Kejutan
Buat Ibu
Oleh:
Kalya Innovie
Naya itu malas. Begitu kata Ibu. Disuruh les musik, ogah.
Disuruh les tari, nggak mau. Disuruh les berenang, geleng kepala. Setiap
ditawari les, jawabnya: Ah, itu kelihatannya susah. Hanya satu les saja yang
tidak bisa ditolaknya, yaitu les mengaji.
Sebenarnya niat Ibu baik. Ingin Naya ada kegiatan yang
bermanfaat. Selama ini, sepulang sekolah, kerja Naya hanya mendekam di kamar
membaca koleksi bukunya. Soal buku ini, Ibu sudah sempat punya ide.
“Nay, pengarang buku-buku yang kamu baca itu, semua masih
anak-anak seperti kamu, lho.”
“Iya, memang, Bu. Kan ada profil penulis di belakang
buku. Ada yang kelas empat seperti Naya, kok.”
“Nah, kenapa kamu nggak coba nulis juga seperti mereka?
Nulis cerita sehari-hari. Latihan dari yang gampang dulu,” usul Ibu.
Naya melirik Ibu, lalu mengeluarkan kata-kata yang sudah
dihafal oleh Ibu.
“Ah, itu kelihatannya susah, Bu.”
“Dicoba dulu,” bujuk Ibu.
“Ah, itu kelihatannya super susah, Bu. Sudah, ya. Naya
mau main dulu ke rumah Fika. Dadah Ibu!” Naya cepat beranjak, mencium pipi Ibu
sekilas, lalu lari keluar. Menuju rumah Fika, sahabat barunya.
*
Fika dan keluarganya baru seminggu menempati rumah di
sebelah rumah Naya. Pertama datang, keluarga Fika langsung berkeliling
berkenalan dengan tetangga dekat. Mama Fika bahkan membawa bolu pandan untuk
Naya sekeluarga. Karena Naya dan Fika seumur, mereka dengan cepat saling
bersahabat.
“Fika, main, yuk!” seru Naya memanggil sahabatnya.
Kepala Fika nongol dari jendela rumah.
“Hai, Nay, mau main ke mana?”
“Main ke sungai, atau ke pos ronda, yuk,” ajak Naya.
Sungai dan pos ronda adalah dua tempat favorit untuk main anak-anak di
kompleks.
“Mama melarangku main di sungai. Masuk saja, Nay, kita
main di rumahku. Kita main sulapan.”
“Sulapan?” tanya Naya.
Fika mengajak Naya masuk ke dapur rumahnya. Di situ ada
Mama Fika memakai celemek, menghadapi meja yang penuh bahan-bahan kue.
“Halo, Naya, yuk ikut sulapan sama kami,” ajak Mama Fika
sambil tersenyum.
“Sulapan? Bikin kue, maksudnya?” tanya Naya.
“Iya. Bikin kue tu kayak sulapan, lho. Coba, bayangin
tepung yang kayak bedak ini, bisa jadi kue yang harum dan enak. Kayak disulap,
toh?”
“Sudah, ayo Naya, kamu kocok telur di baskom kecil ini,
ya,” Mama Fika menyerahkan baskom pada Naya.
Tak bisa mengelak, Naya mulai mengocok sebutir telur.
Dikocok biasa saja pakai sendok, tidak usah mixer! Mama Fika menambahkan
tepung, mentega dan ragi ke dalam baskom.
“Nah, biar Fika yang menguleni. Naya cukup melihat saja,
ya.”
Naya melihat Fika menguleni adonan kue. Menguleni adalah
meremas-remas adonan sampai bisa dibentuk. Dalam beberapa menit, adonan berubah
menjadi bongkahan padat dan liat.
“Nah, ini dibiarkan dulu selama satu jam. Bermainlah dulu
kalian di kamar.”
Fika mengajak Naya menunggu di kamarnya. Setelah satu
jam, adonan yang dibiarkan itu rupanya telah mengembang. Mama Fika meninju
bongkahan adonan, lalu meminta Naya dan Fika untuk membentuk adonan menjadi
bulatan-bulatan berukuran sedang. Lalu bulatan itu dilubangi hingga serupa
cincin raksasa. Tahap berikutnya, adonan siap digoreng.
“Ooh…kita sedang bikin donat?” tanya Naya baru tersadar.
Fika dan Mamanya tersenyum lebar.
“Setelah ini bagian yang paling keren, adalah menyulap
donat-donat itu menjadi cantik!” ucap Fika. Ia menyiapkan keju parut, cokelat
meses, cokelat pasta, gula-gula kecil warna-warni sebagai hiasan.
Setelah donat dingin, Naya dan Fika mulai menghias sesuka
hati. Berkreasi seindah mungkin. Fika membuat Donat dengan topping cokelat
meses campur keju parut. Naya membuat topping selai nanas.
“Aku belum pernah makan donat topping selai nanas. Tapi
tak apalah. Sepertinya itu akan lezat,” ucap Naya.
“Bagaimana, asyik, kan, menyulap bahan-bahan menjadi kue
yang cantik?” tanya Mama Fika.
“Bikin kue memang seperti sulapan ya, Te. Seperti
main-main. Dan ternyata asyik juga,” ucap Naya bersemangat.
“Nah, bawakan Ibumu beberapa kue hasil kreasimu, ya.
Ibumu pasti senang.”
*
Naya membawa pulang beberapa potong donat hasil
kreasinya. Ibu melongo melihat donat-donat cantik yang dibawa Naya pulang.
Apalagi saat Naya dengan bergairah menceritakan pengalamannya hari itu.
“Hmm, donatnya enak, Nay,” puji Ibu mengunyah satu donat.
“Sekarang, Naya sudah tahu hobi Naya apa selain membaca,
Bu. Naya suka sekali sulapan!” seru Naya ceria.
“Sulapan? Lho, kok, sulapan, sih?” tanya Ibu bingung. Apa
hubungannya dengan bikin kue?
“Maksud Naya, menyulap tepung, telur dan mentega, menjadi
kue yang lezat, Bu! Nanti, Naya mau pinjam buku resep Ibu, ya?”
Ibu mengangguk senang. Ternyata, menggali minat dan bakat
Naya, tidak cukup dengan menawarkan berbagai les. Dengan langsung praktek,
akhirnya muncul juga minatnya membuat kue. Dengan langsung praktek, nggak ada
lagi kata-kata: Ah, itu kelihatannya susah.**
Bener beud, yg penting bgmn orang tua memberikan praktek langsung apa bakat anaknya...
BalasHapustengkyu sudah singgah yaa
HapusDulu waktu sd saya langganan bobo. Paling suka baca rong rong...
HapusAyo langganan lagi buat kiddos atau ponakan. Bona masih ada lho, juga paman kikuk dan kisah oki dan nirmala di negeri dongeng
HapusMakin kaya ide nih... Proud of you mbaaakk...
BalasHapusmaturnuwun mbak irfa...proud of you too
Hapusmaturnuwun mbak irfa...proud of you too
Hapusceritanya bagus mbak Indah
BalasHapusMakasih, Mbak...
Hapusrecomended banget buat tugas sekolah..
BalasHapusAlhamdulillah, semoga bermanfaat, ya...
HapusBagus sekali, mbak, ijin memajangnya juga di blog saya, tenang link back ada kok hiihii.. ^_^
BalasHapusSilakan, terima kasih atensinya, ya
HapusSilakan, terima kasih atensinya, ya
HapusBagus ceritanya kak
BalasHapusmakasih ya sudah singgah dan baca cernak saya
Hapus