Minggu, 22 November 2015

Kemiskinan di Indonesia

Dengan payung judul di atas, saya meresensi sebuah buku di bawah ini:


Pengentasan Kemiskinan Melalui Beras Miskin (Raskin), Mungkinkah?


Judul Buku                  : Pembasmian Kemiskinan, Perspektif Sosiologi-Antropologi
Penulis                         : DR. Swis Tantoro, M.Si
Penerbit                       : Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Cetakan                       : I, Desember 2014
Tebal buku                  : 184 halaman
ISBN                           : 978-602-229-435-1

Kemiskinan merupakan sebuah kata yang sangat akrab di telinga masyarakat Indonesia. Telah sering kita dengar kalimat yang mengandung kontradiksi, Indonesia negeri kaya, dengan masyarakat yang miskin. Tidak hanya di Indonesia saja, namun kemiskinan telah menjadi sebuah issue yang sangat penting di seluruh dunia, hingga penelitian mengenai kemiskinan selalu dilaksanakan dari waktu ke waktu.
Buku ini merupakan sari dari disertasi yang disusun oleh penulis, saat menempuh studi jenjang S3 di Malaysia. Mengambil topik kemiskinan, dan fokus penelitian pada salah satu program pemerintah dalam mengatasi kemiskinan, yaitu program beras miskin (raskin). Buku ini menjelaskan bagaimana program raskin dilaksanakan dan apa saja kendala dalam penyaluran raskin. Lokasi penelitian dilakukan di kota Pekanbaru. Walaupun hasil penelitian dalam buku ini adalah gambaran lokal di Pekanbaru, namun dapat menjadi cermin dan pelajaran untuk perbaikan program raskin baik di Pekanbaru sendiri maupun di daerah lain di Indonesia. Menarik tentunya, mengingat di akhir 2014 telah muncul wacana bahwa pemerintah akan menghapus program beras miskin dan menggantikannya dengan e-money untuk membeli beras.
Ada enam ‘tepat’ yang harus dipenuhi untuk memastikan penyaluran raskin yaitu: tepat sasaran, tepat jumlah, tepat mutu, tepat waktu, tepat harga dan tepat administrasi. Kenyataannya, selalu ada kendala yang menyebabkan raskin tidak tepat sasaran, seperti data masyarakat miskin yang tidak sesuai. Tidak tepat jumlah, karena ada kelurahan yang punya ‘kebijakan’ tersendiri sehingga membagi rata jatah raskin pada semua penduduknya baik miskin maupun tidak. Tidak tepat mutu, banyak beras yang apek, kotor dan berkutu. Tidak tepat waktu, kadang terlambat hingga dua minggu karena penyetoran hasil penjualan raskin bulan sebelumnya belum dilakukan. Tidak tepat harga, masyarakat membayar lebih untuk biaya tambahan. Tidak tepat administrasi, syarat-syarat administrasi tidak terpenuhi pada waktunya. Walaupun mengakui banyak kendala pada program raskin, tapi penulis buku ini  menyarankan pemerintah agar meneruskan program ini dengan melakukan perbaikan-perbaikan. Penulis percaya bahwa program ini dapat mengurangi kemiskinan dan meningkatkan ketahanan pangan masyarakat.

Dari sisi judul, sebetulnya judul buku ini kurang sesuai, karena saya tidak menemukan perspektif sosiologi-antropologi di dalamnya. Kalaupun ada, itu hanya dipaparkan sedikit di bagian tinjauan pustaka. Judul yang lebih sesuai adalah Program Raskin di Indonesia: Studi Kasus Kota Pekanbaru. Walaupun judul kurang sesuai, menurut saya isi buku ini penting, khususnya  untuk menambah wawasan kita mengenai program raskin dan kendalanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

COPYRIGHT © 2017 | THEME BY RUMAH ES