Rabu, 20 Januari 2016

Seorang Sahabat Yang Kubanggakan

Aku berkenalan dengannya di sebuah kopdar komunitas menulis. Aku salah satu pengurus di komunitas tersebut. Dan dia baru bergabung, tapi jam terbangnya sebagai penulis profesional sudah ratusan ribu jam mungkin...laksana ELANG yang gagah mengangkasa di langit. Ahai!

Pertama ngobrol, kami sudah langsung akrab. Tapi awalnya dia mengira aku adalah orang lain. Yah, beginilah muka pasaran. Menurutnya, aku mirip dengan salah seorang tetangganya di alamat lama di mana ia pernah tinggal. Okelah, tak apa. Itu sudah biasa kualami. Hiks. Hiks. Lebay, hahaha.

Hubungan kami kemudian berlanjut biasa-biasa saja, seringnya di sms atau via whatsapp. Kami sama-sama sadar, nggak mungkin kami dapat sering bertatap muka. Motor saja kami sama-sama tak berani mengendarainya, hahaha. Jadilah kami berjumpa dari kopdar ke kopdar. Pokoknya tambah akrab tambah gayeng, deh.

Hingga di akhir tahun 2014, aku mau pulang ke Malang sama anak-anak, dan suami belum bisa mengantar. Ngobrol punya ngobrol, eeeh sahabatku cerita pengen ke Malang. Ayo ikut aku ajaa, seruku. Gayung bersambut, maka Mbak Tinbe, sobatku itu dan putrinya Diba ikut naik travel pergi ke Malang.

Hehehe, nama aslinya bukan Tinbe, tapi Agustina Soebachman, penulis 123 buku +, maksudnya dengan nama aslinya ia mungkin sudah nulis 123 buku, tapi dengan nama aliasnya yang lain, bisa jadi sebenarnya buku-buku karyanya lebih dari 123 jumlahnya.

Mbak Agustina dan tokoh wayang idolanya, Semar

Karena kami sama-sama nggak bisa naik motor apalagi mobil, di Malang kami kemana-mana naik angkot. Apalagi bawa empat krucil yang kadang-kadang rese, yah enjoy aja.

Adiba (putri mbak Agustina), Nina, Emir dan Amel (putra-putriku)
Main di alun-alun Malang

Karena keterbatasan transportasi, kami cuma main di alun-alun dan makan di rumah makan Inggil, sebuah rumah makan dengan konsep Malang Tempo Dulu. Foto Mbak Tinbe dengan pak Semar di atas itu lokasinya di restoran Inggil. Di resto Inggil, kukenalkan mendol pada mbak Tinbe, hahaha.

Mbak Tinbe hanya sekitar tiga hari di Malang, sayang sekali belum puas kemana-mana. Yang penting sudah sempat ngerasain bakso malang juga ya, Mbak. Walaupun gak sempet nongkrong di Bakso President, bakso yang lewat depan rumah, sudah cukup enak, kok.

Ohya, Mbak Tinbe baik sekali, ia menghadiahkan satu buku karyanya untuk Papaku lho, yang langsung dibaca beliau dengan penuh antusias. Mau tau bukunya? Lihat foto di bawah ini. Bukunya serreeem.


Itulah ceritaku tentang sahabatku. Walaupun jarak kami kelak ratusan kilometer, tapi kami pasti akan tetap bersahabat. Walau kami tak saling menyapa lewat sms atau whatsapp, mungkin saja, kami menyapa melalui karya-karya kami. Dia dengan buku-bukunya, aku dengan karya di media. Mungkin saja.

5 komentar:

  1. tengkyu sobat, aku ambil fotoku ama semar itu yaa....aku gak punya ee

    BalasHapus
  2. Partner in crimemu ra kok tulis mbak Ind? Hahaha

    BalasHapus

COPYRIGHT © 2017 | THEME BY RUMAH ES