Sabtu, 13 Agustus 2016

Sahabatku, Inspirasiku

                Pertama kali aku mengenalnya kurang lebih dua tahun yang lalu, dalam sebuah acara kopdar Ibu-ibu Doyan Nulis Jogjakarta (IIDN Jogja). Dia masih baru. Mengenalkan dirinya dengan lembut dan bercerita tentang sebuah ide tulisan. Sebuah ide yang sangat cemerlang, dan pasti laku dijual.
                Seiring bersamanya waktu, ternyata takdir mengikat kami dalam sebuah pertemanan yang lebih erat. Aku mulai mengenalnya makin dekat. Memahami passionnya dalam kegiatan-kegiatan sosial, dan mengagumi pengetahuannya yang luar biasa tentang Jepang. Dia mengenalkan aku dan beberapa teman pada Luna dan Julio, dua orang balita berkebutuhan khusus, yang mengetuk hati kami hingga sedalam-dalamnya. Menyadarkan pada kami betapa beruntungnya kami hidup dengan tubuh yang sehat dan dikaruniai anak-anak yang sehat. Dia mengajarkan dan mengenalkan budaya Jepang dengan luwes, membimbing kami memakai yukata (pakaian tradisional Jepang) dan menuntun kami tahap-tahap pembuatan makanan Jepang. Dia – memperkaya ruhani teman-temannya dengan caranya yang tak biasa. Memberi arti lebih dalam, pada makna syukur dan makna bahagia.
                Waktu terus berjalan namun dia belum menulis. Padahal seluruh kata-katanya adalah mutiara. Ilmu parenting dan surviving in life, sudah dia punya. Apa kiranya yang menahan gerak jemarinya?
                Kemudian aku mendengar berita itu. Memahami penghalang besar dalam langkahnya. Memahami mengapa seribu mutiara indah belum juga tertuang menjadi bait-bait pencerah untuk sesama. Aku memeluk tubuhnya, menggenggam jemarinya dan menangis bersamanya. Tidak. Salah. Aku yang menangis. Namun dia sudah melewati badai hidupnya dengan sepuasnya tangis. Kali itu aku yang menangis. Dia hanya tersenyum, menuturkan sepenggal cerita hidupnya.
                Titik itu akan kuingat. Jika aku mengalami sebuah badai (semoga tidak), aku akan mengingat bagaimana dia mengatasi semuanya. Satu lagi pelajaran hidup yang memperkaya batinku, darinya.
                Lalu waktu kembali berjalan. Matahari bersinar cerah. Hidupnya sudah terang. Dan dia menulis. Yaa, sahabatku akhirnya menulis. Mutiara itu sudah dituangkan, dalam ribuan kata penyentuh jiwa. Dia menulis, aku menangis. Haru. Bangga berteman dengannya.
                Dia adalah, Mbak Dede Budiarti (Mahde). Dia inspirasiku untuk memaknai dan mensyukuri arti kehidupan.

                Mahde, aku padamu. Denganmu aku ingin bersahabat, sehidup semati. Love you always. #IIDNInspirasi 

Ini aku dan Mahde


4 komentar:

COPYRIGHT © 2017 | THEME BY RUMAH ES