Foto dari https://typercat18.wordpress.com/2012/06/11/
Saya mempunyai banyak teman dunia
maya yang berprofesi sebagai penulis. Saya juga senang membaca banyak grup-grup
tentang kepenulisan. Kenapa? Ya karena saya suka menulis. Saya suka menulis dan
mengirimkannya ke media, lalu mendapatkan honor dari tulisan saya tersebut.
Saya kadang juga menulis bukan untuk dikirimkan ke media, namun sekadar opini,
curhat, atau cerita sehari-hari yang
saya tuangkan di blog.
Saya sering membaca
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada beberapa teman penulis dan juga
pertanyaan di grup-grup kepenulisan, tentang keingintahuan bagaimana memulai
menjadi seorang penulis.
“Bagaimana sih, caranya menjadi penulis?”
“Saya punya banyak ide cerita tapi saya tidak dapat
menuangkan menjadi tulisan yang bagus. Bagaimana ya, sebaiknya?”
“Saya ingin jadi penulis tapi bagaimana cara mendapatkan
ide?”
Dan … masih banyak lagi
pertanyaan lain yang diajukan.
Saya bukan penulis profesional.
Posisi saya adalah penulis yang masih harus selalu belajar setiap saat untuk memperbaiki
kualitas tulisan saya. Namun setelah saya telusuri berbagai tulisan teman-teman
dan jawaban pada pertanyaan-pertanyaan di atas, maka saya berani menyimpulkan
bahwa untuk menjadi penulis hanya butuh DUA jurus jitu, yaitu:
TEKUN dan SABAR
1. Tekun
(Tekun menulis dan tekun membaca)
Foto dari http://www.teknikhidup.com/quotes/gambar-kata-motivasi-semangat-kerj
Banyak penulis
menyarankan pada penulis newbie untuk menulis secara teratur. Tiap hari harus
selalu ada yang ditulis. Tidak usah terlalu banyak kalau memang tidak bisa.
Dengan menulis satu paragraph setiap hari misalnya, maka dalam seminggu kita
bisa mendapatkan satu halaman tulisan. Menulis teratur banyak manfaatnya, yaitu
lambat laun otak kita akan luwes dalam mengolah kata. Dengan melatih setiap
hari, kualitas dan kuantitas yang kita peroleh akan bertambah.
Salah satu penulis
terkenal yang sangat tekun adalah Raditya Dika. Dika menulis buku-bukunya di
sela jadwal kerjanya yang padat. Ada satu bukunya yang rampung dalam tiga
tahun, hasil menulis rutin satu paragraph per hari.
Tentu saja
sebelum bertekun ria, harus ditetapkan dulu naskah apa yang hendak ditulis,
sesuai minat masing-masing. Ide dan diksi dapat diperoleh dengan tekun membaca
naskah-naskah sejenis. Jika ingin menulis cerpen anak, maka tekunlah membaca
puluhan bahkan ratusan cerpen anak sebagai referensi,; jika ingin menulis novel
romantis, tekunlah membaca puluhan novel bergenre sama. Nanti pasti akan
didapatkan kuncinya, setelah itu kita dapat menulis dengan lebih lancar karena
paham, naskah yang akan kita tulis itu seperti apa.
2. Sabar
Foto dari http://jmmi.its.ac.id/2015/10/sabar-sudahkan-dihati-kita/
Penulis tidak
hanya harus tekun dalam menjalani proses belajar menulis. Ia juga harus sabar,
terutama penulis yang ingin menerbitkan karyanya untuk tujuan komersial.
Menerbitkan naskah di media cetak atau digital ataupun naskah buku ke penerbit.
Pada saat kita merasa senang sudah berhasil menulis naskah pendek (opini,
cerpen, dll), atau panjang (novel, buku non fiksi), akan ada perjuangan panjang
melalui alur kesabaran, yaitu saat kita mengirimkan naskah ke media/penerbit
dan mengharap konfirmasi Acc.
Sebagai contoh
saya share saja perjalanan kelima naskah saya yang tayang di 2017 kemarin, ya.
-
Cerpen anak “Kampung Baru Lina”, naskah cerpen
dalam kumcer PBA (Penulis Bacaan Anak) saya tulis dan kirim 12 September 2014
sebagai naskah audisi kumcer. Setelah naskah itu pasti lolos untuk dibukukan,
bukunya baru selesai tahun 2017. Nyaris tiga tahun prosesnya.
-
Cerpen remaja “Janji Eka”, dikirim 4 Februari
2017 ke majalah Gogirl dan dimuat di edisi 16 April 2017. Prosesnya dua bulan
lebih. Ini termasuk cepat.
-
Opini “Transportasi Online” dikirim ke harian
Bernas 15 Maret 2017, dimuat 16 Maret 2017. Naskah opini di surat kabar
termasuk jenis naskah yang cepat tayang, jika memang layak tayang, dan sesuai
momen. Saya mengirimkan naskah ini saat rame-ramenya demo terhadap transportasi
online. Apabila selama satu minggu naskah tidak ada kabar, bisa dipastikan
naskah kita tidak layak terbit. Durasi menunggu satu minggu ini, hanya untuk
naskah koran, ya.
-
Cerpen anak “Kotak Bekal Misterius”, dikirim ke
majalah Bobo 1 Agustus 2016, dimuat edisi 13 Juli 2017. Prosesnya nyaris satu
tahun. Untuk Bobo ini relatif “cepat” karena ada cerpen yang dimuat setelah
menunggu dua tahun antrean.
-
Cerpen anak “Menjaga Kejujuran”, dikirim via pos
ke harian Kedaulatan Rakyat sekitar bulan Oktober 2017 (saya lupa mencatat
karena dikirim via pos), dimuat tanggal 12 Desember 2017. Proses sekitar dua
bulan. Untuk naskah cerpen di harian lokal memang relatif cepat penanyangannya
kalau memang naskahnya layak.
Foto dari koleksi pribadi
Dari penjelasan di atas rekor bersabar terlama diraih oleh
naskah buku (antologi kumcer). Dengar-dengar, memang untuk naskah buku
diperlukan kesabaran yang lebih tingkat dewa. Terlebih bila naskah kita diacc,
ada tahap revisi yang harus benar-benar kita lakoni dengan fokus dan sabar agar
naskah kita cepat selesai. Untuk naskah buku solo, saya memang belum pernah Acc
(menghela napas panjang), jadi belum tahu harus sesabar apa. Semoga sebentar
lagi saya dapat ujian kesabaran ngerevisi naskah buku yang diacc penerbit,
Aamiin (ngarep).
Selama ini saya menulis untuk
media sekadar hobi atau second job, karena itu memang hasil ‘hobi’ saya ini
tidak banyak dari sisi kepuasan materi. Namun dari sisi kepuasan batin, cukup
menyenangkan. Kalau ada yang kepo bertanya berapa rupiah saya hasilkan dari
lima naskah di atas? Totalnya kurang dari satu juta rupiah. Satu juta untuk
satu tahun tentu jumlah yang tidak banyak. Jadi jika kita memutuskan untuk
menjadikan penulis sebagai profesi, kita harus lebih tekun dan lebih sabar
dalam bekerja, ditambah satu jurus lagi yaitu KREATIF. Menjadikan penulis
sebagai profesi , kita tidak lagi bisa tekun menulis hanya satu paragraph per
hari, namun harus tekun bekerja minimal delapan jam per hari untuk menulis.
KREATIF dalam arti pandai mencari peluang. Tidak hanya menulis untuk media,
tapi melebarkan sayap untuk menulis buku, menulis di blog, menulis naskah
sinetron/film, ataupun di media lain yang menghasilkan lebih banyak uang.
Nah, tujuan kita menulis, hanya
kita sendiri yang tahu. Apakah hanya untuk bersenang-senang, sebagai second job
seperti saya untuk mendapatkan sedikit tambahan penghasilan, atau full menulis
sebagai profesi. Apapun pilihannya, kita tetap harus TEKUN dan SABAR.