Judul Buku :
Tragedi Apel & Buku Ajaib Jiko
Penulis :
Yosep Rustandi
Penerbit :
Indiva Media Kreasi
Halaman : 157
Harga :
Rp40.000,00
Buku “Tragedi apel & Buku Ajaib Jiko”, menceritakan tentang kisah Jiko dan teman-temannya. Mereka adalah anak-anak yang lahir dari keluarga miskin. Ayah Jiko adalah seorang buruh angkut di pasar, dan ibunya bekerja di laundry – mencuci dan menyeterika pakaian (halaman 86). Dengan keterbatasan hidup keluarga ini, Jiko memilih tidak sekolah di sekolah formal, melainkan belajar di Sanggar Hati. Sanggar Hati adalah sebuah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang peduli terhadap anak-anak jalanan dan anak miskin perkotaan (halaman 16). Dengan Bu Rara sebagai ketua, Sanggar Hati mengajari anak-anak keluarga miskin membaca, menulis, berhitung, dan memberikan motivasi agar mereka bersemangat dalam menjalani hidup yang keras. Selain Bu Rara dan beberapa volunteer dewasa lainnya sebagai pengajar, Sanggar Hati juga menerima remaja SMA sebagai volunteer untuk mengajar anak-anak. Yasmin, adalah salah satu remaja SMA yang menjadi pengajar anak-anak di Sanggar Hati. Yasmin memiliki sahabat bernama Dini dan Dini ini juga tertarik untuk mengikuti jejak sahabatnya. Namun, sebuah peristiwa membuat Dini merasa tidak respek pada sebagian anak yang belajar di Sanggar Hati.
Secara
tidak sengaja, dalam situasi yang tidak mengenakkan, Dini bertemu dengan Jiko
dan Alin, sahabat Jiko. Waktu itu Dini sedang membeli apel dan sudah membayar.
Ia kaget dan tidak sempat menyelamatkan apelnya ketika Alin dengan secepat
kilat lari melewatinya sambil menyambar kantung berisi apel yang dipegangnya!
Di belakang Alin, Jiko yang selalu memegang buku, ikut berlari. Dini berteriak
“Maling!”, namun langkah kedua anak tersebut terlalu cepat (halaman 9).
Saat
itu, Jiko sebenarnya kaget juga. Ia tidak menyangka Alin akan menjambret apel
yang dipegang Dini. Ia hanya penasaran dan mengikuti sahabatnya yang bermuka
murung. Tapi karena situasi berubah menjadi rusuh, jalan satu-satunya yang
dapat dilakukannya hanyalah mengikuti Alin berlari sambil membawa apel.
Malangnya saat mereka sudah lepas dari kejaran orang-orang, mereka bertemu trio
Atan, Sura, dan Wira. Trio ini adalah geng anak nakal yang suka usil (halaman
11). Trio yang dipimpin Atan ini ingin merebut apel yang dicuri Alin. Saat
mereka bertengkar, jatuhlah apel ke sungai dan hanyut.
Jiko
sendiri sebenarnya adalah anak yang cerdas dan suka belajar. Ia merupakan murid
favorit Yasmin di Sanggar Hati. Jiko cepat belajar dan suka membaca buku. Buku
apapun ia baca sehingga ia banyak pengetahuan. Jiko juga sangat dekat dengan
Yasmin dan mengidolakan Teh Yasmin yang baik. Jiko sering bercerita tentang
Alin pada Yasmin. Alin hidup hanya berdua dengan emaknya yang sakit-sakitan dan
tidak kuat lagi bekerja. Sedangkan bapak Alin sudah lama meninggal. Sebenarnya
alasan Alin mencuri apel adalah untuk diberikan pada ibunya yang sedang sakit,
walaupun kemudian Alin kebingungan cara memberikan apel untuk emaknya tanpa
menjelaskan dari mana apel itu berasal.
“Emakku
jangan sampai tahu apel ini dapat dari nyuri,” ucap Alin pada Jiko, saat mereka
menemukan kantung apel yang hanyut tersangkut.
“Tapi
kenapa? Kata buku, kita tidak boleh berbohong pada orangtua!” sentak Jiko.
Alin
berkeras, karena emaknya tidak akan mau makan apel hasil curian. Bahkan ayam
goreng dan rolade daging yang ia dapat dari makan di rumah orang yang sedang
punya hajat saja tidak dilirik oleh emaknya. Emak Alin yang sedang sakit, hanya
mau makan makanan halal dan ia selalu bertanya dari mana Alin mendapatkan makanan.
Akhirnya kedua sahabat itu malah bingung apelnya hendak diapakan. Kemudian Jiko
punya ide bagaimana kalau mereka menanam bibit apel saja. Mereka bekerja
membantu Pak Sanwirya yang berjualan bibit tanaman dan meminta upah berupa
bibit apel. Setelah dua hari bekerja, Pak Sanwirya benar-benar memberi mereka
bibit apel. Tingginya sekitar 20 cm dan mereka menanamnya di balik ilalang,
tersembunyi dari mata orang lain (halaman 63).
Dini
sahabat Yasmin akhirnya benar-benar mengajar di Sanggar Hati. Pada saat ia
mengajar itulah ia melihat Jiko dan memastikan bahwa salah satu anak yang
mencuri apelnya adalah Jiko. Dini berusaha mengejar, tapi Jiko lari
sekencangnya (halaman 76). Jiko lari menuju rumah Alin dan menemukan sahabatnya
itu sedang pusing memikirkan emaknya. Jiko enggan kembali belajar di Sanggar
Hati karena ada Dini. Jiko ingin pindah ke sekolah negeri saja.
Yasmin
tidak percaya Jikolah yang mencuri apel Dini. Seandainya pun Jiko yang
melakukannya, Yasmin yakin ada penjelasan yang masuk akal di balik itu. Maka
dengan dibantu Dini dan Doni, kakak Dini – Yasmin melakukan pengintaian
terhadap Jiko (halaman 109). Mereka sengaja meletakkan kardus-kardus bekas di
tempat sampah rumah Tante Dini, yang terletak di kompleks perumahan di mana
Jiko sering memulung sampah. Dini jadi tahu sisi lain anak pinggiran yang
miskin, yang harus mengorek-ngorek sampah untuk mengambil barang bekas yang
masih bisa dijual lagi.
Sudah
terlalu lama Jiko tidak muncul untuk belajar di Sanggar Hati. Akhirnya, Yasmin
mencari alamatnya dan menemui ibu Jiko. Awalnya Jiko hendak lari, namun Yasmin
memastikan bahwa Dini tidak marah lagi pada Jiko. Yasmin mengajak Jiko ke
Sanggar Hati dan menanyai Jiko mengapa ia mencuri apel. Jiko bercerita tentang
Alin yang mencuri apel untuk ibunya yang sedang sakit. Yasmin, Dini, dan Dino akhirnya
menemui Alin dan ibunya. Alin
mengembalikan apel yang masih utuh dalam kantung kepada pemilik aslinya yaitu
Dini. Setelah memahami duduk permasalahannya, Yasmin, Dini, dan Doni membawa
ibu Alin untuk menjalani pemeriksaan medis.
Kisah
apel belum berakhir sampai di sini. Masih ingat bibit apel kecil yang ditanam
Jiko dan Alin? Kadang ia berbunga, dan esoknya gugur. Namun kedua anak yang
menanamnya tidak patah semangat. Mereka berdua memang anak-anak miskin, dan
mereka mungkin pernah berbuat salah. Namun mereka adalah anak-anak yang masih
memiliki hati nurani, paham mana yang salah dan mana yang benar. Di akhir
cerita digambarkan oleh penulis, bahwa keduanya kelak menjadi pengusaha apel
yang cukup sukses. Itulah hikmah dari perjalanan secuil kisah kehidupan Jiko
dan Alin bersama Yasmin dan Dini. Barang siapa yang memelihara ketulusan, akan
menuai keberhasilan kelak.**