Kotak
Bekal Misterius
Oleh:
Kalya Innovie
Siroh
meninggal. Gadis ramah berkepang dua itu tak dapat bertahan dari penyakit demam
berdarah yang dideritanya. Teman-teman sekelasnya di SD Pucang sedih. Siroh
alias Siti Rohani, memang terkenal baik hati dan tidak pelit.
Dua minggu berlalu dan kelas 5 A sudah berkegiatan
seperti biasa. Laila, yang dulu sebangku dengan Siroh, sudah asyik duduk dengan
Amina. Wajah-wajah murung tak tampak
lagi. Tapi ada yang masih sering menangis diam-diam.
**
Pagi itu Laila masuk kelas seperti biasa. Ia terpekik
melihat di meja sebelahnya tergeletak sebuah kotak bekal warna merah. Wajah
Laila memucat, memerhatikan kotak bekal bergambar pokemon itu. Di bangku belum ada tas
Amina. Laila menoleh ke kiri dan ke kanan, bingung.
“Kenapa, La?” tanya Utari yang melihat tingkah aneh
Laila.
“Ituu ...,” bisik Laila menunjuk kotak bekal.
Utari mengernyitkan kening, berpikir, lalu membelalak.
“Kotak bekal Siroh!” pekik Utari.
“Iyaa … kenapa bisa ada di situ?” spontan Laila melompat mundur
memeluk Utari.
“Ada apa ini?”
Teman-teman berdatangan. Setelah tahu persoalannya, mereka
sama-sama ketakutan melihat kotak bekal itu.
“Aku buka, ya?” tanya Fajar mengulurkan tangan.
“Iya, buka saja, Jar,” balas Amina berbisik. Ia
ketakutan. Ia kan duduk di bangku Siroh. Mungkin sebaiknya ia kembali ke bangku
lamanya.
Pelan-pelan Fajar membuka kotak bekal itu, harum nasi
goreng menguar.
“Masih hangat,” bisik Fajar.
Laila mengintip, air matanya mengalir.
“Nasi goreng sosis merah, bekal favorit Siroh,” bisik
Laila terduduk lemas.
**
Bu Widi, wali kelas 5 A, sudah mendapat penjelasan dari
Fajar, sang ketua kelas. Beliau duduk di depan meja guru, dengan kotak bekal
Siroh terbuka di atas meja. Bu Widi menghela napas panjang, memandang satu-satu
wajah muridnya.
“Sekali lagi ibu tanya, siapa yang membawa kotak bekal
ini?” Bu Widi bertanya pelan.
Tak ada yang menyahut. Kelas hening.
“Apa mungkin … Si … Siroh sendiri yang datang, Bu?” suara
Utari memecah keheningan. Anak-anak langsung riuh seperti lebah berdengung.
“Hantu itu nggak ada,” bantah Fajar dengan suara pelan,
tapi otaknya berputar memikirkan berbagai kemungkinan.
“Benar kata Fajar, anak-anak. Hantu itu tidak ada. Nasi
goreng inipun jelas dimasak oleh manusia. Ibu beri waktu sampai jam pulang.
Tolong mengaku saja yang sudah membawa kotak bekal ini. Beri penjelasan pada Ibu
dan Ibu tidak akan marah.”
“Maksud bu Widi, salah satu dari kita sengaja melakukannya?”
bisik Tiara pada Fajar. Sang ketua kelas hanya mengangguk.
“Tapi apa tujuannya?” lanjut Tiara.
“Entahlah, nanti kita pikirkan sama-sama,” ucap Fajar.
**
Sampai jam pulang, tidak ada yang mengaku membawa kotak bekal itu. Dan keesokan harinya,
kotak bekal yang sama ada di atas meja Laila lagi. Kali ini Laila pingsan.
Keadaan jadi semakin heboh. Bu Widi kelihatan marah. Tapi beliau tidak sempat
mengatakan apa-apa pada anak-anak karena sibuk mengurus Laila di ruangan kesehatan.
Anak-anak ribut bercakap-cakap membahas kejadian
itu.
“Kok bisa ada lagi? Isinya mie goreng dengan suwiran
daging ayam. Aku pernah melihat Siroh bawa bekal seperti itu,” ucap Tiara.
“Benar, aku juga pernah makan mie goreng Siroh, persis
seperti yang tadi,” timpal Utari.
“Padahal, kotak bekal yang berisi nasi goreng kemarin
disimpan oleh Bu Widi,” gumam Fajar.
“Berarti pelakunya sengaja membeli kotak bekal yang sama
dengan punya Siroh,” cetus Tiara.
“Pernah lihat toko yang jual tempat bekal seperti itu,
nggak?” tanya Fajar.
Utari menggeleng ragu. Tiara mengangkat bahu tanda tak
tahu.
Fajar berpikir keras hingga alisnya menyatu di kening.
**
Hari ke tiga, tidak ada peristiwa kotak bekal lagi. Hari
ke empat, kotak bekal itu kembali lagi membuat heboh kelas 5 A. Kali ini, Fajar
berhasil menenangkan Laila. Lalu memanggil Bu Widi. Wali kelas cantik itu duduk
diam di meja guru, karena Fajar sudah meminta waktu untuk bicara.
“Bu Widi, dan teman semua. Kotak bekal Siroh kembali
lagi. Kali ini isinya donat, kue kesukaan Siroh. Tapi saya, dan Tiara sudah
tahu bahwa bukan Siroh yang punya kotak bekal ini. Yang punya bekal ini …
adalah … Utari,” Fajar tersenyum mengulurkan telunjuk pada Utari.
Seluruh siswa kelas 5 A terperanjat, lebih-lebih Utari.
“Kamu … jangan menuduh sembarangan, Jar!” teriak Utari
dengan wajah memucat.
“Aku nggak menuduh sembarangan. Aku dan Tiara mengadakan
penyelidikan kecil-kecilan dua hari ini. Kami bertanya pada Pak Leo, satpam
sekolah tentang siapa-siapa siswa yang datang pagi-pagi sekali dua dan tiga
hari yang lalu. Dan kemarin serta hari ini, aku dan Tiara sengaja sembunyi di lemari, menunggu si pembawa kotak
bekal beraksi lagi. Dan … kami bahkan berhasil memotret kamu sedang beraksi,
Tari,” Fajar mengacungkan ponsel.
Utari terbelalak tapi lalu menangis terisak-isak.
Pengakuan terlontar dari bibirnya.
“Aku rindu Siroh. Ia selalu baik. Kalian sering
mengejekku bodoh, tapi Siroh nggak. Dua minggu ini, aku masih merindukan Siroh.
Tapi kalian bertingkah seperti Siroh tak pernah ada. Terutama kamu, Laila. Kamu
malah cepat sekali melupakan Siroh dan bermain dengan Amina,” Utari
terisak-isak.
Bu Widi berjalan
mendekati Utari, memeluknya. Teman-teman Utari juga mendekat.
“Aku juga rindu Siroh, Tari,” isak Laila. “Aku nggak
pernah melupakan Siroh.”
“Tidak ada yang lupa pada Siroh, Tari. Siroh selalu akan
ada di hati kita semua,” Bu Widi memeluk murid-muridnya yang terbawa kenangan
pada Siroh yang lembut hati.
Misteri kotak bekal Siroh terpecahkan. Perbuatan Utari
juga sudah dimaafkan. Teman-temannya berjanji tak akan sering mengejeknya lagi.
Tiga kotak bekal dikembalikan pada Utari.
**
Pagi cerah. Murid-murid kelas 5 A belum ada yang datang.
Tapi sebuah benda kotak berwarna merah sudah ada di atas meja Laila. Kotak
bekal bergambar pokemon. Kali ini tidak berwarna merah cerah seperti tiga kotak
punya Utari. Kotak ini merahnya sudah pudar, seperti milik Siroh.**
Keterangan:
**Kotak Bekal Misterius dimuat di Bobo 13 Juli 2017