dokter dan tenaga kesehatan di negara kita itu masih banyaaak sekali. Lagipula bukankah profesi ini adalah profesi yang mulia dan menyimpan banyak pahala? Yuk, yuk, generasi muda, daftar di fakultas kedokteran, yuk. 

Dan sedikit usul buat pemerintah, nih. Tolong dong kalau biaya sekolah kedokteran itu mbok yao dikasih subsidi, supaya tidak terlalu mahalia gitu, tah ... pemerintah. Jadi peer pemerintah setelah musim covid-19 berlalu, perbanyak dan tingkatkan kualitas guru, perbanyak dokter. Perbanyak guru supaya makin banyak anak Indonesia yang dapat mengakses pendidikan, termasuk di pelosok-pelosok. Jadi guru harus dikirim ke pelosok dengan anggaran ideal ya, termasuk gajinya. Dengan adanya guru-guru ini, anak-anak termotivasi dan jadi pinter biar gede jadi dokter, kayak keinginan para mama-mama zaman dulu maupun zaman sekarang (Ya, dalam lubuk hati paling dalam, saya juga senang kalau anak saya ada yang jadi dokter, getoh). Perbanyak dokter, dengan cara subsidi SPP tadi itu. Kalau perlu digratisinlah untuk anak-anak berprestasi (misal ranking 1 di SMAnya). Sudah banyak sih yang kuliah gratisan di FK, tapi diperbanyak lagi dengan biaya pemerintah pusat gitu. Ayo, Indonesia kita bebenah, yuk. Entah jadi apa kita nanti setelah musim covid-19 berlalu, entah tinggal berapa kita (hiks), yang penting ini saatnya kita bangkit. Bangkit dan berubah jadi bangsa yang kuat. Kuat yang benar-benar kuat ... bukan kuat di penampakan tapi kopong di dalam. Mari untuk saat ini kita banyak-banyak berdoa saja. Al fatihah.

Jumat, 20 Maret 2020

Challenge Bikin Kue: Pie Susu

Hai, siapa yang hobi bikin kue? Saya sendiri sebenarnya kalau dibilang hobi ya nggak hobi-hobi banget bikin kue. Tapi saya punya oven listrik, segala macam cetakan dan loyang-loyang, juga suka menyetok aneka bahan untuk bikin kue seperti tepung terigu, cokelat batang, margarin, bubuk vanili, baking powder, soda kue, ragi, dan teman-temannya. Kalau saya runut-runut kenapa saya punya segala perlengkapan perang itu, tak lain dan tak bukan adalah warisan kebiasaan dari mama saya tercinta. Jadi, pada eranya, mama saya adalah pembuat kue dan chef sejati yang hasil karyanya sudah diakui paling tidak oleh ibu-ibu sekompleks tentara arhanud-ri, Jatingaleh, Semarang. Mama saya itu terima pesanan kue. Dan pernah juga punya warung makan. Pokoknya hasil olah tangannya nggak perlu diragukan lagi.

Nun pada masa kami masih kecil-kecil dan sudah besar tapi belum tinggal di rumah sendiri, setiap lebaran, mama selalu bikin kue sendiri. Kaastengel, nastar, lidah kuciang, jaanhagel, pokoknya semua jenis kue kering. Kami punya berbundel-bundel resep kue dan masakan yang sebagian besar sudah dicoba bikin oleh mama. Nah, sayalah asisten setia mama yang dulu dengan senang hati membantu membentuk, mencetak, mengoles, dan memberi topping pada aneka kue kering sebelum masuk oven. Kegembiraan masa kecillah, yang membuat saya punya semua peralatan perang untuk membuat kue. Pada saat saya sedang mood dan penuh kegembiraan, saya akan bikin kue dan membuat anak dan suami gembira. Hahaha, apaan sih.

Kemarin-kemarin tak terasa sudah dua atau tiga bulan saya tak bikin kue. Kesibukan, rasa malas, pekerjaan rumah yang menumpuk, menjadi alasan. Tapi eh, tiba-tiba ada challenge dari guru nulis saya mbak Nurhayati Pujiastuti, yang suka bikin kue. Challengenya bikin kue tiap bulan. Boleh, Mbak ... siapa takut? Supaya challengenya lebih menggetarkan, maka menunya ditentukan. Bulan Februari Mbak Nur yang menentukan, sedangkan bulan berikutnya saya, demikian seterusnya berselang-seling. 

Akhir bulan Januari, Mbak Nur mengirim WA menuliskan tantangan Februari: Pie Susu. Uwow, saya belum punya cetakan pie! Okelah, karena saya adalah orang yang nggak pelit keluar duit untuk peralatan bikin kue - asal pas ada duit lho ya, sayapun menyetujui menu tersebut (cetakan atau sejenisnya nggak akan mubazir, pasti selalu akan saya gunakan walau frekuensinya mungkin nggak sering ya, tergantung mood, hihi). Sebagai catatan, saya belum pernah, lho ... bikin pie susu. Tapi itu nggak mengurangi rasa antusias saya, soalnya menurut saya, asal resepnya bener dan kita bikin kue sesuai resep, pasti kue itu akan jadi.

Tanggal 13 Februari 2020 saya dapat kiriman gambar foto pie susu dari mbak Nur. Uwow ... dia sudah duluan bikin. Tapi saya nggak panas ... Februari kan masih lama berakhir, hihihi. Soalnya saya belum punya waktu buat bikin. Saya hanya bisa bikin hari Sabtu atau Minggu saat saya libur dan banyak waktu luang di rumah. Saya baru bisa bikin tanggal 23 Februari 2020, selisih sepuluh hari dari Mbak Nur. Yipiiii, tantangan Februari done buat kita berdua.


Gambar pie buatanku


Gambar pie bikinan Mbak Nurhayati

Kesan saya selama bikin pie susu, untuk bahan-bahannya tidak terlalu susah dicari (Saya nggak share resepnya, ya. Banyak di laman google, kok). Saat menguleni adonan kulit pie, harus sabar. Apalagi saat mencetak kulit pie. Hasil bikinan perdana ini, kulit pienya masih agak tebal, mungkin karena jemari saya masih belum terlalu terampil dan feelingnya belum terasah, ciyeh.


Gambar kulit pie sebelum diisi


Gambar kulit pie dan adonan isi, siap dipanggang


Pie susu ... mak krenyessshhh bila digigit

Walaupun tebal, namun kulit pienya terasa renyah saat digigit. Adonan isi juga relatif mudah membuatnya, hanya campur-campur susu cair, kental manis, kuning telur, dan tepung maizena, lalu dituang dalam adonan kulit. Terakhir memanggang pie di oven selama 45 menit. Saya tambah 10 menit api bawah karena bagian bawah pie terlihat belum terlalu matang. Jadi lama memanggang pie susu ini paling baik sekitar 55 menit sampai 60 menit.

Perasaan saya setelah membuat pie susu, walaupun hasilnya belum terlalu sempurna, tetap saya merasa senang sekali. Seperti saya bilang di awal postingan ini, ada kegembiraan seorang bocah yang membuncah di hati. Uhuy. Kayaknya bikin kue akan bikin saya selalu awet muda, deh. #ngarep
Nah, tunggu tantangan bulan Maret, ya! Saya akan menulisnya lagi di blog ini. Nantikan cerita keseruan saya saat membuat menu tantangan Maret.




Selasa, 18 Februari 2020

Jalan-jalan kulineran ke MTos Makassar

Malam minggu kemarin tanggal 15 Februari 2020, papanya anak-anak ngajak jalan-jalan. Sehari sebelumnya, si bungsu ultah. Iyaa, pas di hari yang dirayakan sebagai hari valentine oleh orang-orang yang merayakannya. Berhubung tujuan jalan-jalan adalah ngajak makan yang ultah, jadi pilihan tujuan jalan-jalan diserahkan pada si bungsu. Nah si bungsu ini walau sudah 10 tahun kadang sulit menentukan pilihan. Pilihan mal tujuan jalan-jalan pun lucu, berdasarkan selengkap apa toko buku yang ada di sana. Alhamdulillah si bungsu ini memang suka banget beli dan baca buku. Singkat cerita tujuan ditetapkan ke MTos atau Makassar Town Square. Di sana ada Toko Buku Grahamedia.

Ini dia tampak depan dari MTos


Seperti biasa kalau jalan-jalan ke mal, tujuan pertama kami adalah tempat makan. Di MTos ada tempat makan baru. Sebenarnya nggak baru-baru amat sih ... mungkin sudah 2-3 bulanan tapi kami belum pernah nyoba, yaitu tempat makan yang menjual Japanese Food. Namanya Gokana Ramen & Teppan. Ke situlah kami menuju untuk makan malam.

Lokasi Gokana Ramen & Teppan tepat di pintu masuk mal

Jadi, kalau saya ngintip di website resminya, Gokana ini adalah restoran yang menyajikan masakan Jepang yang halal dan memiliki citarasa yang sesuai dengan selera orang Indonesia. Di Makassar rupanya sudah ada resto Gokana, tapi di MTos memang baru hadir dalam beberapa bulan ini. Menu ramen yang kami pilih, eh sebenarnya si tengah yang pilih, adalah Chicken Miso Ramen.
Chicken Miso Ramen (pic dari gokanaresto.com)

Menurut saya, rasa ramennya enak cocok di lidah. Isinya komplit ada sayur, daging ayam, miso dan telur rebus. Saya sendiri memilih menu yang tidak terlalu mengenyangkan (demi diet), pokoknya pas aja. Saya pesan beef yakiniku dan minumannya avocado coffee. Porsi beef yakinikunya pas banget sama ukuran perut, nggak sampe kenyang, sehingga saya bisa menghabiskan avocado coffeenya dengan puas dan nikmat. Sungguh avocado coffeenya enak banget dan kalau saya ke sana lagi kayaknya saya mau pesan minuman itu lagi. Suami saya pesan apa ya, saya lupa, haha. Buat tambahan kami juga pesan tempura dan ikan yang digoreng dengan keju dan tepung. Minumannya anak-anak pesan taro, lemon tea, dan suami pesan es konnyaku (es jelly).

Beef Yakiniku

 Avocado Coffee

Fish Cheese

Tempura Udang

Selesai makan, saya dan anak-anak ke lantai dua untuk anjangsana ke toko buku, sementara papanya ke toko sepatu untuk membeli sepatu buat si sulung. Rupanya sedang ada promo berhadiah di toko buku Grahamedia. Belanja sejumlah Rp.100.000 bisa memeroleh kesempatan mencabut kupon di pohon cinta. Kebetulan komik si bungsu, peraut pensil si tengah, dan buku penunjang tugas kantor yang saya beli totalnya lebih dari seratus ribu, jadi kami berhak satu kupon dari pohon cinta. Si tengah mencabut salah satu kupon, dan mendapat kesempatan untuk memilih satu buku sebagai hadiah. Buku hadiahnya sudah disiapkan di meja kasir. Sudah ada beberapa buku dan kami boleh memilih salah satunya. Sayang sekali buku-buku yang dijadikan hadiah itu adalah buku-buku yang sudah lepas segel. Anak-anak memilih satu buku berjudul "Si Kumal", yaitu sebuah buku yang bercerita tentang kucing-kucing. Kebetulan anak-anak sedang senang dengan kucing. Setelah menerima buku hadiah, kami pun pulang dengan perut kenyang dan hati senang.

info hadiah belanja produk

pohon cinta

Kamis, 06 Februari 2020

7 Tips Mengajak Lansia Terkasih Jalan-Jalan


Hai, menyambung postingan saya bulan Januari lalu, saya ingin membagikan tips liburan bersama lansia terkasih. Aih, siapa sih lansia terkasih itu? Orangtua kita ya, yang sudah beranjak ke usia kepala 6 atau kepala 7 seperti mama-papa saya. Bulan Januari lalu mereka berkunjung ke Makassar dan liburan happy-happy selama 7 hari bersama anak-mantu-cucu, alhamdulillah. Berikut tujuh tips dari saya:

1. Di awal liburan, jelaskan rencana destinasi wisata

Pada kunjungan orangtua saya kemarin ke Makassar selama satu minggu, beberapa rencana kami susun dan diskusikan bersama mereka. Rencananya nggak usah terlalu saklek, tapi ditambahi dengan beberapa destinasi alternatif. Perubahan apapun harus selalu dinikmati dengan senang hati.

2. Sebelum menentukan destinasi kuliner, tanyakan mereka ingin makan apa

Walaupun sudah tua, tak berarti kemudian orangtua sudah tak lagi memiliki selera terhadap jenis makanan tertentu. Contohnya kedua orangtua saya, saat ditanya ingin makan apa, jawabannya mencengangkan. Mereka ingin makan sate madura, kepiting, dan sop konro. Jenis-jenis makanan yang saya dan suami sudah batasi sesedikit mungkin. Tapi karena ingin menyenangkan hati kedua orangtua, maka hayuk aja, kami antar ke destinasi kuliner yang mereka inginkan. Ssst ... ternyata kadar kolesterol papa saya normal, beda banget dengan saya yang harus hati-hati menyantap seafood dan lemak, huhuhu.

Makan kepiting

3. Pilihkan toko oleh-oleh yang menjual banyak ragam pilihan

Dalam suatu perjalanan, orangtua suka sekali membeli oleh-oleh. Demikian juga dengan kedua orangtua saya. Mereka suka toko yang tidak terlalu besar tapi komplit sehingga berbagai pilihan oleh-oleh ada di sana. Pada sebuah toko oleh-oleh di daerah dekat Pantai Losari, kedua orangtua saya memborong dompet khas Makassar dan songkok bugis. Lebih bagus lagi jika kebetulan pemilik toko adalah orang yang ramah, dan sesama lansia juga. Biasanya sesama lansia suka ngobrol, lho.

Opa diskusi dengan pemilik toko oleh-oleh

4. Pahami penyakit mereka sehingga kita bisa menyiapkan obat ringan untuk pertolongan pertama

Sesehat apapun seorang lansia, pasti memiliki keluhan entah itu lutut yang sering sakit, badan pegal-pegal, dan keluhan lainnya. Mama saya lutut kanannya sering sakit, sedangkan papa mudah pegel-pegel. Kalau papa harus cukup istirahat, kalau mama harus sedia minyak beruang yang gold. Jadi ya nggak perlu selalu jalan sepanjang hari, selalu kudu disediakan waktu rehat. Dan untuk mama saya, karena minyak beruangnya ketinggalan, saya belikan di toko terdekat. Alhamdulillah walau saya belum pernah ketemu beruang, tapi minyak beruang banyak tersedia di toko-toko di Makassar. Memang asalnya minyak beruang dari Makassar, sih, hehehe.

5. Dalam perjalanan darat yang memakan waktu lama, tawarkan untuk berhenti untuk istirahat

Kemarin kami sempat ke Bone, dan perjalanan Makassar ke Bone memakan waktu lima jam melalui darat. Buat saya yang usia jelita saja sudah lumayan bikin pegal badan. Apalagi buat mama-papa saya. Jadi saya dan suami selalu menawarkan diri untuk singgah beristirahat. Dalam perjalanan pp kemarin, kami sempat rehat di rumah makan dan rest area.

6. Jangan lupa ambillah gambar untuk kenang-kenangan

Hai, bukan kita-kita aja yang (merasa) muda yang suka poto-poto selpi-selpi, para lansia terkasih juga suka membuat foto untuk kenangan. Mereka senang memeluk cucu-cucu dan mengabadikannya melalui jepretan kamera. Jadi, jangan segan untuk memotret dan meminta mereka bergaya, ya!

Yihaaa (setting pantai Losari)

7. Sabar adalah koentji.

Di atas semua tips itu, yang paling penting adalah kita harus sabar. Para lansia terkasih ini walaupun dulu mungkin kita kenal sebagai orang yang disiplin waktu dan menepati janji, sekarang mulai agak geser-geser bukan karena berubah prinsip namun lebih karena mulai sering lupa. Dibilang siap pergi jam 9, jam 9 masih leha-leha ... hahaha. Jadi harus sabar mengingatkan berkali-kali jadwal acara liburan. Ingat, lupa itu bukan disengaja, melainkan faktor usia, dan kemungkinan kita semua bisa mengalami fase itu. Maka bersabarlah, dan kelak orang akan bersabar untukmu pula. Fokus pada tujuan liburan bersama orangtua, bahwa itu semua untuk menyenangkan hati mereka. Dan kita juga harus senang, makanya nggak usah saklek sama waktu kalau liburan bareng lansia terkasih, yaa...

Senin, 27 Januari 2020

Kuliner Makassar-Bone (Perjalanan Oma-Opa di Makassar-Bone)

Hai, saya datang lagi di tahun 2020. Mencoba mengikat makna perjalanan hidup, sekaligus catatan harian untuk dibaca-baca kembali saat kangen. Tahun 2019 kemarin sedikit sekali posting cerita di blog ini. Semoga 2020 lebih baik.

Tanggal 20 Januari 2020, kedua orangtua saya berkunjung ke Makassar. Orangtua saya itu berdomisili di Kota Malang. Beliau berdua datang ditemani kakak pertama, dan karena kondisi rumah saya sedang tidak dalam kondisi baik, maka mereka bermalam di penginapan di dekat rumah saya. Selain kondisi rumah, mereka juga tidak kuat hawa panas Makassar, maklum dari daerah dingin Kota Malang, jadi cari tempat bermalam yang full AC. Ini penginapan tempat mereka bermalam selama di Makassar.

Hotel Paramount, Jl Perintis Kemerdekaan

Malamnya kami jamu tamu agung dari Kota Malang tersebut di sebuah rumah makan tak jauh dari hotel, yaitu RM. Kota Daeng. Menu yang kami pesan waktu itu adalah sup telur puyuh, sup kepala ikan, oseng-oseng pakis bunga pepaya, ayam goreng, udang bakar. Ini foto-foto kami di Kota Daeng. 

RM. Kota Daeng, foto pas makanan belum datang

Selasa-Rabu, tanggal 21-22 Januari 2020, terpaksa oma-opa dan kakak jalan sendiri siangnya, karena saya dan suami masih bekerja. Pas pekerjaan lagi repot-repotnya jadi tidak bisa curi waktu keluar kantor. Oya, setelah kedua orangtua sepuh dan punya banyak cucu, kami mengganti panggilan untuk mereka menjadi oma-opa. 

Tanggal 21 siang mereka jalan-jalan ke pantai Losari dan benteng Rotterdam. Malamnya makan malam di rumah. Tapi saya nggak masak, jadi makan pakai soto tetangga saja, hahaha. 

Tanggal 22 Januari, kakak membawa orangtua nonton di cgv, nonton Dr. Doolitle. Katanya satu gedung seperti disewa sendiri. Bagaimana tidak, nonton jam 10an pas weekday tentu sepi sekali, alhasil hanya mereka bertiga dalam satu ruangan bioskop. Malamnya oma pengen menikmati Konro Karebosi yang sudah terkenal di seantero dunia itu.



Konronya tinggal setengah porsi, baru ingat belum difoto

Kamisnya, 23 Januari pagi, kakak kembali ke Kota Malang. Orangtua saya tinggal karena akan saya ajak ke Kabupaten Bone, menghadiri pesta pernikahan ponakan. Saya dan suami cuti dua hari Kamis dan Jumat. Selama di Bone, kami tinggal di sebuah homestay sederhana yang bernama "Sahabat Setia", yang lokasinya dekat dengan lapangan Merdeka. Di Bone, untuk kulineran, kami sempat makan sate madura (yang makan sate lupa difoto), hidangan serba ikan, dan tentu saja kepiting. Bone memang terkenal dengan hasil kepitingnya. Kepiting telur. 


Makan di sebuah rumah makan di Pelabuhan Bajoe, Bone (yang jilbab kunyit kakak ipar saya)


Makan "Kepiting Saus Victoria" di RM Victoria, Bone

Sabtu sore setelah menghadiri resepsi nikah ponakan, kamipun pulang ke Makassar. Oya perjalanan yang ditempuh sekitar lima jam, jadi lumayan capek juga dan kami sempat istirahat di Maros untuk makan. Makan yang praktis saja, indomie telur, hahaha.

Setiba di Makassar, oma-opa sempat dua malam istirahat di rumah saya sebelum kemudian kembali ke Kota Malang hari Senin, 27 Januari 2020. Lho kok cepat amat? Iya, mereka itu selalu rindu untuk kembali ke Kota Malang, ke rumah mereka. Sebab walaupun kedua orangtua saya sudah sepuh, tapi mereka masih punya kesibukan. Misalnya niy, mereka punya toko kelontong keciiil, yang selalu rajin mereka buka tiap hari. Mereka berdua juga masih aktif di organisasi pensiunan, yang tiap bulan ada pertemuan rutin. Mereka juga suka refreshing, ikut grup singing and dancing di Kota Malang yang sering syuting di stasiun TV lokal. Wihiiiy, kedua ortu saya memang semacam artis lokal, gitu. Jadi, Senin siang saya dan suami mengantarkan oma-opa ke bandara Hasanuddin untuk bertolak ke bandara Juanda-Surabaya. Di Surabaya kakak pertama sudah siap menjemput untuk lanjut ke Malang. Alhamdulillah, semoga sehat selalu, sehingga bisa jalan-jalan lagi dan kulineran lagi ya oma-opa, aamiin...


COPYRIGHT © 2017 | THEME BY RUMAH ES