Minggu, 31 Januari 2016

Berpura-pura Menjadi Sebuah Benda: Daster Lusuh

Tahun lalu saya ikut sebuah tantangan 30 hari menulis, dengan tema yang telah ditentukan tiap harinya. Wuih, nggak sukses deh...terpontal-pontal mengejarnya. Tapi ada beberapa juga tulisan yang jadi, dan ini salah satunya. Temanya berpura-pura menjadi sebuah benda dan menceritakan sesuatu dengan sudut pandang benda itu.

Gambar dari google


"DASTER LUSUH"

Hai, kenalkan, aku daster lusuh. Aku masih mengingat pertama aku diproduksi. Motifku bunga-bunga dan warnaku cerah ceria. Aku terbuat dari bahan yang adem. Dijahit dengan lengan pendek dengan panjang rok di bawah lutut. Saat dipajang di toko, banyak tangan yang mengelusku. Lalu suatu saat aku dilipat, dibungkus, lalu aku menikmati perjalanan pertamaku keluar dari dunia toko menuju ke sebuah rumah.

"Horeee...daster baru!" teriak perempuan muda menangkapku. "Terima kasih, Sayang!" perempuan muda itu mengecup lelaki muda yang memberinya daster.

Sejak saat itu, aku akrab membungkus tubuh mungil si perempuan. Ia sangat senang memakaiku sehingga aku sering sekali dipakai. Aku akan dipakai, lalu dilepas untuk direndam dalam sabun yang wangi. Setelah dikucek dan dibilas, aku direndam dalam larutan wangi. Dalam keadaan harum, aku akan dijemur di tiang jemuran di luar rumah. Senangnya berayun-ayun ditiup angin, dihangati matahari. Setelah kering, aku diseterika lalu biasanya tak sampai dilipat, aku sudah dipakai lagi.

Itulah sebabnya tak lama aku sudah menjadi lusuh. Warnaku memudar.

Suatu saat aku dikemas dan dijejalkan ke sebuah tas bersama pakaian yang lain. Mau kemana kita? Riuh kami bertanya-tanya. Sepertinya si perempuan muda mau camping dan ia membawaku serta.

Wew, aku akan melihat dunia luar. Eh, tapi pastinya aku hanya dipakai saat dia tidur. Mungkin tetap saja aku nggak akan jalan-jalan jauh. Tapi lumayanlah bisa lihat pemandangan lain selain rumah Mbak Syera, nama pemilikku itu.

Wuuh...ternyata ada ya, tempat yang udaranya sedingin ini. Mbak Syera pergi ke wilayah lereng gunung Merapi untuk camping. Ia menginap di rumah penduduk, bersama teman-temannya. Saat malam tiba, ia tetap setia memakaiku, tapi melapisiku dengan jaket tebal. Dan ia memakai celana leging agak panjang.

"Daster butut juga dibawa?" komentar teman Mbak Syera. Tapi Mbak Syera hanya tersenyum saja.

Wah, ada yang beda di sini! Suatu pagi, Mbak Syera membawaku menuruni jalan setapak. Ternyata dia membawaku untuk dicuci. Tapi nyucinya di sungai! Wuuh, aku baru pertama melihat sungai secara live! Dan merasakan dinginnya air pegunungan. Mak nyesss di tubuhku.

Wah, wah, wah...batu sungainya licin! Mbak Syera mau kepleset! Ups, awas jatuh Mbak...Alhamdulillah nggak jadi jatuh. Tapi...tapi...kok, Mbak Syera menjadi semakin jauh dari pandanganku? Astaga! Aku hanyuuuut. Masih sempat kulihat Mbak Syera kebingungan, tapi lalu hanya melambai-lambai mengiringi kepergianku.

Wauwww...rasanya luar biasa. Aku pernah melihat wisata arung jeram di televisi. Tak kusangka aku sekarang merasakannya! Aku hanyut meliuk-liuk melewati batu-batu kali. Aku terus mengikuti aliran air yang cukup deras, hingga kemudian aku tersangkut.

Aku tersangkut selama tiga hari. Suatu saat sepotong tongkat meraihku.

"Ngapain kamu ngambil gombal?" tanya seorang pemuda pada seorang temannya yang meraihku dengan tongkat.

"Baju ini bagus. Seperti daster istriku yang hanyut di sungai beberapa hari yang lalu."

"Terus, kamu mau bawakan gombal itu untuk istrimu?"

"Nggaklah. Istriku belum pernah mendaki Merapi."

"Terus, apa hubungannya dengan gombal itu?"

"Nanti kau akan tahu."

Aku dibawa mendaki gunung! Wah senang sekali. Pemandangan di sepanjang jalan sangat indah. Aku si daster lusuh, bisa juga menikmati keindahan alam Indonesia. Wuuh, tak setiap orang lho bisa sampai ke sini.

Di sebuah puncak, gerombolan anak muda itu mengibarkan bendera. Aku juga diikat di sebuah kayu, lalu ditancapkan di dekat sebuah tebing. Angin pegunungan membuatku melambai-lambai. Disinilah akhir perjalananku.

Dunia dalam pandanganku sangat indah. Aku telah menjadi saksi kehidupan sepasang suami istri muda yang penuh kasih. Tinggal di sebuah rumah yang rapi. Dan dunia luar juga memperlakukanku dengan baik. Aku sangat menikmati perjalananku, bahkan saat air sungai deras menerjangku. Dan di tempatku berada sekarang, aku menikmati setiap detiknya. Angin yang berhembus, udara dingin dan hangat, bintang dan bulan. Matahari yang bersinar. Dan kadang suara langkah kaki pendaki.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

COPYRIGHT © 2017 | THEME BY RUMAH ES