Time
is Money, Mengapa Memilih Transportasi Online
Membaca wacana
pelarangan transportasi berbasis online (Bernas, 13 Maret 2017), membuat saya
tercenung. Masalah transportasi ini sudah sejak lama menjadi pemikiran saya,
terutama setelah di beberapa daerah sempat terjadi demo transportasi
konvensional terhadap keberadaan transportasi online seperti terjadi di kota
Malang beberapa waktu lalu.
Dua
bulan lalu saya adalah pengguna setia transportasi konvensional. Mulai angkot
Jogja-Kaliurang yang lewat per 20 menit sekali (jika lancar), angkot
Purwobinangun-Ps. Kranggan yang hanya tinggal 9 armada (jika jalan semua),
jalur bus konvensional terutama yang melalui kampus UGM (jalur 2, 4, 15), trans
jogja, taksi dan ojek konvensional, semua pernah saya jajal. Kesan saya
terhadap semua transportasi tersebut adalah: kondisi kendaraan kebanyakan sudah
tidak laik jalan – sering mogok, kendaraan sering ngetem menunggu penumpang
sehingga penumpang sering tidak tepat waktu sampai tujuan. Untuk trans jogja,
nunggunya agak lama sehingga mungkin memang perlu penambahan armada, dan di
beberapa bus ada kebocoran AC parah. Taksi dan ojek konvensional merupakan
pilihan terakhir jika terburu-buru pergi ke suatu tempat. Hanya saja tarifnya
terlalu mahal.
Pada
saat saya mulai menggunakan aplikasi transportasi online, semua masalah yang
saya temui saat mengendarai transportasi konvensional, sirna. Kelebihan
transportasi online antara lain: tersedia 24 jam, pesan bisa di mana pun dan
kapan pun, dijemput langsung di posisi kita berada dan diantar sampai tujuan,
driver ramah dan sopan, tarif sudah ditentukan oleh perusahaan dan tidak naik
sesuka hati. Lagipula tarifnya sangat murah. Memang tarifnya tidak bisa
mengalahkan tarif trans jogja, tapi bila dibandingkan dengan taksi dan ojek
konvensional jelas sangat beda jauh. Bisa sampai setengah atau bahkan
seperempatnya saja. Jelas, banyak kalangan lebih memilih transportasi online
dibandingkan dengan transportasi konvensional, terutama kalangan mahasiswa dan
pegawai yang penghasilannya pas-pasan.
Pembenahan
masalah transportasi di Jogjakarta, menurut pendapat saya haruslah memikirkan
kebutuhan semua pihak. Tidak hanya kebutuhan driver (konvensional maupun
online), tidak hanya kebutuhan pemerintah setempat untuk menegakkan aturan,
namun juga kebutuhan penumpang. Menjamurnya jumlah driver transportasi online
adalah bukti bahwa masyarakat sebagai pengguna, menyambut baik dan sangat
terbantu dengan keberadaannya. Kalaupun memang pihak pemerintah dalam hal ini dinas
perhubungan ingin melarang transportasi online, maka harus ada pembenahan pada
transportasi konvensional. Cobalah disurvey terlebih dahulu kondisi
transportasi konvensional dan lakukan perbandingan dengan transportasi online.
Pejabat dinas perhubungan sebaiknya merasakan sendiri bagaimana bepergian
dengan menggunakan transportasi konvensional maupun online sehingga dapat
merasakan kekurangan dan kelebihan masing-masing. Mengingat pengguna
transportasi online sudah sangat banyak, maka apabila hendak dilakukan
pelarangan sebaiknya dilakukan proses diskusi dengan melibatkan semua pihak,
termasuk pengguna. Bagaimana sesungguhnya yang diinginkan oleh masyarakat
pengguna sarana transportasi publik ini. Apabila tetap dilakukan pelarangan
transportasi online tanpa alternatif kompromi, bisa jadi pengguna transportasi
online tidak akan kembali menggunakan transportasi konvensional, melainkan
memutuskan untuk membeli motor yang tentunya malah menambah kemacetan di
Yogyakarta. Hal ini sangat mungkin terjadi, karena dari percakapan saya dengan
driver ojek online yang kebetulan juga seorang marketing kendaraan roda dua,
dengan uang muka Rp350.000,- orang sudah bisa membeli motor dengan cicilan
Rp650.000,- per bulan selama tiga tahun. Jargon lama Time is Money masih terus berlaku, orang rela membayar demi jarak
dan waktu tempuh yang lebih singkat.
Maka, jangan hanya bisa melarang
sesuatu yang kemudian akan menambah masalah yang lebih parah, misalnya
kemacetan lalu lintas. Tapi mari mencari win
win solution yang membuat semua pihak senang. Hadirnya transportasi online
adalah bukti bahwa ada yang salah dengan transportasi konvensional di
Yogyakarta. Jadi mari dibenahi bersama tanpa harus mematikan lahan pekerjaan
orang yang baru mulai tumbuh dan berkembang. Benahi transportasi konvensional,
lalu buat regulasi agar ada pembatasan-pembatasan untuk transportasi online.
Misalnya untuk tujuan non urgent ada
pembatasan jalur edar dan jadwal operasi (misalnya pada siang hari hanya
beroperasi dari rumah pengguna ke halte trans terdekat; sore hingga pagi hari dapat
beroperasi di seluruh kota). Banyak alternatif yang bisa disepakati, asal semua
pihak diajak duduk bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar