Mengapa orang menulis opini? Ya, tentu saja untuk mengutarakan opini/pendapatnya tentang suatu hal. Biasanya orang tertarik pada suatu peristiwa atau wacana yang sedang hangat, lalu merasa wajib urun rembug dan merasa pendapatnya penting untuk diketahui orang banyak, maka ia mengirimkan opininya ke media massa. Opini juga dapat ditulis sebagai bagian dari pengalaman. Si penulis mengalami sebuah peristiwa yang sangat berkesan, merasa orang perlu mengetahuinya, lalu berbagi opininya melalui media massa.
Opini berikut saya tulis sudah lama, sekitar Maret 2015, sesaat setelah saya menemani anak saya ikut ujian tes masuk SD. Saya kirim ke redaksi Kedaulatan Rakyat (Koran lokal di Yogyakarta), dan dimuat. Selamat membaca.
Tes
Masuk SD, Perlukah?
Pendaftaran
murid sekolah dasar (swasta) sudah dimulai sejak Februari - Maret, jauh sebelum
tahun ajaran baru dimulai. Pendaftaran siswa baru ini kemudian diikuti oleh tes
masuk yang standarnya tergantung kebijakan dari masing-masing sekolah.
Dari
tiga sekolah dasar berbasis pendidikan Islam di wilayah Sleman, penulis mencatat materi tes
hampir seragam. Pertama tes akademik, calon murid SD (baca: murid TK) diuji
kemampuan calistung (baca, tulis, hitung). Mereka duduk di ruangan layaknya
peserta tes CPNS, menghadap kertas ujian. Tes tahap dua adalah kemandirian dan
mengaji. Calon murid dilihat kemandiriannya dalam memakai baju sendiri. Untuk
mengaji, calon murid diuji membaca surat pendek yang sudah dihafalnya.
Pemandangan
saat tes sangat beragam. Beberapa anak menangis, tidak mau berpisah dengan
ibunya. Sebagian yang lain, berani duduk
di ruang ujian tanpa orang tua.
Beberapa peserta ujian dapat menyelesaikan soal dengan mudah. Sebagian yang berani, bertanya pada guru penjaga jika
ada soal yang belum dipahami. Namun ada juga sebagian siswa yang berwajah
tegang, memukul-mukul kepala, tidak memahami soal karena belum bisa membaca
dengan baik, di satu sisi tidak berani bertanya pada guru penjaga.
Hasil
tes seminggu berikutnya di salah satu SD tersebut, lima calon murid ada di
deretan bawah dengan status cadangan.
Sekolah
Sebagai Taman
Menteri Kebudayaan
dan Pendidikan Dasar dan Menengah, Anies Baswedan dalam salah satu pidato
beliau mengatakan, sistem pendidikan di Indonesia hendaknya kembali pada ajaran
bapak pendidikan kita yaitu Ki Hajar Dewantara. Beberapa inti dari makna
pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah: Anak memiliki hak dan kesempatan
yang sama untuk mendapatkan pendidikan berkualitas; masing-masing anak berbeda
bakat dan keadaan hidupnya, sehingga sebaiknya tidak dilakukan penyeragaman;
anak tumbuh berdasarkan kekuatan kodratinya yang unik, dan tidak mungkin
pendidik “mengubah padi menjadi jagung”; sekolah harus berfungsi sebagai TAMAN,
tempat belajar yang menyenangkan.
Apabila
dikaitan dengan tes masuk SD, rasanya sulit sebuah sekolah menjelma menjadi
taman yang menyenangkan jika sebelum memasuki gerbang, anak sudah melalui tahap
yang menegangkan. Belum lagi bila nantinya ada calon murid yang tidak diterima
karena kemampuan akademik di bawah rata-rata. Artinya mereka tidak mendapat
kesempatan yang sama untuk masuk taman yang menyenangkan. Padahal semua anak
memiliki potensi dan hanya pendidik yang baik yang mampu memunculkan potensi
dalam diri anak.
Antara
Teori dan Kenyataan
Standar
pendidikan AUD-TK berdasarkan SK Mendiknas Nomor 58 Tahun 2009 (yang masih
menjadi acuan sampai saat ini), tidak menganjurkan materi calistung sampai
tingkat terampil. Materi calistung yang
disarankan adalah pengenalan angka dan huruf sampai si anak dapat menulis
namanya sendiri. Kenyataannya, materi
calistung diberikan secara intensif melalui les tambahan di sekolah. Sebagian
orang tua menambah jam pelajaran
calistung untuk anaknya dengan les pada guru privat atau mengajari
sendiri. Semua karena anak yang pandai calistung punya kesempatan lulus lebih
besar saat mengikuti tes masuk SD.
Pembelajaran
calistung tingkat terampil, pemberian les tambahan dan tes seleksi masuk SD
adalah tiga hal yang tidak selaras dengan kurikulum pendidikan PAUD TK. Sekolah
PAUD TK yang baik adalah yang memberikan kesempatan bermain pada anak. Beban akademik yang terlalu berat untuk usianya dapat
menyebabkan tekanan mental.
Tes Masuk SD
Tes
masuk SD sebaiknya dilakukan dengan tujuan mengetahui kemampuan belajar dari calon murid, sehingga
dapat direncanakan tujuan belajar dari masing-masing murid sesuai dengan
tingkat kecerdasannya.
Lalu
bagaimana dengan hak SD swasta untuk mendapatkan murid terbaik agar predikat
sebagai sekolah favorit tetap terjaga? Mungkin saatnya mengubah cara berpikir. Sekolah
yang baik, bukanlah sekolah yang mengumpulkan anak-anak cerdas, kemudian dengan
bangga menyebut dirinya sekolah unggulan. Sekolah yang hebat, adalah sekolah
yang sistem belajar serta pendidiknya mampu memunculkan potensi dari anak didik,
baik dari anak yang cerdas maupun yang prestasi akademiknya biasa saja. Sekolah
yang baik adalah sekolah yang
menyenangkan, sehingga murid bersemangat berangkat setiap hari ke
sekolah, dan enggan pulang karena belajar di sekolah sangat mengasyikkan. (Indah Novita, wali murid TK).
nice infox gan
BalasHapusmakasih sudah singgah, ya
Hapussip jeng, kamu emang keren berbakat
BalasHapusAlhamdulillah...aamiin
Hapus